a) Orang yang sakit dan meninggal merupakan mukmin
b) Bersabar dan bertahan dalam wabah ini
c) Bertawakal kepada Allah
قالوا بهمن هم يا رسول الله قال من قتل في سبيل الله فهو شهيد "ومن مات في سبيل الله فهو شهيد ومن مات في الطاعون فهو شهيد ومن مات في البطن فهو شهيده والغريق شهید رواه مسلم
Artinya: “Rasulullah SAW menguji sahabatnya dengan pertanyaan, Siapakah orang yang mati syahid di antara kalian? Orang yang gugur di medan perang itulah syahid ya Rasulullah, jawab mereka. “Kalau begitu, sedikit sekali umatku yang mati syahid. Mereka (yang lain) itu lalu siapa ya Rasul? Orang yang gugur di medan perang itu syahid, orang yang mati di jalan Allah juga syahid, orang yang kena tha ‘un (wabah) pun syahid, orang yang mati karena sakit perut juga syahid, dan orang yang tenggelam adalah syahid,” jawab Nabi Muhammad SAW.” (HR Muslim).
Maka, mereka diberikan gelar sebagai syahid akhirat. Al-Imam Ibn al-Tin juga menyampaikan pendapat yang hampir sama. Yaitu kematian yang berat ialah penyuci dosa-dosa mereka terdahulu dan Allah mengangkat derajat mereka sebagai syahid. Usaha aktif dalam pencegahan penularan covid-19 merupakan bentuk ibadah yang bernilai jihad, dan tindakan yang sengaja membawa kepada resiko penularan dapat disebut kegiatan zhalim terhadap sesama.
Hal ini dapat selaras dengan Q.S. Al-Maidah [5] 32 yang menjelaskan bahwasanya siapa saja yang menjaga eksistensis sesamanya, maka ia telah menjaga. Eksistensi umat manusia. Bahkan rasulullah saw tidak menolak jenazah musuhnya. Bahkan jenazah yang mati syahid, jasadnya sangat dihormati Allah dan disambut oleh malaikat. Manusia tidak berhak menolak dan menghalanginya penguburannya mereka.
5. Ketentuan Perundang-Undangan Terkait Dengan Kasus
Sementara berkaitan dengan penguburan jenazah terjangkit Covid-19, SOP (Standard Operating Procedure) pemulasaran jenazah Covid-19 sudah disesuaikan dengan hukum positif mutakhir—UU Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah Penyakit Menular, UU Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan Surat Edaran Dirjen P2P Nomor 483 Tahun 2020 Tentang Revisi Ke-2 Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeks Covid-19.
Penanganann jenazah Covid-19 menurut pada Fatwa MUI No: 18 Tahun 2020 bahwa pengurusan jenazah (tahjiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam hal memandikan dan mengkafani harus dilakukan sesuai protokol medis dengan tetap memperhatikan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkan dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19.
6. Implementasi Teori (Solusi Fenomena Penolakan Jenazah Ketika Covid-19)