Mohon tunggu...
Rika Apriani
Rika Apriani Mohon Tunggu... Novelis - Penulis cerpen dan novel. Nama Pena: Zanetta Jeanne.

Creating my own imaginary world through writing. Adi dan Ica (in progress).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Akan Menjagamu

21 Maret 2024   13:13 Diperbarui: 21 Maret 2024   13:19 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pexels.com / Rogerio Martins

"Ca! Ica! Dicari sama tukang becak di depan!"

Ica baru saja memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Bel sekolah tanda pelajaran usai baru saja berbunyi. Ia menoleh ke arah suara yang memanggilnya.

"Tukang becak? Tukang becak siapa?" Ica bertanya kepada sahabatnya Rima yang sudah tidak sabar menunggunya di depan kelas.

"Mana kutahu. Ya tukang becak. Perlu aku tanya dulu siapa namanya?" Rima ganti bertanya kepada Ica.

"Eh, ga usah. Ga usah, Rim. Biar aku langsung lihat saja ke depan. Terima kasih ya!" Ica pun langsung bergegas. Berjalan dengan cepat menuju gerbang sekolah, meninggalkan Rima di belakangnya yang masih penasaran.


"Selamat siang Tuan Puteri. Kereta kencana sudah menunggumu dari tadi." Sapa Adi di samping becaknya sambil membungkukkan badan dengan gaya menghormat dan tersenyum lebar.

"Adi? Kok ada di sini?" Ica terkaget-kaget. Ia tak menyangka akan menemui Adi di depan gerbang sekolahnya siang itu.

"Gimana kalau kita ngobrolnya sambil jalan pulang? Nanti Bu Sukma terlalu lama menunggumu di rumah." Sahut Adi sambil mempersilakan Ica naik ke becaknya.

Ica mengangguk dan mereka berdua segera berlalu dari tempat itu menuju perjalanan pulang ke rumah Ica. Banyak pasang mata mengikuti kepergian mereka. Beberapa dari mereka berbisik-bisik membicarakan kejadian yang baru saja mereka saksikan di depan gerbang sekolah.

"Oh ya Ca, ada salam dari ayah dan ibuku. Mereka amat berterima kasih karena kemarin kamu sudah memberitahukan Bu Sukma atas kondisi ayahku. Sehingga ayahku bisa berobat ke dokter tanpa memikirkan biaya yang harus dikeluarkan. Keluarga kami sungguh berhutang budi pada keluargamu, Ca." Ucap Adi dengan penuh rasa syukur yang paling dalam.

"Sama-sama ya, Di. Kamu juga sudah menolong mamaku waktu dijambret di pasar hari Minggu kemarin. Ngomong-ngomong kabar ayahmu gimana? Sudah baikan?" Tanya Ica dengan penuh perhatian.

"Kondisi ayah sudah lumayan membaik. Namun kata dokter, ayah harus beristirahat penuh dulu selama minimal tiga bulan. Dan ayah tidak diperbolehkan menarik becaknya untuk sementara waktu jika ia ingin lekas sembuh dari penyakitnya." Adi menghela napas panjang mengingat kondisi ayahnya saat ini.

Kemudian Adi terngiang-ngiang akan ucapan ibunya yang memberitahukan bahwa selama ayahnya tidak bekerja, maka uang sekolah Adi akan ditanggung oleh keluarga Gandasubrata. Itulah sebabnya Bu Yem membuat kesepakatan dengan Bu Sukma bahwa Adi akan mengantar jemput Ica pergi dan pulang sekolah setiap hari. Sebagai balas jasa dan juga sebagai proteksi. Karena Bu Sukma khawatir mendengar cerita Ica yang sering diganggu oleh anak-anak lelaki bandel dalam perjalanan pulang dari sekolah menuju rumah.

"Jadi mamaku yang meminta kamu untuk antar jemput aku ke sekolah, Di?" Ica mencoba memastikan kembali setelah mendengarkan cerita Adi.

"Umm, iya betul." Adi menjawab dengan gugup.

"Jadi kamu terpaksa dong disuruh-suruh seperti itu?" Ica bertanya lagi dengan penuh selidik.

"Eh, engga. Engga kok. Aku senang melakukan hal itu. Ica ga perlu khawatir ya." Jawab Adi berusaha menenangkan hati Ica.

"Oke, kalau gitu besok kita jalan kaki aja ya. Ga usah pakai becak lagi." Pinta Ica ke Adi dengan intonasi suara yang serius.

"Lho kok gitu, Ca? Nanti kalau kamu capek, gimana? Aku gendong?" Sahut Adi sambil tertawa kecil. Ia menggaruk-garuk kepalanya sambil nyengir.

"Hah! Itu emang maunya kamu, ya!" Semprot Ica pura-pura marah,

"Eh, aku bercanda, Ca. Maaf ya." Adi langsung meralat ucapannya. Ia tak ingin gadis cantik itu marah kepadanya.

"Aku juga bercanda kok, Di. Santai aja." Ica langsung tertawa mendengar nada suara Adi yang tiba-tiba menjadi grogi.

"Jadi, besok kita jalan kaki aja. Biar sehat." Ica melanjutkan perkataannya.

"Nanti namaku bukan Pangeran Becak lagi dong." Ujar Adi.

"Kenapa engga. Sekali Pangeran Becak, ya tetap Pangeran Becak. Masa berubah jadi Pangeran Kodok." Sahut Ica.

Mereka terbahak-bahak atas guyonan di antara mereka berdua selama perjalanan menuju rumah. Tanpa mereka sadari, becak yang mereka tumpangi melewati poskamling tempat nongkrong anak-anak lelaki bandel yang juga merupakan teman-teman Adi.

Sekelompok anak-anak remaja tanggung itu semuanya melongo melihat Adi dan Ica lewat di hadapan mereka. Mereka nampaknya tidak senang dengan peristiwa itu.

"Tuh lihat si Adi sekarang jadi sombong. Mentang-mentang bergaul dengan anak orang kaya. Cantik lagi." Ucap salah seorang anak lelaki yang ada di situ sambil menunjuk ke arah Adi dan Ica yang semakin jauh.

"Iya. Si Adi kayaknya sudah lupa sama kita." Kata anak yang lain menimpali.

"Perlu kita beri pelajaran mereka berdua!" Kata anak yang satu lagi memanas-manasi kelompoknya.

"Tunggu tanggal mainnya, Di! Biar tahu rasa kamu ya!" Kelompok anak-anak lelaki berusia tanggung itu mulai merencanakan sesuatu untuk mencelakai Adi dan Ica.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun