Mohon tunggu...
Miftah Rinaldi Harahap
Miftah Rinaldi Harahap Mohon Tunggu... Partai Hijau Indonesia | New Native Literasi

Sedang bergerilya bersama @Partai Hijau Indonesia, @New Native Literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ada Kedaruratan "Lain" di Kota Padangsidimpuan

9 Juni 2025   22:52 Diperbarui: 21 Juli 2025   11:15 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.unesa.ac.id/pelecehan-seksual-makin-marak-begini-kiat-mengantisipasi-dan-mengatasinya

Namun, kendati demikian, pihak pemerintah Padangsidimpuan maupun kepolisian Padangsidimpuan secara khusus tidak meminta maaf kepada korban karena penyematan status tersangka tersebut. Jadi, saya kira anda bisa membayangkan betapa terguncang psikis korban yang mendapatkan perlakuan tersebut. 

Akhirnya,kasus ini pun berakhir dengan damai dari kedua belah pihak (https://ombudsman.go.id/perwakilan/news/r/pwkmedia--remaja-di-sidimpuan-jadi-tersangka-setelah-dikirimi-video-syur-ombudsman-minta-kapolda-turun-tangan). 

Kasus kedua, terjadi baru - baru ini. Pada 31 Mei 2025 melalui akun Instagram resminya pihak Polres Padangsidimpuan mengunggah sebuah video yang berisi tentang penangkapan pelaku kekerasan seksual. Ini adalah sebuah kasus yang melibatkan seorang paman dan dua orang anaknya yang mencabuli bahkan memperkosa keponakan yang berusia 15 tahun. 

Hal lain yang membuat kasus ini semakin memilukan adalah pencabulan itu dilakukan oleh pelaku kepada korban- sejak ia berusia 10 tahun.Bahkan, menurut keterangan polisi kasus ini telah berlangsung dari tahun 2019 - 2024 (https://www.instagram.com/reel/DKTjNmpSjmU/?igsh=aGlkMmQ0YzluOThu).

Informasi lain yang juga tidak kalah memilukannya adalah korban pernah ditawarkan sejumlah uang oleh pelaku agar tidak melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian. Tetapi syukurlah korban tetap memilih untuk memperjuangkan keadilan untuk dirinya. 

Refleksi terhadap Dua Kasus 

Lantas, apa pelajaran yang bisa kita ambil dari dua kasus ini ? Melalui kasus ini kita menyadari bahwa perempuan masih dianggap seperti sebuah benda. Cara pandang semacam ini yang kemudian menjadikan perempuan sebagai objek yang berguna untuk memuaskan nafsu semata. Cara pandang seperti ini yang kemudian membuat perempuan dipandang seperti komoditas belaka.

Disebut seperti komoditas belaka karena tubuh dari perempuan - perempuan ini dieksploitasi dan ditindas secara brutal. Mereka seolah - olah tidak dianggap sebagai manusia utuh yang mempunyai akal, martabat serta kemandirian untuk bersikap. Bahkan, kehormatan yang telah direnggut dari mereka seolah - olah bisa digantikan dengan sejumlah nominal. 

Dalam soal penyelesaian kasus semacam ini. Kita akan langsung fokus ke hilir yaitu membawanya ke jalur hukum. Tanpa pernah menelisik, apa sebenarnya hulu dari munculnya kasus semacam ini. Membawa persoalan ini langsung ke jalur hukum memang diperlukan, tetapi  jika melihat kompleksitas kasus semacam ini tidak mungkin penyelesaiannya hanya diupayakan melalui jalur hukum. Jalur hukum selalu bersifat setelah kejadian, itu artinya setelah korban mendapatkan tindakan kekerasan yang kemudian menghasilkan trauma bahkan kematian baru pelaku bisa dihukum.

Hal lainnya yang perlu menjadi catatan adalah soal keberpihakan kita terhadap korban yang masih setengah hati. Di ranah hukum sering kita menjumpai penyataan bahwa korban harus menjadi "korban yang sempurna" agar layak dibela oleh publik. Apakah benar demikian? Bukankah, pernyataan itu sama saja dengan menambah penderitaan kepada korban. 

Dalam artikelnya, Shofia Shobah menjelaskan bahwa "korban yang sempurna" adalah sebuah konsep yang mengharuskan korban terlihat dan berperilaku sesuai dengan kriteria tertentu agar layak dibela.Ia menambahkan bahwa ini merupakan mitos. Sebab, tidak ada korban kekerasan yang sempurna apabila disandarkan pada stereotip sosial yang sifatnya subjektif dan rigid. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun