Mohon tunggu...
Rita Rosalia
Rita Rosalia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Investasi Emas dalam Perspektif Islam

21 Desember 2017   13:13 Diperbarui: 21 Desember 2017   13:25 15578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ekonomi Islam - Investasi Emas dalam perspektif islam. Pada zaman seperti sekarang ini banyak orang yang sudah berinvestasi yang cukup beragam jenisnya. Mulai dari investasi emas, reksadana sampai properti. Investasi-investasi semacam ini tentu menawarkan keuntungan dan kelebihan yang berbeda-beda. Emas sudah digunakan sebagai barang investasi semenjak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Nilainya yang kebal akan inflasi dan cenderung naik setiap tahunnya membuat orang-orang yang menyukai investasi akan melirik emas sebagai objeknya. Apalagi perawatan emas cukup mudah dan bisa digunakan juga sebagai perhiasan. 

Sementara logam mulia atau emas batangan masih bayak diminati masyarakat. Hingga saat ini, PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM) telah menjual 11 ton emas batangan dengan nilai Rp 5,5-Rp 6 triliun. Investasi emas batangan dinilai stabil di tengah fluktuasi pasar keuangan. Dalam jangka panjang, investasi emas tentu akan lebih menguntungkan.General Manager Antam Dody Martimbang mengatakan, "Emas itu cenderung stabil. Dalam jangka panjang pasti naik. Ini bisa jadi safe haven," katanya kepada detikFinance, Sabtu (26/9/2015). "Saham itu risikonya tinggi. Memang gain cepat, keuntungan bisa sebesar-besarnya, tapi juga kalau anjlok ya besar juga, cepat ambruk tapi kalau emas kan stabil,"

Kalau properti memang dia harganya naik terus, tapi kan tidak likuid. Butuh waktu lama untuk bisa menjual properti," tandasnya.Pemerintah Indonesia telah melegalkan praktek investasi tersebut melalui seperangkat aturan antara lain: Undang-Undang No. 21 ahun 2008 tentang Perbankan Syariah; Surat Edaran BI (SE BI) Nomor 14/7/DPBS tanggal 29 Februari 2012 tentang Produk Qardh Beragunan Emas bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS); Fatwa DSN-MUI No. 77/DSN-MUI/VI/2010 tentang Jual-Beli Emas Secara tidak tunai; dan FatwaDSN-MUI yang lain tentang Rahn Emas Dalam kajian ekonomi islam, kita diperkenalkan dengan istilah barang ribawi (ashnaf ribawiyah), yang bentuknya ada 6: emas, perak, gandum halus, gandum kasar, kurma, dan garam.Lalu bagaimana islam memandang investasi dan jual beli emas tersebut, apakah sudah sesuai dengan hukum islam. Tepatkan jual beli kredit emas yang sudah di berlakukan di indonesia sesuai dengan fatwanya?a.Investasi emas dengan jadi pembelian kredit?.Ulama berbeda pendapat untuk jual beli perhiasan dari emas dan perak secara tidak tunai? Perselisihan ini kembali kepada pertimbangan, status barang ribawi pada emas dan perak, apakah hanya berlaku selama dia menjadi alat tukar ataukah tidak ?.Ada 2 pendapat di kalangan ulama, Pertama, dibolehkan jual beli perhiasan dari emas atau perak secara kredit, karena statusnya menjadi komoditas (sil'ah). Dan bukan sebagai alat tukar artinya bukan barang ribawi, Sehingga tidak berlaku aturan barang ribawi di sana.Ini pendapat Syaikul Islam, Ibnul Qoyim, dan Syaikh Abdurrahman as-Sa'di.Dalam al-Ikhtiyarat, Syaikhul Islam mengatakan,"Boleh menjual emas atau perak yang dibentuk (perhiasan) dengan emas sejenisnya, tanpa disyaratkan adanya kesamaan kuantitas. Dan adanya selisih itu sebagai ganti dari bentuk yang berbeda, dan ini bukan riba". (al-Ikhtiyarat, hlm. 473)Dalam I'lamul Muwaqqi'in, Ibnul Qoyim mengatakan, "Bahwa perhiasan yang mubah, ketika diproduksi dengan cara yang mubah, berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang. Bukan lagi mata uang. Karena itu, tidak wajib dizakati dan tidak berlaku hukum barang ribawi, ketika ditukar antara perhiasan dengan uang. Sebagaimana tidak berlaku aturan ribawi antara uang dengan barang lainnya, meskipun tidak sejenis. Karena, dengan proses produksi menyebabkan fungsi emas tidak lagi mata uang tapi menjadi barang dagangan." (I'lamul Muwaqqi'in, 2/160)Kedua, tidak boleh jual beli emas dan perak secara kredit. Baik ketika emas menjadi alat tukar ataupun sebagai barang komoditi atau perhiasaan. Karena emas dan perak, akan selalu menjadi barang ribawi, sekalipun dia tidak dijadikan alat tukar.Ini merupakan pendapat jumhur ulama, dari madzhab hanafiyah, malikiyah, syafiiyah, dan hambali. Sejalan dengan hadis dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu 'anhu,

Ketika persitiwa Khaibar, Aku membeli kalung seharga 12 dinar berupa emas yang ada permatanya. Kemudian aku pisahkan, ternyata emasnya lebih dari 12 dinar. Aku sampaikan itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, perintah beliau, "Jangan dijual belikan sampai dipisahkan." (HR. Muslim 4160 & Ahmad 24689)Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam perintahkan untuk dipisahkan, agar diketahui beratnya, sehingga memungkinkan untuk dijual dengan dinar dengan kuantitas yang sama. Sekalipun emas yang dimiliki Fadhalah bentuknya kalung -- dan tentu saja bukan alat tukar -- namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tetap memberlakukannya sebagai barang ribawi. 

Karena itu, beratnya harus dikethaui ketika hendak dijual.Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika emas dibarter dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum bur (gandum halus) ditukar dengan gandum bur, gandum syair (kasar) ditukar dengan gandum syair, korma ditukar dengan korma, garam dibarter dengan garam, maka takarannya harus sama dan tunai. Jika benda yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan dari tangan ke tangan (tunai)." (HR. Muslim 4147).

Bagian ketentuan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang perlu digaris bawahi,"Jika benda ribawi yang dibarterkan berbeda maka takarannya boleh sesuka hati kalian asalkan dari tangan ke tangan (tunai)."b .  jual beli emas dengan hanya berupa surat kepemilikan emas Pada hakekatnya jual beli emas adalah tukar menukar antara emas dengan uang. Dan itu berarti tukar menukar barang ribawi yang illahnya sama, Syarat yang berlaku adalah harus dilakukan dari tangan ke tangan. 

Dan transaksi uang dan emas harus secara tunai dan langsung di tempat transaksi tersebut. Jika di dalam transaksi di pegadaian yang dalam hal ini tidak memiliki emas, sehingga ketika nasabah menyerahkan uangnya, emas itu tidak ada dan ia hanya menerima surat kepemilikan emas tersebut, Ini jelas transaksi riba nasiah. atau nasabah harus menerima emas itu dalam waktu yang berbeda itu jelas juga transaksi riba nasiah. Jika Nasabah membeli emas, dan hanya menerima Surat bukti kepemilikan emas senilai harga, selanjut jika harga emas naik, dan nasabah menjual lagi dengan harga tersebut, dan nasabah mendapatkan keuntungan tentu saja itu termasuk transaksi riba, karena bentuk emas yang di perjual belikan tidak jelas bentuknya, karena itu, produk ini sangat tidak direkomendasikan.

Dan kami sarankan, jauhkan diri anda dari semua bentuk transaksi benda fiktif, termasuk emas fiktif. c.Investasi emas menurut islam Pada dasarnya Investasi emas itu di perbolehkan dalam islam, asalkan dikeluarkan zakatnya, sesuai ketentuan yang berlaku yaitu telah mencapai nasabnya 85 gram, akad jual beli emas di tukar dengan uang secara tunai tanpa ada jeda waktu dan Uang dan emas bentuknya jelas. 

Sedangkan mengenai penjualan emas simpanan pada saat harganya tinggi, maka membeli sesuatu dengan tujuan akan dijual lagi disaat nilainya tinggi, ini tidak dilarang oleh agama, karena sudah menjadi tabiat manusia untuk mencari sebuah keuntungan selama  hal tersebut tidak merugikan pihak lain. Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Husain bin Umar dalam kitabnya Bughyah al Mustarsyidin menyatakan; "Diperbolehkan bagi pemilik barang mempergunakan barangnya dengan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya".

Hal ini tidak termasuk dalam kategori "ihtikar" (penimbunan), yaitu  pembelian bahan kebutuhan pokok untuk ditimbun, dan akan dijual pada saat harga melambung tinggi, yang dilarang keras oleh agama, karena akan merugikan dan mengganggu stabilitas kebutuhan bahan pokok yang beredar dipasaran. Sebab akibatnya bisa menyebabkan harga kebutuhan pokok melonjak tinggi dan akan memberatkan dan menyengsarakan masyarakat kelas bawah. Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam bersabda; "Barangsiapa menimbun barang, maka dia berdosa." (Shohih Muslim, no.1605).

Semoga Tulisan ini bermanfaat 

Penulis 

Rita Rosalia (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Indonesia - Program Studi Kajian Stratejik Timur Tengah Islam' -Ekonomi Syariah).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun