Mohon tunggu...
Satria Yudistira
Satria Yudistira Mohon Tunggu... Lainnya - Konsultan

Penulis suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

BP*M Telah Mati dari Catatan Kritis sang Awam

24 Oktober 2022   11:35 Diperbarui: 24 Oktober 2022   12:16 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mengutip perkataan Nietzsche bahwa tuhan telah mati rasanya lebih tepat bahwa kata ini di kontekstualisasi dan diubah menjadi BP*M telah mati. Bukan tanpa alasan, kematian lembaga yang menjadi otoritass pengawas obat dan makanan di republik ini sejatinya sudah terjadi sedari awal kabinet mendapatkan mandatnya untuk "mengurus" republik Indonesia. 

Hal ini diperjelas oleh permasalahan kesehatan terbaru yang tengah melanda Indonesia yaitu mengenai gagal ginjal akut yang menyerang lebih dari 100 anak bangsa yang di duga akibat keracunan etilen glikol dan dietilen glikol pada kandungan obat sirup anak.  

Kasus terbaru ini pun sebenarnya jika dilihat dari kacamata sang awam dapat menjadi sorotan bukan karena inisiatif dan rasa tanggung jawab BP*M sebagai lembaga pengawas obat dan makanan. Melainkan, kementerian kesehatan yang terlebih dahulu melihat kondisi global sedang tidak baik-baik saja akibat kasus serupa yang ada di Gambia. Sehingga inisiatif pun diambil dan disambut oleh BP*M.

Data statistik dari laporan tahunan BPOM tahun 2021 menunjukan bahwa kinerja BP*M sebenarnya perlu diapresiasi karena didapatkan data sampel tentang pengujian produk biologi dan sampel lot release vaksin dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk yang beredar di masyarakat melalui pemenuhan timeline pengujian sampel obat dan makanan menunjukan persentase sampel yang ditindaklanjuti tepat waktu dengan target 92% telah terpenuhi. Sampai dengan tahun 2021, terdapat 2013 (97.01%) sampel yang sesuai timeline dari 2085 sampel yang selesai uji dan 2153 sampel yang masuk. Namun demikian bukan berarti BP*M sudah berhasil secara sempurna atau mendekati sempurna. 

Hal ini dikarenakan dalam laporannya pun di temukan sebuah evaluasi besar tentang kejadian luar biasa akibat keracunan pangan 2021 mencapai 40 kasus lebih dalam setahun. 

Tentu harusnya menjadi sebuah catatan untuk BP*M. Belum lagi kasus lain yang mungkin saja tidak terungkap dan tidak masuk kedalam data serta diluar kategori pangan seperti kasus obat sirup penyebab gagal ginjal yang mana obatnya sudah beredar dan berarti seharusnya sudah mendapat izin karena lolos hasil uji sampel ini, maupun kasus kosmetik berbahaya yang sudah terlanjur beredar. 

Lalu pertanyaan besarnya, bagaimana sistem pengawasan dan tes uji kelayakan laboratorium yang dilakukan BP*M? apakah sudah dapat menjamin keamanan pangan dan obat serta kesehatan masyarakat?

Kondisi lembaga pengawas obat dan makanan republik ini, jika di lihat sekilas dapat dianalogi seperti si "lugu"yang tengah memadamkan api menggunakan ludah, pada rumah tetangga yang paling ia benci yang tengah terbakar. 

Dalam arti singkat lembaga ini sedang melakukan ke pura-pura an. Adapun Catatan saran dan kritik jelas harus menjadi bahan bakar utama yang dipakai para pemangku kebijakan untuk memperbaiki kinerja-kinerjanya termasuk BP*M. Terlebih di negara yang mempunyai "label" negara demokrasi yang mana pemerintahan sejatinya adalah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Maka dari itu, catatan kritis dari sudut pandang awam  ini dibuat sebagai upaya"rakyat itu sendiri untuk pembaharu dan penghidupan kembali BP*M yang telah mati.

Catatan yang pertama, BP*M seharusnya lebih fokus untuk memperkuat keilmuan dan memperbanyak riset dan penelitian serta memperketat prosedur uji sampel, sehingga kasus-kasus penarikan produk akibat sebuah kejadian luar biasa dapat diminimalisir hingga angka nol. Terlebih, untuk produk obat dan makanan yang secara sifat memiliki kontak langsung dengan manusia karena di konsumsi secara langsung. Jangan sampai 100 anak yang menyebabkan gagal ginjal akut yang misterius ini ternyata disebabkan oleh BP*M yang lalai terhadap pemberian izin dari obat-obatan tersebut.

Setelahnya, BP*M harus lebih peka terhadap sebuah isu serta memahami secara jelas tabel prioritas dalam menyelesaikan sebuah isu permasalahan. Jangan sampai, BP*M malah mengurusi hal-hal yang tidak patut diurusi dan meninggalkan hal yang seharusnya diurusi apalagi jika isu tersebut memiliki keterkaitan dengan sebuah peristiwa luar biasa yang membahayakan nyawa masyarakat. Semisal saja isu galon sekali pakai berbahan PET yang kandungan bahan baku plastiknya itu memiliki senyawa yang sama dengan obat sirup yang menyebabkan puluhan anak di Gambia meninggal dunia yaitu adalah senyawa etilen glikol dan dietilen glikol.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun