Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menikmati Debat Capres Sebagai Acara Hiburan Politik

26 Januari 2024   11:04 Diperbarui: 28 Januari 2024   20:03 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana debat putaran keempat cawapres beradu gagasan sumber gambar antaranews.com

debat perdana capres yang penuh dengan
debat perdana capres yang penuh dengan "kejujuran" sumber gambar antaranews

Ketiga; Joget dan Pantomin Capres-Cawapres

Memang akan terkesan bias dan memihak karena pembahasan terus-terusan tertuju pada paslon tertentu. Sayangnya kita tak bisa lepas dari fakta tersebut karena "ceritanya " berasal dari sana. Sudut pandang ini juga muncul karena dalam kebiasaan adat ketimuran perilaku yang muncul dalam debat dipandang sesuatu yang tidak biasa. Terutama soal "etika".

Barangkali ini juga mengapa netizen dan dunia medsos menganggap salah satu paslon memang bisa menjadi sumber konten. Medsos menjadi ruang "pertarungan dan persaingan" konten. Makin aneh makin membuat konten dilirik dan menarik.

Dan terlepas dari sengaja atau tidak sengaja, kelakuan para capres dan cawapres di panggung debat justru menjadi bahan konten baru. 

Saya menangkap esensi ini sebagai bahan untuk bisa menjangkau kelas bawah yang tak mau ambil pusing dengan urusan politik yang serius, dibawa santai saja, barangkali itu intinya. Dan konten medsos berhasil mencapai tujuan itu.

Faktanya, ketika menunjukkan sisi kelemahan ketika berdebat dan beretorika, namun disisi lain justru  respon kekurangannya dengan emosi atau berkelakar, menjadi daya tarik baru di medsos.

Saya terkejut ketika capres nomor urut 2, Prabowo berjoget santai ketika menjawab pertanyaan serius soal kasus naiknya cawapresnya melalui jalur cepat MK. Saya menangkap substansi jawaban bahwa kondisi politik kita memang sangat buruk, sehingga salah kaprah melangkahi konstitusi dianggap sebagai sesuatu yang biasa, "tau sama tau".

Padahal politik nakal tidak prosedural itulah yang semestinya harus kita perbaiki, bukan dilanggengkan, sehingga saya malah makin kuatir, ketika penonton dan netizen tidak menangkap esensi demokrasi yang rusak, tapi malah tertarik dengan "jogetnya".

Dan persis seperti kenehan salah tangkap substansi (atau disengaja), jogetnya jadi konten, tapi substansi MK tidak prosedural malah diabaikan.

Begitu juga ulangan kejadian dari debat cawapres tahap kedua, ketika lagi-lagi soal ala cerdas cermat dan kali ini ditambah versi bahasa indonesianya muncul--greenflation--"inflasi hijau sesederhana itulah artinya", ujar  sang cawapres -Gibran santai. Tapi kita tak mendapat jawaban yang akurat gara-gara soal jebakannya.

Untungnya moderator debat sudah dapat masukan soal mekanisme baru, agar soal singkatan dilarang dan harus dijelaskan agar mendapat jawaban yang kongkrit,dan bukan sekedar terjemahan.

Saya melihat situasi ini berasal dari "persaingan" sebelum debat dimulai ketika "anak sekcil itu melawan Mahfud" (judul sebuah artikel di kompasiana) yang mungkin bisa mewakili munculnya sebuah upaya "perlawanan" yang diseting masing-masing paslon, ketika Gibran kelak harus berhadapan dengan Prof Mahfud dan Cak Imin yang berpengalaman banyak dalam debat cawapres.

Pada akhirnya jurus gimmick dan pertanyaan ala cerdas cermat sukses menghasilkan konten yang menarik di medsos, tapi tak menghasilkan substansi jawaban yang menarik dari sisi kontektual debat capres-capres yang bermutu.

Saya melihat jawaban dari lawan usai pertanyaan singkatan lebih bernuansa "kesal" dengan tak memberikan jawaban yang diharapkan karena telah terpancing emosi. Tentu kita mafhum jika seorang senior seperti Prof Mahfud juga tak mau dipancing dengan gimmick recehan (istilah ini langsung dari prof Mahfud sendiri di acara debat itu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun