Setiap sore di sudut Lapangan Denggung, di antara ramainya pengunjung yang berolahraga dan bermain, ada satu stan makanan kecil yang tak pernah sepi pembeli. Di bawah tenda sederhana dengan banner bertuliskan "Dimsum Bu Naswa  Hangat & Halal", terlihat seorang perempuan dengan jilbab pink dan senyum tulus di wajahnya. Dialah Bu Naswa, sosok yang tidak hanya dikenal sebagai penjual dimsum lezat, tapi juga sebagai sosok inspiratif yang berhasil membangkitkan semangat puluhan ibu rumah tangga di lingkungannya untuk bangkit dan berkarya.
Tapi siapa sangka, semua ini bermula dari sebuah titik krisis dalam hidupnya.
Dari PHK ke Kukusan Harapan
Beberapa tahun lalu, hidup Bu Naswa berubah drastis ketika suaminya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan konstruksi tempatnya bekerja lebih dari satu dekade. Tabungan keluarga menipis karena digunakan untuk biaya sekolah tiga anaknya dan kebutuhan sehari-hari. Saat itu, Bu Naswa sempat merasa sangat terpuruk.
"Aku sempat nangis saben bengi. Dudu ora percaya iso tangi, nanging aku pancen bingung kudu miwiti saka ngendi,"Â
Di tengah kegelisahan, ia teringat resep dimsum sederhana yang dulu sering ia buat bersama ibunya saat masih kecil. Ia mulai bereksperimen di dapur sempitnya, mencoba berbagai variasi isian, bumbu, dan teknik penyajian. Tidak memiliki modal besar, ia hanya membeli bahan seadanya. Kukusan kecil di rumahnya menjadi saksi awal perjalanan usaha yang kini dikenal banyak orang.
Dinsum dari stan Bu Naswa (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Dari Rumah ke Lapangan Denggung

Awalnya, dimsum itu hanya ia jual dari rumah. Beberapa tetangga mulai tertarik dan membelinya. Dengan sisa uang, ia mendaftarkan ke jasa aplikasi food order (Shoope, GoFood). Tapi titik balik sesungguhnya adalah ketika ia memutuskan untuk membuka stan di Lapangan Denggung, lokasi strategis yang ramai dengan pengunjung sore hari.
"Wektu pertama kali buka stan, aku ndredeg. Wedi ora ono sing tuku, wedi dikandani ngapain dodolan ing panggon umum. Nanging ternyata tanggapane luar biasa. Akeh sing ngomong dimsume enak lan regane terjangkau. Kuwi dadi semangat pertamaku kanggo terus maju," ucapnya sambil tersenyum.
Setiap hari, sejak pagi buta, Bu Naswa mulai menyiapkan bahan: menggiling ayam, mencincang udang, mencampur adonan, membungkus satu per satu dimsum dengan tangan, dan memastikan semuanya higienis. Ketika sore tiba, ia membawa kukusan besar dan peralatan ke Lapangan Denggung. Di sana, ia tidak mengukus lagi, melainkan menyajikan dimsum yang sudah ia kukus sebelumnya agar lebih cepat dan efisien dalam melayani pembeli.
"Saben sak porsi dimsum sing taksuguhake, ana usaha wiwit subuh, ana donga sing dawa, lan pangarep-arep gedhe supaya iso nggawa rejeki halal bali menyang omah,".
Saya memilih Dinsum (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Lebih dari Sekadar Jualan

Namun, perjuangan Bu Naswa tidak berhenti di stan dimsum. Setelah usahanya mulai stabil, ia tergerak untuk membantu orang lain. Ia mengikuti pelatihan UMKM yang diadakan pemerintah daerah dan LSM setempat. Di sana, ia belajar banyak tentang pengelolaan keuangan usaha, strategi branding, hingga pemasaran digital.
Yang membuatnya berbeda adalah semangatnya untuk menularkan ilmunya kepada orang lain. Ia mulai mengajak ibu-ibu rumah tangga yang sebelumnya tidak punya penghasilan untuk belajar bersama. Ia membuka kelas kecil di rumahnya tiap akhir pekan, mengajarkan cara membuat produk makanan sederhana, cara memotret produk dengan HP, hingga membuat katalog digital.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!