Â
Korupsi adalah suatu tindakan penggelapan dana yang bertujuan untuk memperkaya diri atau kelompoknya dengan cara-cara yang tidak dibenarkan secara hukum maupun agama. Tindakan korupsi yang seringkali dilakukan oleh para pejabat baik ditingkat pusat dan daerah selalu saja menimbulkan kerugian yang tidak sedikit. Bahkan tindakan yang mereka lakukan juga turut merugikan masyarakat karena dana dari negara yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan suatu daerah menjadi terhambat. Banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia setelah 25 tahun reformasi masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup besar. Dilansir dari situs GoodStats.com menyatakan bahwa penilaian indeks persepsi korupsi tahun 2021 yang lalu yang dicetuskan oleh Transparency International meletakan Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara dengan skor sebesar 38.
Â
Akhir-akhir ini di media sosial telah dihebohkan tentang rencana pengesahan RUU perampasan aset koruptor menjadi undang-undang. Dilansir dari kompas.com terbitan tanggal 14 April 2023 bahwa Menko Polhukam mengatakan bahwa enam lembaga atau kementrian telah menandatangani naskah RUU perampasan aset. Adapun enam lembaga kementrian yang dimaksud diantaranya adalah Kemenko Polhukam, Kementrian Hukum dan HAM, Kementrian Keuangan, Â Kejaksaan Agung, Polri, dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Setelah ditandatangani naskah RUU perampasan aset akan diserahkan kepada Presiden Jokowi agar segera dibuatkan surat presiden dan nantinya akan dikirimkan ke DPR agar RUU perampasan aset segera di bahas oleh DPR. Menurut Jokowi RUU perampasan aset penting untuk segera di selesaikan karena sebagai salah satu upaya untuk memberantas kasus korupsi di Indonesia.
Â
Pendapat saya pribadi tentang RUU perampasan aset setuju untuk segera diundangkan karena perampasan aset harta koruptor memiliki akar sejarahnya. Jauh sebelum Indonesia merdeka, Majapahit yang telah berkembang diabad ke-13 hingga 14 telah menetapkan suatu hukuman pagi pelaku tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat. Hukuman tersebut ternacntum di dalam suatu kitab undang-undang yang pernah berlaku di zaman Majapahit yang diberi nama kitab undang-undang Kutara Manawa. Kitab Kutara Manawa adalah suatu kitab yang didalamnya terdiri dari 19 bab dan 275 pasal.
Â
Berdasarkan kitab Kutara Manawa perbuatan korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tergolongan dalam salah satu jenis tindakan pencurian atau yang disebut dengan istilah Astacorah. Setiap lapisan masyarakat maupun pejabat jika terbukti melakukan sebuah pelanggaran maka siap-siap akan dikenakan hukuman bahkan ancaman hukuman maksimal adalah hukuman mati. Adapun hukuman bagi para pejabat yang melakukan tindakan korupsi termaktub didalam pasa enam bagian astadusta. Didalam pasal tersebut dijelaskan bahwa apabila seorang pejabat telah terbukti melakukan pencurian atay corah maka pejabat tersebut dapat dikenakan hukuman mati. Selain itu, seluruh aset harta yang dimilikinya akan disita oleh kerajaan. Bahkan jika pejabat tersebut terbunuh akibat perbuatanya maka pembunuh itu tidak akan digugat karena telah memberikan hukuman kepada pejabat yang telah melakukan tindakan korupsi tersebut. Apabila kita kaitkan dengan kondisi yang ada saat ini, tindakan pencurian yang dilakukan oleh para pejabat dapat dipahami sebagai tindakan korupsi. Hal ini membuktikan bahwa di era Majapahit tidak ada sedikitpun toleransi bagi para pelaku pelanggaran hukum termasuk para pejabat yang melakukan tindakan korupsi.
Â
Hukuman bagi para pelaku pelanggaran hukum yang termaktub didalam kitab Kutara Manawa adalah berlaku bagi semua orang alias tanpa pandang bulu. Hukuman yang dilakukan kepada para pelanggar hukum tanpa pandang bulu tertera didalam pasal 11 bagian Astadusta. Di dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa kaum cendekiawan, guru, hingga kaum lansia dapat dikenakan hukuman mati apabila terbukti telah melakukan suatu pelanggaran. Bahkan kaum Brahmana yang dikala itu sangat dihormati juga tak luput dari ancaman hukuman mati jika terbukti melakukan pelanggaran. Raja yang telah tebukti melakukan pelanggaran juga tidak dapat menolak atau menghindari pemberian hukuman. Pasal 11 bagian Astadusta telah memberikan gambaran kepada kita bahwa hukum yang terapkan pada masa Kerajaan Majapahit adalah suatu hukum yang bersifat tegas.
Â
Korupsi adalah suatu tindakan yang jelas-jelas merugikan negara. Bahkan pembangunan di suatu negara akan terganggu akibat tindakan para pejabat yang melakukan korupsi. Impian Indonesia maju tahun 2045 tidak akan tercapai apabila kita masih membiarkan pejabat-pejabat kita melakukan tindakan untuk memperkaya diri sendiri. Kunci utama untuk memberantas masalah korupsi adalah adanya penegakan hukum yang tegas dan adil. Artinya adalah hukum yang diterapkan disuatu negara adalah berlaku bagi semua kalangan tanpa pandang bulu. Semoga sedikit kisah sejarah ini mampu memberikan sedikit gambaran bagi kita semua bahwa ternyata Indonesia pernah memiliki suatu konsep aturan yang sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Dari masa Majapahit kita belajar bahwa penegakan hukum yang tegas dan adil adalah kunci utama untuk mencapai kejayaan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI