Dugaan tersebut salah satunya adanya peningkatan jumlah harta dalam bentuk kepemilikan atau penguasaan pihak yang ditarget dan pihak tersebut tidak mampu menjelaskan peningkatan jumlah harta tersebut yang tidak sesuai dengan penghasilan riilnya. Â Namun bagi yang kontra, akan berpandangan bahwa NCB-AF ini merupakan pelanggaran berat terhadap hak atas kebendaan (liberty of properties), pelanggaran terhadap due process of law, dan adanya kekhawatiran tentang abuse of power. Kekhawatiran-kekhawatiran ini pun beralasan sebab dengan dilakukannya perampasan aset tanpa pemidanaan, berarti tidak ada proses pembuktian dan hak jawab yang diberikan kepada pelaku sebagai salah satu bentuk pelaksanaan atas haknya sebagai manusia.
Selain perdebatan di atas, terdapat beberapa hal yang patut dipertimbangkan oleh legislator terkait NCB-AF dengan menggunakan paradigma Categorical Moral Reasoning dari Immanuel Kant, yaitu:
1. NCB-AF harus dilakukan dengan integritas dengan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang universal;
2. NCB-AF harus objektif, yang berarti tidak tebang pilih dan berlaku untuk semua pelaku, tanpa melihat latar belakang, kepentingan, maupun pengaruhnya;
3. NCB-AF tidak boleh memanfaatkan atau mengeksploitasi pelaku meskipun tujuannya adalah untuk mencapai keadilan;
4. NCB-AF tidak boleh mengambil aset pelaku yang tidak bisa dibuktikan ada dugaannya atau kaitannya dengan dugaan, meskipun tujuannya untuk mengembalikan kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa hukuman atau tindakan yang diambil sejalan dengan keadilan dan tidak melampaui batas yang seharusnya.
5. NCB-AF harus menjamin hak atas privasi pelaku dan orang terdekat termasuk keluarga, terkait dengan cara perolehan informasi aset dan data pribadi keluarga pelaku.
IV. Kesimpulan
NCB-AF bisa menggunakan paradigma Immanuel Kant terkait categorical moral reasoning. Hal ini karena categorical moral reasoning menitikberatkan pada inti dari penyusunan regulasi untuk mencapai keadilan, yaitu ketepatan prosedur dan jaminan atas hak pelaku. Oleh karena itu, jika berpegang pada categorical moral reasoning dari Immanuel Kant, maka dalam RUU Perampasan Aset minimal harus dapat menjamin adanya proses yang adil dan objektif, anti eksploitasi, prinsip proporsionalitas dan keadilan, serta jaminan privasi.
Daftar Pustaka
Buku dan Jurnal Akademik
1. FATF. 2012. Best practices on confiscation (Recommendation 4 and 38) and a framework for ongoing work on asset recovery. https://www.fatf-gafi.org/content/dam/fatf-gafi/guidance/Best%20Practices%20on%20%20Confiscation%20and%20a%20Framework%20for%20Ongoing%20Work%20on%20Asset%20Recovery.pdf
2. Johnson and Cureton. 2022. Kant's Moral Philosophy. Stanford Encyclopedia of Philosophy. First published Mon Feb 23, 2004; substantive revision Fri Jan 21, 2022. Â https://plato.stanford.edu/entries/kant-moral/
3. PPATK. Draft Final RUU Perampasan Aset. https://jdih.ppatk.go.id/storage/dokumen_produk_hukum/Draft%20Final%20RUU%20Perampasan%20Aset%20.pdf
Regulasi
United Nations Convention Against Corruption
Video
Michael J. Sandel. Bahan Ajar Kelas Singkat "Justice", Harvard University. https://learning.edx.org/course/course-v1:HarvardX+ER22.1x+2T2023/block-v1:HarvardX+ER22.1x+2T2023+type@sequential+block@lecture_01/block-v1:HarvardX+ER22.1x+2T2023+type@vertical+block@vert_l1_poll_n (diakses 15 Februari 2024)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI