Mohon tunggu...
Nova Rio Redondo
Nova Rio Redondo Mohon Tunggu... #Nomine Best Student Kompasiana Award 2022

Mahasiswa Teknologi Informasi UIN Walisongo Semarang. Personal Blog: novariout.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Terkadang HRD dan User Lupa, Bahwa yang Direkrut Hanya Manusia Biasa

13 Juni 2025   20:03 Diperbarui: 13 Juni 2025   20:03 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustration: Interview in Japan | sng.ac.jp

Saya hanya manusia biasa. Bukan lulusan luar negeri, tidak punya sederet sertifikasi mahal, dan tentu saja bukan tokoh fiksi dengan segudang kemampuan.

Saya hanya ingin menulis, melihat dari sisi lain proses rekrutmen yang selama ini lebih sering dibicarakan dari atas ke bawah, bukan dari sisi kemanusiaan.

Dunia rekrutmen kadang seperti memang unik. Di balik pengumuman "kami sedang mencari talenta terbaik," sering kali tersembunyi ekspektasi yang tak masuk akal.

HRD ingin yang cerdas, komunikatif, tahan tekanan, multitasking, berpenampilan menarik, menguasai lima software, dan fasih dua bahasa.

Lalu user (atasan) ingin kandidat yang bisa langsung kerja tanpa perlu dilatih, cepat tanggap, cocok dengan budaya tim, dan siap kerja lembur. Singkatnya adalah mereka ingin manusia setengah dewa.

Tentu tidak salah punya standar. Perusahaan punya hak memilih. Tapi yang kerap terlupakan adalah yang melamar itu manusia biasa, bukan karakter video game yang bisa diatur skill-nya sesuka hati.

Dalam praktiknya, proses rekrutmen sering kali lebih didominasi oleh harapan, bukan kebutuhan. HRD menyusun kualifikasi berdasarkan template ideal, kadang tanpa diskusi mendalam dengan user.

User pun, dalam beberapa kasus, hanya menyerahkan kebutuhan dengan kalimat: "Pokoknya yang siap pakai dan nggak banyak tanya." Hasilnya? Banyak lowongan dengan daftar kualifikasi yang menjulang tinggi tapi tidak selaras dengan realita di lapangan.

Contohnya, sebuah posisi entry level yang mencantumkan syarat "minimal pengalaman kerja 2 tahun". Atau posisi admin yang mengharuskan kemampuan desain grafis, coding dasar, dan kemampuan analisis data lanjutan.

Bukannya efisien, ini malah menjauhkan kandidat potensial yang sesungguhnya cocok tapi terintimidasi oleh daftar kriteria superkomplit.

Kandidat Bukan Sekedar CV

HRD dan user kadang terjebak dalam penilaian dokumen. CV dianggap segalanya. Jika tampilannya tidak menarik atau pengalaman tidak memenuhi syarat, langsung dieliminasi.

Padahal bisa jadi orang itu punya motivasi kuat, kemampuan belajar cepat, atau etos kerja yang luar biasa. Terkadang yang dicari bukan yang mau tumbuh bersama, tapi yang sudah jadi.

Tidak semua user memahami bagaimana cara merekrut dengan bijak. Beberapa hanya ingin hasil akhir tanpa memahami proses. Mereka menyerahkan semua pada HRD, lalu protes jika hasilnya tidak sesuai ekspektasi.

Di sinilah pentingnya komunikasi dua arah. HRD tidak bisa bekerja sendiri. Mereka perlu duduk bersama user, memahami konteks tim, tantangan pekerjaan, dan kultur kerja.

User pun perlu terbuka dan realistis, bukan sekadar menyodorkan wishlist. Karena pada akhirnya, yang akan bekerja bersama kandidat adalah user itu sendiri.

Rekrutmen yang ideal adalah hasil kolaborasi antara HRD dan user. Keduanya harus saling terbuka, saling mendengarkan, dan menyadari bahwa memilih orang bukan sekadar mencocokkan kriteria, tapi juga menilai potensi dan karakter.

Mungkin karyawan hebat bukan selalu mereka yang langsung cocok sejak hari pertama. Kadang mereka adalah orang biasa yang diberi ruang untuk belajar, salah, dan berkembang.

Lebih Realistis dan Manusiawi

Saya tahu, tidak semua HRD dan user seperti itu. Banyak juga yang bijak, terbuka, dan benar-benar ingin memberi kesempatan. Tapi di tengah dunia kerja yang makin kompetitif, sentuhan kemanusiaan kadang tertinggal.

Saya pernah melihat satu perusahaan yang mengirimkan email penolakan dengan pesan personal dan penuh respek. Bukan hanya "kami telah memilih kandidat lain," tapi juga ucapan terima kasih dan semangat untuk pencari kerja.

Sederhana, tapi mengingatkan bahwa di balik sistem dan proses, ada manusia yang sedang berjuang.

Rekrutmen tidak harus selalu sempurna. Tapi ia harus jujur dan manusiawi. Jika HRD dan user bisa duduk bersama, menyusun kebutuhan yang realistis, dan membuka ruang bagi manusia biasa, mungkin perusahaan justru akan menemukan talenta yang lebih loyal dan bertumbuh.

Tidak ada kandidat yang 100% cocok. Yang ada hanyalah orang-orang biasa yang diberi kesempatan luar biasa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun