Harusnya kita introspeksi, apakah sayang dan cinta saja cukup untuk membuat kita bertahan, apakah hubungan toxic ini layak diteruskan? Meski terasa pahit, tetapi bisa jadi lebih menyehatkan jika harus dihindari, daripada memaksa diri masuk ke lingkungan keluarga yang tidak pernah bisa meneriam kehadiran kita.
Bagaimanapun cinta antar pasangan butuh tempat yang nyaman dan aman untuk bertumbuh, tanpa harus terus-menerus berhadapan dengan sikap toxic dari pihak keluarga. Memang ya harus kita akui calon mertua memang tidak bisa kita pilih, tetapi mungkin cara kita merespons mereka bisa saja menentukan ke mana arah kisah cinta antar pasangan.
Jadi jika keputusannya harus bertahan atau mundur sebenarnya bukan cuma soal berani atau gentar, tapi ini juga menyangkut bagaimana menjaga martabat dan kesehatan jiwa. Masa kita mau hidup merana sepanjang waktu selama hidup bersama camer satu atap lagi. Hubungan toxic jika dibiarkan bisa berpengaruh pada kesehatan mental dan keharmonisan rumah tangga.
Sekarang yang juga menjadi kunci penting adalah, apakah pasangan kita bisa dan bersedia serta mampu bersama kita menghadapi tekanan dari orang tuanya? Jika jawabannya tidak, mungkin perlu dipikirkan ulang langkah selanjutnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI