Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Tak Semua Camer Toxic Itu Permanen, Mungkin Hanya Butuh Transisi

29 Agustus 2025   22:37 Diperbarui: 5 September 2025   10:54 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mertua dan menantu tak akur.(Shutterstock/Bear Fotos via Kompas.com)

bertengkar dengan camer-suara.com
bertengkar dengan camer-suara.com

Jadi bersabar untuk memahami latar belakang calon mertua juga bisa jadi solusi. Bukan juga kita setuju dengan cara-caranya, tapi paling tidak memberi ruang empati, siapa tahu perlahan-lahan akan berubah dari musuh jadi menantu kesayangan.

Kenapa sih camer sering jadi ganjalan? Jika dicermati sebenarnya juga ada alasan sederhana. Misalnya yang paling jelas karena camer dan calon menantu kan beda generasi, beda zaman, bisa beda kesukaan. Jika camer suka kecap merek kuntul, ternyata menantu suka kecap merek blibis. Akhirnya beda cita rasa, beda hati.

Cara ngomongnya juga beda, camer pakai bahasa bahasa halus penuh unggah ungguh, sementara calon menantu pakai bahasa prokem. Pasti saja jelas sopan santunnya.

Belum lagi karena jaman sekarang makin mengerikan perilaku cara berpacaran, dan lainnya maka camer menjadi sangat protektif pada anaknya. Malah ada orang tua yang sulit melepas anak, karena takut dan menaruh curiga berlebihan pada calon menantu.

Apalagi kalau yang sudah terbiasa pakai rumus, bibit, bobot dan bebet alias latar budaya, perbedaan adat, kebiasaan, atau status sosial langsung bisa menjadi pemicu ketegangan. 

Saat Menguji Apakah Pasangan Kita Pasangan Sejati

Konflik dan situasi dilematis sebenarnya menjadi kesempatan kita sebagai pasangan untuk menguji. Misalnya saja, ketika camer bertindak keras, apakah ia berada di sisi kita membela. 

Harus dipastikan bahwa dalam relasi yang sehat, pasangan tidak boleh bersikap netral ketika pasangannya diperlakukan tidak adil oleh keluarganya. Ia harus hadir sebagai mediator yang adil. Bila pasangan mampu menjembatani dengan tenang, sering kali konflik bisa mencair.

Jadi sebagai pasangan kita bisa mengukur, jika pasangan justru diam atau bahkan membiarkan perlakuan buruk terjadi, situasi yang dialami calon menantunya itu tidak seimbang itu menjadi alarm serius. Sebab, setelah menikah, bukan tidak mungkin perlakuan serupa akan terus terjadi dan berulang.

pasangan yang peduli-bola.com
pasangan yang peduli-bola.com

Jadi cinta tak boleh membuat orang buta. Cinta bukan segalanya, seperti ditulis dalam lirik lagu. Cinta bukan berarti mengorbankan harga diri. Bagaimanapun hubungan dengan calon mertua tetap ada batas yang jelas juga, dalam istilah psikologi disebut healthy boundaries. Jadi kita bisa menghormati calon mertua tanpa harus mengizinkan diri kita diperlakukan semena-mena.

Memang tidak mudah ya, ketika konfrontasi dengan camer harus dihadapi dengan hati yang tabah sekalipun. Apalagi dalam tradisi adat ketimuran, harus hormat pada yang lebih tua.

Tidak sedikit calon menantu yang sudah berkorban berdarah-darah jiwa dan raga, tapi tetap mendapat penolakan. Sudah mencoba memahami, berkomunikasi, dan menjaga batas, tapi perlakuan buruk tidak juga berubah. Persis yang kita lihat dalam sinetron. Bila kondisi ini terus berlanjut, masa iya kita terus bertahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun