Mohon tunggu...
Forum Masyarakat Utus Itah
Forum Masyarakat Utus Itah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masyarakat Utus Itah Kalimantan Tengah

Masyarakat Utus Itah adalah sekelompok sarjana (scholar) dan profesional kelahiran Kalimantan Tengah yang tersebar di berbagai negara (Diaspora) maupun yang berada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lumbung Pangan Berkelanjutan: Pokok-pokok Pikiran Pandangan Masyarakat Lokal "Utus Itah" Kalimantan Tengah

23 Agustus 2020   08:08 Diperbarui: 23 Agustus 2020   08:12 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Program Lumbung Pangan (food estate) yang baru-baru ini dicanangkan Pemerintah Pusat sebagai salah satu Program Strategis Nasional (PSN) untuk menjawab prediksi krisis pangan terdampak pandemi Covid-19 dan direncanakan berada di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah. 

Pengembangan ini kemudian menjadi perhatian publik luas di ranah lokal, nasional maupun internasional karena  memanfaatkan kawasan eks-Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Provinsi Kalimantan Tengah. 

Sebagaimana diketahui bersama, kegagalan Proyek PLG pada area 1,4 juta hektar 25 tahun silam masih menyisakan kerusakan lingkungan gambut, dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak budaya yang masih dialami hingga sekarang seperti kebakaran gambut dan bencana asap tahunan, banjir dan berkurangnya cadangan air tawar, amblasan (subsidence), desertifikasi, kemiskinan penduduk di kawasan yang rusak, hingga berdasarkan penelitian terkini memiliki pengaruh terhadap efek rumah kaca karena terlepasnya simpanan karbon ke atmosfir bumi.

Oleh karena program lumbung pangan nasional (food estate) ini menuai pro dan kontra di masyarakat luas. Sebagai bagian dari masyarakat Dayak Kalimantan Tengah, ”Masyarakat Utus Itah”   terpanggil untuk mempelajari program ini secara komprehensif dari sudut pandang masyarakat lokal khususnya masyarakat Dayak. 

Sejak akhir Juni 2020  ”Masyarakat Utus Itah” telah mengadakan 5 (lima) rangkaian sharing series berupa tinjauan dan diskusi terkait dengan mengundang kaum akademisi dan profesional beserta perumusan pokok-pokok pikiran dengan mengundang berbagai narasumber dengan spektrum luas mulai dari para cendikiawan Kalimantan Tengah.

Misalnya, pengusaha, penemu, praktisi, aktivis Desa Adat, birokrat, antropolog, social forestry, ahli hukum, ahli pertanian, ahli lingkungan hijau (green growth), ahli gambut, ahli paludikultur, ahli pariwisata, ahli informasi teknologi (IT) serta perwakilan berbagai latar keilmuan lainnya untuk sama-sama mendiskusikan berbagai alternatif pandangan, saran bahkan gagasan-gagasan berbasis data terkini yang dapat menggambarkan kondisi teraktual.

Pokok Pikiran berupa kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan rangkaian diskusi tersebut, puncaknya disampaikan melalui live streaming di kanal Youtube utusitah all pada hari Sabtu, 15 Agustus 2020 dengan judul acara ”Pokok Pikiran Masyarakat Utus Itah tentang Lumbung Pangan Berkelanjutan (sustainable food estate)” sekaligus turut memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-75.

KESIMPULAN

Kalimantan Tengah memiliki aset Sumber Daya Alam (SDA) yang besar yang harus dikelola dengan bijaksana dalam kerangka pertumbuhan hijau dan pembangunan berkelanjutan untuk dapat memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal yang berkualitas beserta pembangunan infrastruktur dan teknologi yang berkelanjutan. Pengelolaan hal-hal tersebut memiliki nilai strategis untuk menyelamatkan Indonesia dan Kalimantan Tengah dari fenomena kutukan sumber daya alam (resource curse). 

Segala bentuk pembangunan di Kalimantan Tengah termasuk pengembangan food estate harus dilihat dalam kerangka kebijakan pertumbuhan hijau di mana pembangunan dan pertumbuhan ekonomi harus berkelanjutan secara lingkungan, diterima secara sosial, layak secara ekonomi dan dikelola secara profesional (planet, people, profit and management) untuk mencapai 5 tujuan pertumbuhan hijau, yaitu: pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, pertumbuhan inklusif dan berkeadilan, ketahanan sosial-ekonomi dan lingkungan, ekosistem yang sehat dan produktif memberikan jasa-jasa lingkungan dan pengurangan emisi gas rumah kaca. 

Kekayaan SDA kawasan gambut Kalimantan Tengah memiliki peran penting bagi masyarakat lokal sebagai sumber penghidupan dan regulator hidrologi maupun bagi planet bumi sebagai penyimpan karbon untuk mencegah pemanasan global. Setelah 25 tahun, kegagalan proyek PLG di Kalteng makin diperburuk oleh minimnya pelaksanaan PERDA No. 5 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Tengah 2015-2035 yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan seperti dibukanya daerah konservasi dalam lahan eks PLG untuk perkebunan sawit yang menggunakan metode pembukaan hutan dan pengeringan gambut. 

Akibatnya, kawasan tersebut makin terdegradasi dan makin dituntut usaha restorasi yang sangat serius untuk mengembalikan kondisi dan fungsi alaminya untuk mencegah kekeringan, desertifikasi, kebakaran dan bencana asap, amblasan, banjir dan pemanasan global. 

Mengingat kompleksitas rencana pengembangan lumbung pangan nasional  (food estate) di Provinsi Kalimantan Tengah, maka kajian secara mendalam terhadap aspek lingkungan biofisik, sosial dan ekonomi sangat mendesak untuk dilakukan. 

Aspek-sapek kajian meliputi kondisi biofisik termasuk kuantitas dan kualitas air untuk kepentingan irigasi dari dalam masing-masing unit KHG (kawasan hidrologi gambut), kesesuaian lahan (untuk konservasi, untuk pertanian, perkebunan, perikanan darat dan peternakan), serta dampak dari penggunaan pupuk, pestisida dan herbisida. 

Aspek sosial dan ekonomi menyangkut kajian tenurial/pertanahan, tenaga kerja (lokal dan non-lokal), konsitensi kebijakan yang tepat dan konsisten, kemitraan dengan berbagai lembaga serta rantai pemasaran di setiap level. 

Menimbang kearifan lokal dalam meta mitologi tradisi masyarakat Dayak, disebutkan bahwa setiap orang Dayak yang dilahirkan ke dunia memiliki “empat saudara kembar” yaitu: tanah, air, udara dan hutan (petak tapajakan, nyalung kapanduian, langit katambuan dan kalata padadukan). Oleh karena itu posisi sentral pengelolaan sumber daya alam (SDA) wajib melibatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Dayak itu sendiri, dalam rangka menciptakan harmoni antara manusia dengan saudara kembar mereka (hutan, tanah, air dan udara). 

Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, manusia Dayak ingin mendukung dan mensukseskan setiap kebijakan Pemerintah yang dapat menciptakan kesejahteraan dan keadilan bersama di mana prinsip persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (padiatapa) atau free pre-informed consent (FPIC), termasuk di dalamnya program Food Estate di Kalimantan Tengah.

Hingga sekarang, proses padiatapa atau FPIC dinilai sama sekali belum dilakukan untuk menginisiasi pelibatan masyarakat setempat agar menempatkan masyarakat Dayak sebagai objek atau pelaku utama pembangunan daerahnya.

Kedatangan tenaga kerja non lokal melalui program transmigrasi untuk program food estate juga perlu dikaji kembali agar tidak merugikan masyarakat Dayak dan tidak terjadi permasalahan di kemudian hari. Masyarakat Dayak memiliki basis pengetahuan lokalitas yang kokoh dan kearifan lokal (genius loci) dalam mengelola alam Kalimantan Tengah serta terbukti hidup harmonis dengan alamnya selama berabad-abad, bahkan pada prinsipnya telah memenuhi tiga syarat konsensus dunia modern tentang pertumbuhan hijau dan pembangunan berkelanjutan.

Kearifan lokal Dayak memiliki potensi untuk menjawab permasalahan lingkungan, sosial dan ekonomi yang ada sekarang namun masih belum sepenuhnya diapresiasi. Dalam beberapa kasus, seringkali peladang (petani) tradisional Dayak mendapat stigma negatif dan tuduhan merusak lingkungan, padahal faktanya cara pengelolaan dari luar (asing) yang justru menimbulkan banyak permasalahan lingkungan dan sosial budaya lokal.

Apabila pengembangan lumbung pangan nasional akan memanfaatkan kawasan gambut, maka metode pemanfaatannya dapat dilakukan melalui 2 (dua) alternatif pemanfaatan tanpa mengeringkan gambut yaitu: paludikultur (secara multicropping) dan pariwisata ekologis (ecotourism) serta pariwisata pertanian (agrotourism). 

Paludikultur adalah budidaya lahan (pertanian dan kehutanan) dengan menggunakan tanaman-tanaman asli gambut seperti sagu, tengkawang, gemor, purun, meranti, dll. Saat ini yang menjadi kendala bagi petani dalam menanam tanaman paludikulutur adalah pengolahan paska panen dan akses pasar. 

Beberapa potensi produk yang bisa dikembangkan adalah olahan pangan, rempah dan tanaman obat dari hasil pertanian dan perikanan ramah gambut, dan Industri kerajinan dari bahan baku khas tanaman hutan dan gambut Kalteng seperti rotan, purun, getah nyatu, kayu dan hasil hutan lainnya. 

Pariwisata ekologis (ecotourism) juga menjadi alternatif pemanfaatan kawasan gambut yang berkelanjutan melalui kegiatan pembangunan non ekstraktif tanpa merusak kondisi alamiah. 

Apabila ekowisata disinergikan dengan pariwisata pertanian (agrotourism) dan pariwisata kota dan desa (city and rural tourism) yang telah berkembang di sekitarnya dalam sebuah Rencana Induk Pariwisata Terintegrasi, maka nilai tambah kawasan food estate berpotensi meningkatkan daya tarik wisatawan, meningkatkan pendapatan daerah dan mendorong konservasi ekosistem gambut, konservasi ekosistem danau air hitam dan menjaga habitat alamiah satwa-satwa endemik Kalimantan Tengah yang tentunya sesuai standar baru pariwisata masa depan.  

Namun, nilai strategis ekowisata dan agrowisata belum sepenuhnya diatur secara jelas dalam Perda No. 2 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi (Ripparprov) Kalimantan Tengah 2013-2028.

Kesuksesan pengalaman revitalisasi hutan gambut rusak oleh Yayasan Jumpun Pambelom dengan cara mengembangkan ekonomi lokal dan restorasi hutan gambut melalui pendekatan suksesi alamiah menjadi catatan bernilai penting. 

Didukung oleh sistim pertahanan api terpadu, sehingga hutan rusak menjadi hutan sekunder, dikembangkannya kebun tanaman herbal Dayak, peternakan madu dan ekowisata untuk pengembangan ekonomi lokal sangat perlu diapresiasi. 

Konsep kewirausahaan sosial (social entrepreneurship) serta hutan sosial (social forestry) dan hutan adat yang menekankan aspek keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan hidup merupakan alternatif model bisnis yang sesuai dengan kerangka pertumbuhan hijau di Kalimantan Tengah.

Satu tolak ukur tercapainya pembangunan yang berkelanjutan adalah tata kelola yang baik (good governance) oleh tiga komponen penting dalam negara, yakni pemerintah, masyarakat dan swasta. Ketiganya sama-sama membangun dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas, transparansi berorientasi konsensus (kesepakatan), asas keadilan, efektivitas, partisipasi, penegakan hukum, dan memiliki visi strategis bersama. 

Demikian pula sokongan teknologi informasi dan digital paska Covid-19, menjadi bagian integral tak terpisahkan di dalam pengelolaan SDA, namun bagi SDM untuk kepentingan good governance di pemerintahan melalui penerapan e-government (digital government/online government) serta pada konteks tertentu transformational government untuk meningkatkan informasi dan pelayanan publik yang mumpuni. 

Teknologi informasi juga memiliki peran kunci pada peningkatan kapasitas petani dalam memasarkan hasil produknya, pemantauan kondisi restorasi lingkungan, penanganan tanggap bencana, hingga pemasaran program ekowisata dan agrowisata Kalimantan Tengah dapat menjangkau wisatawan tingkat global.

Mengingat wacana mega proyek food estate sangat sensitif baik secara lingkungan, budaya maupun sosial ekonomi, maka kajian dan perencanaan yang lengkap dan mendalam sangat penting untuk memastikan lumbung pangan (food estate) di Kalimantan Tengah dapat berkelanjutan sesuai dengan tujuan-tujuan dari pertumbuhan. 

REKOMENDASI

Berdasarkan kesimpulan dari hal-hal di atas, maka dapat direkomedasikan 4 (empat) bagian utama, yakni: 

A. Pengelolaan Kawasan Gambut Dan Pariwisata Untuk Pertumbuhan Hijau Di Kalimantan Tengah 

1. Menggunakan Kerangka Pertumbuhan Hijau (Green Growth Framework/GGF) untuk mengkaji Rencana Pengembangan Lumbung Pangan Berkelanjutan (sustainable food estate) dan rencana kebijakan atau program lainnya.

2. Mereview fungsi ruang (RTRWP 2015-2035, RTRW Kota/Kabupaten) khususnya untuk kawasan lindung dan hutan gambut sebagai bagian utama dari pembangunan lumbung pangan berkelanjutan.

3. Komitmen untuk restorasi daerah aliran sungai dan ekosistem hutan yang rusak terutama kawasan gambut dan pengembangan skema pembayaran jasa lingkungan (payment for environmental service/PES). Kabupaten/kecamatan yang berhasil menjaga, merestorasi lingkungan yang rusak dan mencegah kebakaran agar mendapat skema reward.

4. Memasukkan paludikultur (multiple cropping) dalam kebijakan pengembangan lumbung pangan berkelanjutan, memberikan dukungan finansial dan teknologi budidaya dan pengolahan paska panen kepada petani untuk menghasilkan produk dengan standar ekspor serta memfasilitasi akses pasar bagi petani produk paludikultur.

5. Mengembangkan destinasi terintegrasi 3 (tiga) klaster: wisata kota dan desa, ekowisata dan agrowisata, sebagai satu kesatuan portofolio yang berdaya saing di tingkat Internasional ASEAN dan mereview Ripparprov Kalteng 2013-2028 sesuai konteks pembangunan saat ini.

6. Pembangunan fisik wilayah lumbung pangan baik arsitektur dan infrastruktur harus di luar area konservasi dan mengacu pada kaidah-kaidah tata ruang berkelanjutan sesuai standar internasional yang ramah lingkungan dan menyediakan area indoor dan outdoor ramah anak, aksesibilitas bagi kaum difabel (berkebutuhan khusus), taman terbuka, toilet umum berstandar CHS (cleanliness, healthy, safety) hingga papan penunjuk yang jelas, yang seluruhnya ditata dengan konsep artistik lokal.

B. Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Masyarakat Adat 

1. Pemerintah dan DPR dapat segera mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat sehingga Masyarakat Hukum Adat dan hak-hak tradisionalnya dapat diakui dan dilindungi.

2. Penciptaan payung hukum untuk program Lumbung Pangan Berkelanjutan agar akuntabilitas dan transparansi bisa terwujud dan memberikan rentang waktu yang cukup untuk perencanaan dan pelaksanaan  program.

3. Masyarakat Hukum Adat dilibatkan dari sejak tahap perencanaan dan memahami dengan jelas, mengetahui resiko dan kedudukan mereka dalam program tersebut. Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Pemerintah Kabupaten berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk menerapkan Nilai-Nilai Falsafah Betang.

4. Masyarakat Hukum Adat menjadi subjek dan diberikan keleluasaan dalam pengelolaan hutan, tanah dan air sesuai dengan kearifan lokal.

5. Penguatan status tenurial masyarakat adat sehingga hak mereka atas tanah dan hak atas pengelolaan SDA terlindungi.

6. Membentuk Tim Penyusun Draft Naskah Akademik Ranperda Desa Adat dan mendorong semakin banyak desa adat.

7. Pemberian wawasan dan ketrampilan pada tenaga kerja dan petani sehingga reagrarianisasi diterapkan secepat mungkin untuk pengembangan lumbung pangan berkelanjutan.

8. Pemanfaatan tenaga ahli bidang pertanian, perkebunan, perikanan, sosial dan budaya dari kaum akademisi Perguruan Tinggi di Kalimantan Tengah.

9. Pembentukan Lembaga Pemerintah yang menangani bidang Pangan untuk mewujudkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian Pangan dan Ketahanan Pangan Nasional berdasarkan Pasal 126 Undang-Undang Tentang Pangan.

C. Kesejahteraan Ekonomi Bagi Masyarakat 

1. Kajian produk lokal berbasis potensi Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber usaha alternatif berkelanjutan bagi masyarakat setempat.

2. Perbaikan ekosistem kewirausahaan dan sinergi multipihak untuk bekerja sama melalui instrumen pendidikan, kebijakan, pembinaan dan pendampingan, akses teknologi mesin industri, literasi/edukasi managemen kewirausahaan, pendampingan atau peningkatan kapasitas, pendanaan (blended finance), akses pemasaran perlindungan hukum atas hak-hak UMKM dan memudahkan usaha sosial memperoleh sertifikasi organic, fair trade, FSC, dll.

3. Memastikan keterlibatan masyarakat lokal dan melakukan kajian-kajian komprehensif lebih lanjut tentang diversifikasi model usaha-usaha kerakyatan yang berbasis konservasi dan pengembangan masyarakat yang dapat diterapkan di Kalimantan Tengah dan khususnya di kawasan eks Proyek PLG dan program lumbung pangan.

4. Penyusunan Rencana Induk (Master Plan) Ekowisata dan Agrowisata sebagai blue print untuk pengembangan masing-masing kawasan pertanian terpadu (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan) dengan memperhatikan kesesuaian lahan. 

5. Agrowisata diprioritaskan pada pengembangan kluster-kluster potensi pertanian yang unik, baik karena kualitas produk, jenis produk, maupun layanan jasa produk berbasis pertanian yang mempunyai kearifan lokal dan budaya setempat di Kalimantan Tengah

D. Manajemen SDA, SDM dan Teknologi Berkelanjutan

1. Mengkaji aspek biofisik termasuk kuantitas dan kualitas air, kesesuaian lahan (kedalaman gambut dan keberadaan lapisan pirit), serta dampak penggunaan pupuk, pestisida dan herbisida. 

2. Mengkaji aspek sosial dan ekonomi menyangkut kajian sosio-ekonomi masyarakat, tenurial/pertanahan, tenaga kerja (lokal dan non-lokal) dan rantai pemasaran.

3. Restorasi dan revitalisasi fungsi sungai, hutan, gambut dan tanah tergradasi mengingat peran penting mereka dalam lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya sehingga harus terjaga kelestariannya. Pendekatan kearifan alam (suksesi alami) dengan beragam jenis tanaman lokal dapat digunakan untuk mempercepat mengembalikan fungsi gambut sebagai pengatur tata air dan mengangkat perekonomian masyarakat lokal.

4. Pengendalian api gambut harus mengedepankan penguatan kapasitas, jejaring dan kemitraan kelembagaan ditingkat tapak/desa untuk dapat merespon secara cepat kebakaran lahan dan hutan

5. Penerapan Good Governance menciptakan keterbukaan informasi, pertanggungjawaban pimpinan, keterlibatan dan perlakuan adil bagi setiap masyarakat dengan menggunakan prinsip: akuntabilitas, transparansi, orientasi konsensus (kesepakatan), keadilan, efektivitas, partisipasi, penegakan hukum, dan visi strategis. 

6. Investasi pada Sumber Daya Manusia (SDM) lokal Kalimantan Tengah untuk mencetak profesional ahli teknologi informasi dan teknologi terapan lainnya yang berstandar internasional sehingga tidak tergantung pada pihak luar.

7. Menggunakan teknologi informasi dalam memanfaatkan cloud computing dan big data sebagai aset penting di dalam pengelolaan Sumber Daya Alama (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM) dan Program Strategis Nasional (PSN) Lumbung Pangan Berkelanjutan melalui tata kelola pemerintah yang baik (good governance), pendidikan dan pelatihan berbasis teknologi digital, integrated e-commerce systems, menerapkan internet of things di sektor pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, energi, pariwisata serta sektor-sektor bernilai strategis lainnya.

Pembacaan “Pokok Pikiran Masyarakat Utus Itah tentang Lumbung Pangan Berkelanjutan (Sustainable Food Estate)” ini dilakukan pada Sabtu, 15 Agustus 2020 yang disiarkan Live melalui Youtube bit.ly/utusitah-s10-live. 

Acara dibuka oleh Ketua Komite 1 DPD RI Bpk. Dr. A. Teras Narang, SH. Bersama MC oleh Hanny Fauziyah Salman. Kata Pengantar Tim Penyusunan Naskah oleh Hendrik Segah Patianom, Ph.D. Kata Pengantar Perwakilan Diaspora Utus Itah yang ada di Singapura oleh Rio S. Migang. Kata Pengantar Perwakilan Masyarakat Utus Itah Kalteng oleh Dr. Fitria Husnatarina. 

Adapun Pembacaan Pokok-pokok Pikiran diwakili oleh Anggota Tim Perumus, yakni: Bhayu Rhama, Ph.D., Tiwi Etika, Ph.D., Rawintan E. Binti dan Nina Yulianti, Ph.D., serta puncaknya pembacaan Kesimpulan Bersama yang dibacakan oleh Alma Gawei, Ph.D dari Manchester, Inggris.

Pada akhirnya, kumpulan webinar Diaspora Utus Itah bersama Masyarakat Utus Itah Kalteng akan diterbitkan ke dalam bentuk naskah proceeding “Pokok Pikiran Masyarakat Utus Itah Kalimantan Tengah tentang Lumbung Pangan Berkelanjutan (Sustainable Food Estate)” dengan ISBN/KDT dari Perpusnas RI, yang dapat menjadi dasar rujukan utama bagi instansi maupun lembaga terkait dalam pengembangan lumbung pangan berkelanjutan di Kalimantan Tengah.

 

Senin, 17 Agustus 2020

Masyarakat Utus Itah*

 

Contact Person:
Rio S. Migang (Singapura +65 8434 1585)

Fitria Husnataria (Indonesia +62 812 5135 9779)

Alma Adventa (UK +44 7954 781 541)

 

*Masyarakat Utus Itah adalah sekelompok sarjana (scholar) dan profesional kelahiran Kalimantan Tengah yang tersebar di berbagai belahan dunia (diaspora) dan yang berada di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun