Mohon tunggu...
Rika Kusumayani
Rika Kusumayani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi berolaharaga, memiliki kepribadian bertanggung jawab, suka mendaki gunung.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tatwam Asi Sebagai Identitas di Era Globalisasi

19 September 2025   18:03 Diperbarui: 19 September 2025   18:03 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tatwam Asi Sebagai Identitas di Era     Globalisasi

            Agama Hindu termasuk dalam kategori agama yang paling tua di dunia, tumbuh dan berkembang sejak sekitar tahun 1500 SM hingga sekarang. Keberlangsungan ajaran ini didukung oleh kedalaman nilai-nilai spiritual, etika, dan budaya yang terkandung di dalamnya serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan zaman. Di tengah gempuran globalisasi dan modernisasi yang sering menghadirkan dampak negatif seperti krisis identitas, penurunan moral, dan hilangnya nilai-nilai tradisional, Agama Hindu tetap menjadi panduan yang mulia dan bermakna. Konsep-konsep seperti samsara (reinkarnasi), karma (hukum akibat-akibat), dan tujuan akhir yakni moksa (kebebasan dari siklus kelahiran kembali), masih diyakini dan diterapkan oleh umat Hindu di berbagai tempat, termasuk di Indonesia.

            Fondasi ajaran Agama Hindu berakar dari kitab suci Veda, yang berisi ajaran filsafat dan spiritual yang mendalam, termasuk konsep dharma, Trimurti, dan prinsip Tat Twam Asi. Ketiga konsep ini menjadi landasan utama yang membentuk sistem kepercayaan, nilai-nilai sosial, dan perspektif umat Hindu mengenai kehidupan. Dalam penelitian Angraeni (2022) yang membahas penerapan nilai Tat Twam Asi dalam pendidikan karakter untuk anak di masa pandemi, dijelaskan bahwa nilai-nilai Hindu bersifat fleksibel dan bisa disesuaikan dengan konteks zaman. Ini menunjukkan bahwa ajaran Hindu, termasuk Tat Twam Asi, memiliki sifat yang dinamis namun tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khasnya.

            Salah satu konsep yang paling krusial dan relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi adalah Tat Twam Asi. Dalam penelitian Giri dan Girinata (2021), Tat Twam Asi dijelaskan sebagai ajaran yang mampu mengubah pola pikir individualis menjadi arah solidaritas sosial. Secara harfiah, istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta: "Tat" berarti "itu" atau "Dia" (merujuk pada Brahman, realitas mutlak), "Twam" berarti "kamu" atau "engkau" (merujuk pada Atman, jiwa individu), dan "Asi" berarti "adalah". Dengan demikian, Tat Twam Asi mengandung makna kesatuan antara Brahman dan Atman, serta mengimplikasikan bahwa semua makhluk hidup pada dasarnya adalah satu dan tidak terpisahkan. Dalam praktiknya, ajaran ini mendorong manusia untuk melihat diri mereka dalam diri orang lain, sehingga menciptakan rasa empati, kasih sayang, dan solidaritas yang tinggi antar sesama makhluk.

            Dalam era globalisasi yang ditandai oleh meningkatnya pertukaran dalam bidang budaya, teknologi, dan ekonomi, identitas budaya serta spiritual suatu komunitas sering kali berada dalam bahaya. Budaya asing yang bersifat homogen dan komersial sering kali menjadi ancaman bagi kebijaksanaan lokal. Namun, sebuah penelitian oleh Widnyana dan rekan-rekan (2025) mengenai prinsip Tat Twam Asi dalam filsafat, cerita, dan ritual menunjukkan bahwa nilai-nilai lokal seperti Tat Twam Asi berperan sebagai penyeimbang dan pelindung identitas budaya Hindu. Ajaran ini tidak hanya ada dalam bentuk teks atau doktrin, tetapi juga tertanam dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu Bali, termasuk dalam berbagai upacara, legenda, dan tradisi. Hal ini menunjukkan bahwa Tat Twam Asi merupakan identitas yang hidup, bukan hanya simbol, yang mendukung masyarakat Hindu dalam menjaga akar budayanya meski di tengah perubahan global yang cepat.

            Lebih dari itu, dalam perspektif hukum dan aspek kehidupan beragama, Yase (2023) menjelaskan bahwa penerapan prinsip Tat Twam Asi dalam konteks moderasi beragama sangat krusial untuk menciptakan kehidupan beragama yang harmonis dan damai di Indonesia. Di tengah zaman global yang sering kali dibayangi oleh konflik identitas dan ketegangan antaragama, Tat Twam Asi berperan sebagai nilai penyatu yang mendorong kita untuk merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Pandangan ini sejalan dengan prinsip saling menghormati dan kesetaraan yang menjadi dasar dari toleransi antarumat beragama. Dengan menerapkan prinsip ini, umat Hindu tidak hanya melestarikan identitas agamanya, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan penuh damai.

            Dalam konteks pelestarian budaya lokal, Putra (2024) dalam studi mengenai usaha menjaga identitas budaya di Desa Sembiran, Buleleng, menyatakan bahwa nilai-nilai seperti Tat Twam Asi menjaga masyarakat dari pengaruh homogenisasi budaya global. Meskipun budaya populer dan gaya hidup instan mengguncang wilayah desa, masyarakat Hindu di Sembiran tetap memegang ajaran spiritual seperti Tat Twam Asi sebagai landasan untuk memperkuat persatuan sosial dan identitas kolektif mereka. Ini menunjukkan bahwa ajaran ini tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga memiliki dampak sosial dan kultural yang berarti.

            Melalui berbagai penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa Tat Twam Asi lebih dari sekadar ajaran agama; ia merupakan nilai yang menyatu dengan identitas kultural, spiritual, dan sosial umat Hindu. Pada zaman globalisasi, di mana perbedaan budaya sering menjadi sumber konflik, ajaran ini menawarkan perspektif universal tentang persatuan umat manusia dan pentingnya hidup dalam kedamaian. Nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan rasa kebersamaan semakin vital untuk diajarkan dan dilestarikan. Oleh karena itu, upaya mempertahankan dan menerapkan ajaran Tat Twam Asi merupakan langkah strategis dalam melindungi identitas Hindu dan menciptakan dunia yang lebih manusiawi dan harmonis.

            Di zaman globalisasi, dunia mengalami perubahan signifikan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi, hingga pola pikir masyarakat. Kemajuan di bidang teknologi dan informasi menghubungkan manusia secara lebih luas melintasi batas geografis dan waktu. Namun, perubahan ini juga menghadirkan tantangan besar, terutama dalam menjaga identitas budaya dan spiritual. Banyak nilai-nilai lokal mulai pudar karena pengaruh budaya luar yang mendominasi dan bersifat seragam. Dalam konteks ini, Tat Twam Asi menjadi pedoman penting bagi umat Hindu untuk tetap mengukuhkan identitas diri, sekaligus dapat beradaptasi dengan dunia yang selalu berubah.

            Tat Twam Asi bukan hanya sekadar ajaran spiritual, tetapi juga menjadi fondasi identitas di tengah serangan nilai-nilai individualisme dan materialisme yang semakin meningkat akibat globalisasi. Ajaran ini menekankan bahwa setiap individu memiliki nilai yang setara, karena kita semua berasal dari satu sumber yang sama. Giri dan Girinata (2021) menerangkan bahwa nilai-nilai Tat Twam Asi bisa mengubah kecenderungan individualisme menuju solidaritas sosial yang lebih berperikemanusiaan. Ini menunjukkan bahwa ajaran ini dapat berfungsi sebagai pelindung dari krisis moral dan kemanusiaan yang timbul akibat kehidupan modern yang cenderung menjadikan kita saling terpisah.

            Tidak hanya di aspek sosial, Tat Twam Asi juga memainkan peran penting dalam pendidikan, khususnya dalam membentuk karakter anak muda. Angraeni (2022) dalam studinya menyatakan bahwa penerapan nilai-nilai Tat Twam Asi dalam pendidikan karakter anak sangat relevan, terutama selama masa pandemi Covid-19. Pendidikan yang menekankan nilai empati, kepedulian, dan penghormatan terhadap orang lain akan menghasilkan generasi yang tidak hanya pintar secara intelektual, tetapi juga berkembang secara emosional dan spiritual. Dalam pandangan global, hal ini menjadi investasi yang krusial untuk membangun masyarakat yang tetap menjunjung nilai-nilai luhur di tengah perubahan zaman yang terjadi.Lebih jauh lagi, Tat Twam Asi memiliki peran vital dalam konteks moderasi beragama. Seiring meningkatnya mobilitas dan pertukaran budaya antarbangsa, gesekan antaragama menjadi hal yang tidak dapat dihindari. Yase (2023) menjelaskan bahwa Tat Twam Asi bisa menjadi jembatan etika antarumat beragama karena mengajarkan bahwa penderitaan orang lain adalah juga penderitaan kita. Dengan prinsip ini, umat Hindu dapat menjalin kehidupan yang harmonis dengan pemeluk agama lain tanpa harus kehilangan jati diri. Ini penting dalam menjaga kerukunan dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, maupun dalam konteks global yang sarat dengan keberagaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun