Dan kau tahu… Princess langsung jatuh hati padanya. “Wah, bulunya! Lihat cara jalannya!” serunya penuh kagum, seakan lupa kalau kemarin baru saja memuji Felix. Mochi, tentu saja, ikut-ikutan. “Iya, iya! Dia mirip bintang iklan makanan kucing!”
Aku mendengus keras. “Bintang iklan? Huh. Itu Milo mungkin cocok jadi poster kibble sehat. Aku? Aku ini raja—bukan model majalah makanan!” Felix hanya menoleh sekilas. Bibirnya seolah bergumam dingin, “Hm. Tidak buruk.”
Tapi aku tahu betul. Itu kode khas Felix kalau sebenarnya dia agak panas, cuma gengsinya terlalu tinggi untuk mengaku.
Anjing-anjing pun ikut penasaran. Bruno menggonggong heboh sementara Bella melambai-lambaikan ekor ramah. Bahkan Rocky, bulldog tua, ikut menoleh. Heboh sekali hanya karena bulu kinclong. Dasar rakyat yang gampang terpesona, pikirku.
Tak lama, Milo mulai berbicara. Ya, harus kuakui ia kucing ramah yang cepat akrab.
“Kalian harus coba kibble merek baru yang kubawa,” katanya penuh semangat. “Rendah kalori, tinggi protein, bagus untuk kesehatan jantung. Aku selalu memakannya. Makanya tubuhku fit!”
Princess bertepuk tangan kecil. “Kedengarannya sempurna!” Mochi matanya berbinar. “Wow, jadi rahasia tubuh bagus itu makanan sehat?”
Aku menatap mereka tajam. “Rendah kalori? Itu artinya sedikit. Bagiku, makanan sedikit hanyalah alat penyiksaan.”
Black tertawa kecil. “Kalau Milo iklan kibble sehat, kau iklan wajah lapar, Bro.” Aku mendengus, pura-pura tak mendengar.
Hari-hari berikutnya, Milo jadi buah bibir. Kucing-kucing kecil suka memanggil namanya, manusia memuji bulunya, bahkan Princess makin sering mendekat dan berjalan manja di sisinya
Aku merasa terganggu. Bukankah akulah raja di sini? Bukankah semua mangkuk sudah jadi wilayahku?