Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pahami Dulu Apa "Workplace Bullying", Biar Tahu Cara Meresponnya Dengan Baik!

15 Juli 2023   22:55 Diperbarui: 30 Juli 2023   22:01 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
workplace dikantor dengan penghinaan-sumber gambar Tribunbali

Ada orang yang cenderung yang memilih jadi "bawang putih", ketika di teror para "bawang merah" di kantor, karena meski diteror akhinya bisa menikah dengan raja. Tapi dalam kehidupan nyata?. Habis diteror justru merana, hanya di sinetron banyak "bawang putih" jadi permaisuri. Mungkin sebagian kita masih ingat kan, dongeng tradisional kita jaman dulu, tentang kisah Bawang Putih dan Bawang Merah?. 

Dimana orang sering memperlihatkan perilaku workplace bullying?, di sinetron!. Karena sinetron juga menggambarkan apa yang terjadi dalam kehidupan nyata, yang divisualisasikan kembali dan didramatisir.

Meski hidup bukan sepenuhnya drama, tapi banyak "drama" didalam kehidupan kita. Bahkan jika kita kepingin membuat drama dari kisah nyata diri sendiri saja, bukan cuma satu bahkan bisa dibuat serial dengan  sekuelnya sekalian.

Tapi benarkah workplace bullying memang benar-benar terjadi?. Apa sebenarnya workplace bullying, apakah setiap orang yang bekerja pernah mengalaminya.

Rasanya orang yang pernah bekerja, pernah mengalami workplace bullying meski kadarnya saja yang berbeda.Paling minimal dicibir sama rekan kerja. Jika mereka bukan kalah prestasi, bisa jadi kalah daya tarik.

Seperti di sinetron, ketika asisten rumah tangga dikerjai majikan dengan overload pekerjaan, padahal ia tak punya kesanggupan bekerja sampai lembur, tapi justru dipaksa lembur dengan timbunan pekerjaan yang harus selesai secepatnya.

Lain halnya jika kita dikasih banyak pekerjaan, tapi juga dikasih waktu yang cukup, dengan sumber daya cukup, tapi karena sering menunda pekerjaan akhirnya menumpuk dan terpaksa harus kerja ekstra.

Kenali Dulu Apa Itu Workplace Bullying


tipe-tipe bos dan karyawan sumber gambar Blogunik
tipe-tipe bos dan karyawan sumber gambar Blogunik

Workplace bullying sebenarnya  bentuk tindakan agresif di tempat kerja yang dilakukan oleh rekan kerja atau atasan secara sengaja dan berulang kali dengan tujuan melukai atau membuat seseorang tidak nyaman .

Tingkat "kejahatan" perilaku workplace bullying yang terjadi pada korbannya juga punya tingkat keparahan (severity) yang berbeda. Persis di sinetron-sinetron Indonesia, menyalahgunakan kekuasaan, dengan memberi tugas yang berlebihan di luar kapasitas bawahan atau rekan kerja dan terjadi di sepanjang episodenya.

Sebagai misal karena faktor kebencian atau bentuk ketakutan adanya persaingan kuasa karena rekan tersebut dianggap memiliki kapasitas yang "berbahaya" bagi karier.

Dampaknya bisa sekedar terkena punishment dari kantor atau dari majikan yang berdampak psikis, atau lebih parah lagi mendapat luka fisik.

Mengambil atau mengakui ide rekan atau bawahan sebagai ide pribadi demi penghargaan diri sendiri, demi kenaikan jabatan atau promosi. Padahal gagasan tersebut diperoleh dari rekannya sendiri.

Sistem senioritas sering menjadi penyebab munculnya kasus workplace bullying seperti ini. Didalam perusahaan asuransi, agen pemula sering dibebani target yang harus dilaporkan pada supervisor di atasnya.

Dalam beberapa kasus, calon nasabah yang memiliki probability menguntungkan sebagai calon nasabah yang dinilai positif, sering diambil alih atau dengan kata lain "direbut" si supervisor dari agen dibawahnya.

Perilaku mengucilkan atau mengabaikan rekan kerja, khususnya ketika rekan berbicara atau bertanya, tentu saja banyak alasan pemicunya. Jika dilingkungan kerja, kalau bukan persaingan, tentu saja kecemburuan sosial karena personaliti atau penampilan dan sejenisnya.

Membicarakan atau menggosip alias meng-ghibah rekan atau orang lain tentang hal-hal yang memang tidak benar, sebagai cara memojokkan, mencari kambing hitam atau kampanye hitam. Lagi-lagi juga bisa karena persaingan.

Atau bahkan lebih fatal, menjatuhkan atau merusak nama baik rekan kerja atau bawahan.

Termasuk mengolok-olok, memarahi, membentak, atau bersikap agresif secara verbal kepada rekan kerja di depan orang lain.

Apalagi jika sampai menggunakan cara kekerasan secara fisik, memukul, atau bersikap agresif secara fisik terhadap rekan kerja.

Dengan begitu banyak kemungkinan perilaku workplace bullying yang bisa terjadi, maka korbannya juga tak pernah berkurang. Bahkan seringkali korbannya tak menyadari jika ia sedang mengalami workplace bullying, karena ia merasa sebagai anak bawang di kantor.

Paling umum terjadi seperti saat perpeloncoan pegawai baru yang katanya masa orientasi, dengan meminta pegawai baru untuk menuruti perintah senior meski sekedar membuat minuman, padahal  bukan job desk-nya.

Ketahui Juga Dampaknya

Workplace bullying di kantor-digunjing rekan kantor sumber gambar KlikDokter
Workplace bullying di kantor-digunjing rekan kantor sumber gambar KlikDokter

Workplace bullying dapat memicu peningkatan psychological distress. Psychological distress adalah serangkaian gejala fisik dan psikis yang menyakitkan dan berhubungan dengan perasaan negatif yang dialami seseorang .

Psychological distress merupakan tekanan psikologis yang bersifat merugikan dan juga merupakan tahap awal dari masalah kesehatan mental. Salah satu tanda dari psychological distress yang dialami karyawan adalah adanya perasaan tidak nyaman ketika ingin berangkat ke tempat kerja ataupun pada saat bekerja.

Perubahan mood saat bekerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor psikis yang diakibatkan oleh dampak workplace bullying.

Perasaan tidak nyaman tersebut dapat terus meningkat menjadi perasaan gelisah hingga ke kondisi sakit fisik, seperti diare, maag, dan sakit kepala. Psychological distress juga muncul dalam bentuk perubahan suasana hati yang terjadi secara tiba-tiba (mood swing). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan workplace bullying adalah work demand constraints.

Jadi jika mood swing dialami oleh seseorang dan salah satu penyebabnya adalah karenaa faktor internal di kantor yang membuat kenyamanan bekerjanya terganggu, bukan karena faktor teknis kantor yang kecil dan sempit, bisa jadi itulah dampak dari workplace bullying. Jadi harus mulai diwaspadai.

Work demand constraints adalah suatu kondisi saat individu menghadapi tuntutan atau target pekerjaan, namun pada saat yang bersamaan individu menghadapi hambatan minimnya sumber daya. Misanya terpaksa bekerja manual karena ketiadaan alat atau ketidakmampuan menyediakan alat.

Tuntutan pekerjaan dapat berupa kondisi fisik atau psikologis yang bersumber dari tekanan waktu, beban kerja, ataupun lingkungan pekerjaan.

Dalam banyak kasus, yang pernah penulis dengar dari obrolan santai dengan pekerja di super market retail, mereka mengeluhkan target yang berlebihan, bahkan berkonsekuensi akan mendapat potongan gaji jika target tidak dipenuhi.

Dan beban pelatihan yang awalnya diklaim ditanggung oleh kantor pada akhirnya justru ditanggung oleh karyawan dengan berbagai alasan, karena tingkat prestasi kinerja dibawah standar dan lain-lain yang berifat wanprestasi dan dasar penilaiannya sangat subjektif.

Demikian juga seperti kasus yang pernah terjadi di sebuah super market waralaba, ketika karyawan baru tak menegur  pelanggan atau tak memberi senyuman, di ancam akan diberhentikan oleh supervisornya.

Kebetulan dalam kasus yang sempat mencuat sempat direkamnya sendiri dan dipublikasi sebagai cara untuk mempermalukan, meski sayangnya justru menjadi senjata makan tuan bagi supervisor itu sendiri.

Sedangkan job resource adalah aspek pekerjaan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan motivasi kerja bagi pertumbuhan dan perkembangan pekerja, seperti: otonomi, peluang kemajuan, pembelajaran dan pengembangan.

Bahwa setiap pekerja memiliki peluang yang sama untuk bekerja menjadi lebih baik, berprestasi menjadi lebih tinggi, dengan harapan atau imbalan kompensasi atau promosi. Meski faktor ini pulalah yang sering menjadi pemicu datangnya workplace bullying dari sesame rekan kerja atau bahkan atasan yang menjadi "saingannya" merebut peluang itu.

Work demand constraints terjadi ketika terdapat target pekerjaan namun, di satu sisi job resource rendah (minimnya otonomi). Namun demikian, situasi work demand constraint dapat memprediksi terjadinya workplace bullying tergantung dari kepribadian yang dimiliki karyawan.

Jenis kepribadian yang dapat memoderasi atau menurunkan kemungkinan terjadinya workplace bullying adalah openness to experience.

Kepribadian openness to experience adalah kecenderungan karyawan untuk terbuka terhadap pengalaman, memiliki rasa ingin tahu, menghargai informasi atau karya, suka mencoba hal baru, kreatif, eksploratif, mudah menerima perubahan.

Kepribadian yang cenderung untuk terbuka seperti itu bisa menutup peluang akan mendapat kekerasan akibat dari workplace bullying, karena pelakunya akan berpikir berkali-kali untuk melakukan tindakan tersebut.

Karena bisa saja korbannya memiliki inisiatif untuk melawan dengan melaporkan pada atasannya atau memutuskan sendiri mengambil tindakan perlawanannya.

Dengan kepribadian openness to experience yang dimiliki, karyawan memiliki rasa ingin tahu, akan berusaha mencari informasi, mau mencoba hal atau metode baru, eksploratif dalam mengatasi tuntutan pekerjaan yang ada.

Bagaimana Keluar dari Jebakan workplace bullying?

efek stress akibat workplace bullying sumber gambar-Hypeabis
efek stress akibat workplace bullying sumber gambar-Hypeabis

Menurut dosen Psikologi Universitas Tarumanegara, Michelle Faith Oroh dan P. Tommy Y. S. Suyasa, ada beberapa solusi keluar dari jebakan itu;

Pertama; Membangun kepercayaan diri menerima tugas baru. Dengan memiliki keberanian untuk menerima tugas baru, kita mendapatkan peluang untuk berusaha mencari pengetahuan atau keterampilan baru.

Kedua; Mencoba mencari pengetahuan dan keterampilan yang mendukung penyelesaian tugas, khususnya tugas baru. Misalnya dengan menambah referensi bacaan untuk melihat dan mempelajari pengetahuan atau keterampilan, khususnya yang terkait dengan tugas baru.

Ketiga; Perluas zona nyaman. Jika kita tidak memperluas zona nyaman, maka ruang lingkup kita akan sangat terbatas dan perubahan akan sulit tercapai.

Keempat; Berdiskusi dengan orang lain, agar terbuka peluang atau kesempatan atau wawasan kita untuk mendapatkan cara pandang, pengetahuan, keyakinan, dan motivasi untuk bisa menyelesaikan tugas baru. 

Kelima; Miliki pandangan bahwa perubahan adalah hal yang tidak bisa dihindari. Perubahan merupakan hal yang konstan dalam kehidupan, bisa baik atau buruk. Dan tentu saja orientasi tujuan kita menjadi lebih baik, mana ada orang berubah agar menjadi lebih buruk.

Paling tidak, kita mampu beradaptasi untuk hal-hal yang wajar atas perubahan tersebut.

Jika kita terus bersikap seperti "bawang putih", maka selamanya "bawang merah" dan ibu tirinya akan terus menyiksanya, jika sudah begitu maka hidup kita memang drama sungguhan!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun