Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hidup Berdampingan?, Konflik Manusia dan Gajah Makin marak Bagaimana Bisa Harmoni?

2 Oktober 2025   13:49 Diperbarui: 2 Oktober 2025   13:49 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
koridor gajah di hutan lestari-by geopix.id

konflik gajah vs manusia, serangan gajah-ina koran
konflik gajah vs manusia, serangan gajah-ina koran

Pada 29 Agustus 2025, seekor burung lapwing bertopeng mendadak menjadikan sebuah lapangan sepak bola sebagai "rumah bersalin". Ya, burung mungil ini bertelur tepat di tengah lapangan!

Lantas apa yang terjadi? Karena lapwing dikenal sangat menjaga sarangnya, pihak pengelola tak mau ambil risiko. Demi melindungi telur, lapangan resmi ditutup selama 28 hari penuh. Seluruh jadwal pertandingan pun terpaksa dipindahkan ke lokasi lain.

Banyak orang awalnya terkejut, namun lama-lama merasa kagum. Betapa seekor burung kecil mampu menghentikan gegap gempita sebuah olahraga besar. Inilah bukti nyata bahwa alam punya kuasa, dan manusia perlu menyesuaikan diri.

seekor burung lapwing bertopeng di sebuah lapangan bola di Australia-instagram
seekor burung lapwing bertopeng di sebuah lapangan bola di Australia-instagram
 

Apa yang menarik adalah bahwa, kisah ini menjadi pengingat penting, sekecil apa pun makhluk hidup, tetap berhak atas ruang aman. Apalagi di tengah maraknya kerusakan habitat, melindungi satwa liar jadi langkah sederhana untuk menjaga keseimbangan alam. Kalian sepakat?  

Tunggu dulu, tapi dalam praktik yang lain ternyata itu bukan urusan yang mudah. Buktinya, ratusan hingga ribuan kasus konflik satwa dan manusia masih terus tercatat hingga sekarang ini. Siapa yang harus dipersalahkan, satwa yang menganggu ruang hidup manusia, atau sebaliknya habitat satwa yang dikuasai manusia.

Paradigma berpikir terbaliklah yang menang sekarang. Satwa adalah hewan penganggu, titik!. Merusak kebun sawit, masuk ke permukiman penduduk, menyerang ternak, menyerang manusia. Maka akhirnya dengan alasan "menjaga keselamatan manusia" maka satwa penganggu layak untuk ditumpas.

serangan gajah kepada manusia-radar tanggamus disway
serangan gajah kepada manusia-radar tanggamus disway

Di tahun 2016, saya sempat merekam perjalanan suami ke Bener Meriah. Sebuah titik kabupaten di perbatasan Aceh Tengah. Apa yang menarik dari rekaman perjalanan suami saya itu karena selama seminggu bersama rombongan tim, termasuk di dalamnya beberapa wartawan dari harian besar seperti Kompas, Tempo dan lainnya. Mereka merekam jejak peristiwa konflik satwa vs manusia, yang menyebabkan seorang pekebun meninggal.

Kejadiannya sebelumnya meskipun mengenaskan tercatat sebagai cerita yang langka. Korban yang ditemukan tewas adalah seorang ibu yang ketika itu mengunjungi kebunnya bersama seorang balitanya. Pada saat serangan itu terjadi, induk gajah yang menyerangnya, hanya melukai ibunya tapi berusaha menjaga bayinya agar tetap selamat. 

Sang induk gajah mengambil bayinya dan meletakannya di bawah pohon. Hingga tim penyelemat menemukan jasad ibu tersebut, sang bayi selamat dan tengah duduk di bawah sebatang pohon tanpa terluka sedikitpun.

Peristiwa lainnya yang diceritakan langsung oleh suami saya, menurut penuturan para saksi di lokasi kejadian yang lain juga menunjukkan sesuatu yang unik tentang satwa gajah tersebut. Pagi setelah kebun "dirusak" puluhan ekor gajah, seorang penjaga kebun di temukan tewas. Saat upaya evakuasi dilakukan, seorang penduduk yang"dituakan" mendekati seekor induk gajah, memanggilnya dengan sebutan "Abang Kul". "Abang Kul, izinkan kami mengambil jasad teman kami." Ajaib, tak lama pimpinan gajah yang dipanggil Abang Kul itu seperti memberi tanda agar kawanannya mundur, sehingga proses evakuasi bisa dilakukan.

Peristiwa itu juga menunjukkan bahwa sejak lama, "kearifan lokal" masyarakat di pinggiran hutan dan para satwa sebenarnya telah terjalin manis. Tapi perusakan hutan dengan alasan "ekonomi dan pembangunan" menjadi dalih rusaknya hubungan yang baik tersebut.

kawanan gajah dipimpin gajah betina-jcc network
kawanan gajah dipimpin gajah betina-jcc network

Memahami Paradigma Gajah

Pada malam pertama kunjungan tim ke lokasi terjadinya penyerangan gajah, tim melihat langsung kawanan gajah berjumlah lebih dari sepuluh ekor berjalan menuju hutan dari arah kebun. Pagi harinya kawanan gajah itu kembali, Induk gajah betina memimpin kawanan gajah yang biasanya terdiri dari anak-anak gajah dan gajah muda.

Gajah-gajah muda yang baru puber inilah yang seringkali merepotkan induk gajah betina. Mereka sering bertindak labil, berjalan zig-zag di luar jalur, menggoda manusia ke pinggiran ladang, karena mereka sedang dalam masa mencari pasangan.

gajah muda yang labil saat birahi-lampung inews
gajah muda yang labil saat birahi-lampung inews

Masa birahi mereka ditandai dengan munculnya cairan di dekat bagian belakang telinga. Cairan itu membentuk semacam garis berwarna hitam atau coklat. Bagi yang memahami pertanda alami itu akan berusaha menjaga jarak, dengan gajah muda yang labil tersebut. Dalam masa birahi gajah muda menjadi sangat agresif, meskipun terlihat tenang sekalipun, dan cenderung bisa menjadi penyerang tidak terduga.

Gajah yang tidak sengaja berpapasan dengan manusia juga harus diwaspadai. Umumnya gajah dewasa yang berjalan sendirian. Jika kita ketakutan lalu panik berlari, atau melawan justru bisa mendapat perlawanan sengit dari kawanan gajah. Gajah pada dasarnya juga mengalami situasi yang sama dengan kita, panik!.

waspada berpapasan dengan gajah liar-republika
waspada berpapasan dengan gajah liar-republika

Gajah yang bertemu manusia biasanya akan memberi tanda dengan menegakkan telinganya untuk beberapa saat. Pada saat itu sebenarnya menjadi sinyal atau tanda dari gajah, bahwa ia sedang berusaha mendeteksi, apakah manusia di depannya akan menyerang, sehingga ia akan berusaha melihat apakah akan membalas, atau ada jalan keluar lain di depannya. Jika ia sudah menemukan "solusi" bagi dirinya, maka ia akan melenturkan daun telinganya. Jika saat itu kita mundur dengan teratur, maka gajah akan membiarkan kita pergi, tapi jika kita membuatnya panik, maka ia juga akan bereaksi dengan cepat dan ganas.

Sedangkan anak-anak gajah yang lebih kecil lebih mudah dikendalikan induk pemimpin kawanan yang biasanya gajah betina. Seperti layaknya anak-anak manusia, anak-anak gajah juga bermain saat sampai di lokasi kebun tebu milik warga, mengunyah batang-batang tebu. Tim investigasi di lapangan bahkan menyaksikan anak-anak gajah memainkan ban-ban bekas traktor yang teronggok di kebun.

Kawanan  itu juga menggosok badannya ke batang pohon atau gubuk milik penduduk yang berada di area kebun, sehingga menimbulkan kerusakan. Kawanan gajah juga tertarik dengan bau garam yang biasanya ada di gubuk, penciumannya yang tajam seringkali membuat mereka membongkar gubuk-gubuk itu untuk menemukan bubuk garam

gajah liar masuk kampung-tribunews
gajah liar masuk kampung-tribunews

Gajah adalah binatang yang "disiplin" pada jalur pakan alami yang menjadi sumber makanannya. Sepanjang waktu, ia akan berjalan sepanjang rute tradisional mereka. Memakan secara rutin sambil terus bergerak pada rute yang sama tidak pernah berubah sepanjang hidupnya. Bagian yang di makan saat ini, saat ditinggalkan akan tumbuh seperti sediakala. Dan ketika kunjungan berikutnya tanaman itu sudah tumbuh subur untuk makanan tahap berikutnya. Begitu seterusnya.

Ketika jalurnya diambil alih manusia sebagai kebun atau ladang, karena jalur itu merupakan jalur makanan alaminya, maka secara alami juga gajah tidak mau memilih jalan memutar. Tapi menerabas apapun rintangannya sepanjang itu merupakan jalur makanan alaminya.

kerusakan oleh kawanan gajah-nanggroe media
kerusakan oleh kawanan gajah-nanggroe media

Perilaku yang dianggap oleh manusia sebagai "merusak" ladang atau kebun inilah yang kemudian menjadi pangkal atau biang konfrontasi, konflik antara manusia dan gajah. Gajah di racun, di usir dengan kekerasan atau dijebak. Kematian seekor gajah juga menimbulkan dendam bagi kawanan lainnya.

Pada saat kunjungan, tim bisa melihat pergerakan kawanan gajah melalui drone. Tapi penduduk yang tinggal di kawasan tersebut sudah terbiasa melakukan patroli sepanjang waktu, terutama di malam hari dengan membawa petasan.

Penduduk membagi kelompok di masing-masing sisi jalur yang sering dilewati kawanan gajah. Tim penghalau yang terkoordinasi melalui hape, akan menembakkan petasan atau meriam karbit dari paralon ke udara ketika kawanan gajah mendekat ke arahnya. Tujuannya hanya untuk menghalau, bukan melukai atau membunuh.

Namun konflik yang berketerusan itu sangat melelahkan. Terutama bagi para penduduk yang harus berjaga sepanjang waktu, dan karena kawanan gajah harus terus bergerak nomaden demi bisa tetap bertahan hidup bersama kawanannya. Apalagi ketika jalur pakan alaminya dirusak.

gajah di habitat yang rusak-detikcom
gajah di habitat yang rusak-detikcom

Sulitnya Mencari Titik Win-Win Solution

Konflik yang terus berlarut kemudian memunculkan beragam solusi. Salah satunya membuat parit yang membatasi kebun atau ladang dengan hutan. Parit dimaksudkan hanya untuk membatasi ruang gerak kawanan gajah. Tidak untuk menjebak atau membunuh.

Namun solusi itu bukan win-win solution, karena lebih menguntungkan manusia yang tidak lagi repot harus berpatroli mengawal daerah perbatasan kebun dan hutan "milik" gajah. Gajah merasa dicurangi karena jalur pakan alami mereka terputus. Dari hasil temuan di lapangan saat tim melakukan investigasi, gangguan juga masih terus terjadi.

Solusi yang lebih ramah pada satwa, tidak hanya gajah adalah dengan membuat koridor satwa. Utamanya koridor gajah di tempat dimana konflik satwa gajah dan manusia terus terjadi. Koridor menjadi jalan masuk gajah menuju ke jalur pakan alaminya. Sepanjang rute itu tidak diganggu, maka gajah cenderung untuk kooperatif dengan lingkungan barunya.

Dalam skema "Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI)", koridor gajah telah dijalankan, kerangka ini juga akan direplikasi di Lampung.

Mengapa koridor gajah dianggap penting karena habitat terkadang menyusun fragmentasi dan banyak jalur migrasi gajah yang hilang karena kebun, tanaman komersial, atau permukiman. Koridor menghubungkan habitat-habitat yang terpisah, memberikan keamanan ruang gerak untuk satwa.

Sistem lain yang dikembangkan untuk mengatasi konflik adalah penggunaan pagar yang memanfaatkan sarang lebah sebagai penghalau alami karena berdampak positif ganda memberi manfaat tambahan dari madu. Konstruksi sederhana, biaya relatif rendah, bisa dibangun masyarakat.

kawanan gajah di koridor yang aman-tempo.co
kawanan gajah di koridor yang aman-tempo.co

Namun pilihan yang lebih canggih adalah teknologi sebagai pengawas dan penghalau, meskipun sekali lagi ini bukan solusi win-win solution terutama bagi gajah itu sendiri. Fence fisik non-listrik yang kuat seperti ELEFence di Malaysia, yang tahan terhadap tekanan gajah, punya komponen modular yang memudahkan pemasangan dan pemeliharaan. Lebih aman dan lebih ramah terhadap lingkungan dibanding pagar listrik yang bisa berbahaya bagi satwa atau manusia.

Atau yang menarik seperti dilakukan di Afrika, menggunakan Repellent bau atau zat alami. Uji coba "smelly repellent" dengan bahan lokal seperti cabai, bawang, kotoran hewan dan lainnya, menunjukkan pengurangan serangan terhadap tanaman (raiding) oleh gajah sebesar 82% di banyak lahan di Uganda.

Namun sebenarnya yang harus terus didorong adalah Pemerintah harus melakukan perencanaan spasial dan kebijakan dengan zonasi lahan secara serius disertai "niat baik". Mengatur area mana yang boleh dijadikan kebun atau perkebunan, dan mana yang perlu dibiarkan sebagai jalur satwa dengan dukungan regulasi yang jelas. Tanpa hal itu semua, kerja keras, dan bahkan teknologi mahal rasanya menjadi sia-sia.

referensi: https://geopix.id/2025/03/13/cerita-tentang-datuk-jejak-gajah-yang-kini-terancam/

https://geopix.id/2025/09/11/reactive-statement-tari-dan-masa-depan-gajah-sumatera/

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun