Karena itulah dibentuk lembaga-lembaga khusus dengan kewenangan yang sangat besar sehingga sering disebut super body, seperti KPK, agar penuntutan para pelaku secara hukum dapat menghasilkan hukuman-hukuman maksimal. Â Dengan demikian tercipta perasaan takut kepada calon pelaku dan efek jera kepada pelaku. Dalam perspektif ini, mengedepankan pertimbangan ekonomi merupakan bentuk penyelewengan dari komitme pemberantasan korupsi.
Untuk menciptakan efek jera tersebut negara semestinya bersedia menanggung biaya-biaya proses hukum tanpa mempertimbangan imbal balik langsung (pemasukan) dari pengembalian dana hasil korupsi. Pemberantasan korupsi bukan kegiatan ekonomi tetapi bagian dari pembangunan bangsa dengan visi jangka panjang. Jika semangat anti-korupsi berhasil ditanamkan  hingga ke akar rumput, keuntungan yang didapat negeri ini jauh lebih besar dari nominal pengembalian dana hasil korupsi.
Dalam strategi penegakan hukum, memang dapat dipahami adanya pemilahan kasus untuk menentukan prioritas mengingat keterbatasan sumber daya penegak hukum. Tapi secara prinsip, semua kasus korupsi harus diproses secara hukum. Negara mesti berdiiri tegas ibarat singa tanpa belas kasih terhadap para pelaku kejahatan luar biasa.
Para pakar hukum memang masih sering memperdebatkan pendasaran legal atas pelabelan korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Tapi biarlah perdebatan tersebut menjadi domain para pakar hukum. Kita dapat menumukan legitimasi atas pelabelan tersebut dari pernyataan-pernyataan para pejabat. Presiden sendiri beberapa kali menekankan hal tersebut. Untuk menyegarkan ingatan kita, Presiden Jokowi  ketika ditanya tentang isu pelemahan KPK pada 2017 silam, dengan tegas mengatakan "Saya mengingatkan pada kita semua bahwa korupsi kejahatan luar biasa. Oleh sebab itu harus kita berantas dan lawan"(Tempo.co, 10/09/17). Di hari anti korupsi ini, kita berharap presiden dapat menegaskan kembali komitme tersebut dan agar aparat hukum menajuhi sikap permisif terhadap kasus korupsi.