Friedrich Nietzsche melihat bahwa setiap makhluk hidup digerakkan oleh suatu kekuatan hidup yang membuat mereka:
- Berusaha mengatasi kekurangan atau kelemahan.
- Melampaui batas-batas kemampuan diri.
- Menciptakan makna dalam kehidupan yang sebenarnya tidak memiliki arti yang tetap.
Dari sudut pandang ini, The Will to Power merupakan tenaga positif kehidupan, yang menjadi sumber munculnya kreativitas, keberanian, serta kebebasan dalam diri manusia.
2. "Ja Sagen" - Menyatakan "Ya" pada kehidupan
Dari gagasan tentang The Will to Power, Friedrich Nietzsche melahirkan sikap yang ia sebut Ja Sagen, istilah dalam bahas Jerman yang berarti "Mengiyakan" atau menyetujui kehidupan.
Sikap ini merupakan bentuk penerimaan menyeluruh terhadap hidup, termasuk segala penderitaan, kesalahan, dan kegagalan, tanpa menolaknya atau memisahkannya secara kaku menjadi hal baik dan buruk.
Sebaliknya, Friedrich Nietzsche mendorong manusia untuk:
- Menerima kehidupan apa adanya (Bejahung des Lebens)
- Tidak hanya menyukai bagian yang menyenangkan, tapi juga merangkul hal-hal yang sulit
- Menemukan nilai hidup dengan mengatakan "ya" pada seluruh pengalaman - suka maupun duka.
Hubungan dengan "Amor Fati"
Konsep "Amor Fati" yang dipopulerkan oleh Nietzsche berasal dari "Ja Sagen" bukan sekadar ajakan untuk pasrah menerima nasib. Lebih dari itu, ia merupakan bentuk cinta tertinggi yang menuntut kita untuk mencintai setiap bagian kehidupan - termasuk penderitaan, kesedihan, dan kesulitan - sebagai sesuatu yang esensial, indah, dan bermakna.
"Amor Fati: may this be my love! ... Â Not merely to bear what is necessary, still less to conceal it - but to love it."
(Amor Fati: semoga inilah cintaku! ... Bukan hanya menanggung apa yang perlu, apalagi menyembunyikannya, tetapi setia untuk mencintainya.)
- Hubungan dengan Pemikiran Demokritos