Mohon tunggu...
Rindi Atika
Rindi Atika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya menonton, traveling, dan baca novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pulang

18 Mei 2024   12:24 Diperbarui: 18 Mei 2024   12:26 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan deras mengguyur Jakarta, menciptakan simfoni rintik di atap rumah-rumah dan jalanan yang becek. Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, seorang wanita bernama Dina baru saja menyelesaikan pekerjaannya di sebuah perusahaan media. Dengan langkah cepat, ia menyusuri trotoar yang dipenuhi genangan air, menantikan angkutan umum yang akan membawanya ke stasiun kereta.

Hati Dina berdebar-debar. Sudah lima tahun sejak ia terakhir kali pulang ke kampung halamannya di sebuah desa kecil di Jawa Timur. Waktu itu, ia meninggalkan desa dengan penuh harapan, ingin meraih cita-cita di kota besar. Tapi hari ini, ia pulang bukan untuk merayakan kesuksesan, melainkan untuk menghadiri pemakaman ibunya.

Kereta menuju Surabaya tiba tepat waktu. Dina duduk di dekat jendela, memandangi pemandangan yang berkelebat cepat. Ingatannya melayang ke masa kecilnya, saat ia dan ibunya sering berjalan menyusuri sawah, mendengarkan suara gemerisik angin yang menerpa daun padi. Ibunya selalu tersenyum, memberikan semangat dan keyakinan bahwa Dina bisa meraih apapun yang ia impikan.

Dina menggenggam surat terakhir dari ibunya erat-erat. Surat yang baru ia terima kemarin, ketika ia sedang sibuk mengedit naskah berita. Surat itu singkat, namun penuh makna. "Nak, pulanglah. Ibu ingin melihatmu sekali lagi." Dina tak pernah menyangka bahwa itulah permintaan terakhir ibunya.

Sesampainya di stasiun Surabaya, Dina melanjutkan perjalanan dengan bus menuju desanya. Perjalanan itu membawanya melewati pemandangan yang menyejukkan hati: sawah hijau membentang luas, gunung yang berdiri gagah di kejauhan, dan rumah-rumah penduduk yang sederhana namun penuh kehangatan.

Setibanya di rumah, Dina disambut dengan tangis dan pelukan dari tetangga-tetangganya. Ia langsung menuju ke kamar ibunya, tempat jasad ibunya disemayamkan. Dina duduk di samping peti jenazah, air matanya mengalir deras. Ia merasa bersalah karena tidak bisa berada di samping ibunya di saat-saat terakhir.


Pemakaman ibunya berlangsung sederhana namun khidmat. Dina berdiri di samping makam, menaburkan bunga, dan berdoa. Di dalam hatinya, ia berjanji akan lebih sering pulang, akan menjaga kenangan dan ajaran ibunya tetap hidup.

Malam itu, di rumah yang kini terasa begitu sepi tanpa kehadiran ibunya, Dina menemukan kekuatan baru. Ia tahu bahwa meski ibunya telah tiada, semangat dan cinta ibunya akan selalu menemani setiap langkahnya. Dina menyadari, pulang bukan hanya soal kembali ke tempat asal, tetapi juga tentang menemukan kembali jati diri dan merasakan kehangatan kasih sayang yang pernah ia rasakan.

Dengan tekad baru, Dina memutuskan untuk lebih sering pulang, untuk tidak lagi terjebak dalam hiruk-pikuk kota besar tanpa melupakan akar dan cintanya kepada keluarga. Ia tahu, setiap kali ia pulang, ibunya selalu ada di sana, dalam setiap hembusan angin dan gemerisik daun padi yang pernah mereka dengar bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun