Raka mengerjap. “Dunia… buatan?”
Dokter itu menghela napas. “Kau mengalami kecelakaan dua tahun lalu. Kau koma. Kami mencoba metode baru untuk menstimulasi otakmu—dengan menciptakan realitas di dalam pikiranmu. Kami menyimulasikan dunia tempat kau paling bahagia.”
Kepalanya berdentum. Ia menatap tangannya yang gemetar.
“Tapi… Livia…?”
Dokter menatapnya dengan iba. “Istrimu meninggal dalam kecelakaan itu. Realitas yang kau alami hanyalah hasil rekonstruksi otakmu yang menolak kehilangan.”
Raka merasa dunia nyata jauh lebih hancur daripada ilusi yang baru saja ia tinggalkan.
Ia menutup mata. Bayangan Livia, rumah mereka, senyumnya, semua mulai memudar. Sempurna, tapi tidak nyata.
Sekarang, ia harus hidup dalam dunia tanpa Livia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI