Mohon tunggu...
Rimayanti Z
Rimayanti Z Mohon Tunggu... widyaiswara - Praktisi Pendidikan

Pengajar walau bukan guru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sarung untuk Abak

24 Mei 2020   11:34 Diperbarui: 27 Mei 2020   09:22 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa suara Abak mengambil  semua bekalnya. Lalu berjalan gontai menuju biduk selodangnya yang terletak di pinggir pantai. Jala dan pendayung telah beliau letakkan di perahu sedari tadi.

Aku hanya tercenung melihat dari kejauhan. Hembusan angin darat menerpa tengkukku. Rasa dinginnya menjalar ke seluruh pori-pori. Tapi aku menikmatinya. Kurasa semua anak pantai menyukai hembusan angin darat dan angin laut.

Abak sudah mendorong biduk selodangnya menuju laut. Terus berjalan dalam dinginnya air laut sampai batas betis. Meloncat kedalam perahu dan terus ketengah bersama liuk ombak. Layar biduk yang terbuat dari kain sarung usang itupun terkembang. 

Kain sarung yang penuh tambalan hasil jahitan Amak. Tambalannya warna-warni. Dilangit bulan sabit  terlihat  bersinar. Bias sinarnya memperjelas tambalan itu. Aku terus menatap biduk itu sampai mengecil dan akhirnya hilang dari pandangan.

Betapa inginnya aku ikut menemani Abak melaut. Berangkat dinihari hingga kembali siang nanti bersama hembusan angin laut. Ya, Abak harus memanfaatkan arah angin. 

Karena biduknya tidak memakai mesin. Berbeda dengan perahu motor milik tetanga kami. Biduk hanya bergerak menggunakan pendayung. Jika tidak dibantu angin, maka Abak tidak akan sanggup membawa biduknya kembali ke tepi.

Itulah yang membuat aku selalu ingin ikut bersamanya. Setidaknya aku bisa membantu beliau mendayung. Aku juga dapat meringankan bebannya saat menarik jala setelah ditebar. 

Namun Abak tidak pernah mengizinkannya. Kata Abak aku harus sekolah yang benar. Tidak boleh ikut melaut seperti Abak. Harus pintar. Punya kehidupan yang lebih baik.

Itu juga yang membuat Abak mati-matian memfasilitasi sekolahku. Beliau sanggup mengurangi jatah bekal dan lauknya hanya supaya bisa membelikan aku buku bacaan. Agar aku bisa pintar. Bisa seperti orang-orang.

Sebetulnya dulu Abak bekerja pada kapal bagan Mak Pudin. Gaji yang diberikan Mak Pudin sebagai pemilik bagan lumayan karena tangkapan kapal bagan cukup besar. 

Kapal bagan berbeda dengan biduk salodang Abak yang hanya bisa menempuh perjalanan hingga kepulau pulau kecil sekitar pantai tempat kami tinggal. Kapal bagan dapat menempuh perjalan sampai kelautan lepas. Perjalanan yang ditempuhpun berhari-hari. Wajar jika tangkapannya cukup melimpah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun