aku belum berhasil mempersembahkan
rumah angka-angka, setelah kukali cinta
menjadi dua, berakar hingga buncah asmara
tetap tak bisa kubagi cinta menjadi berbilang
aku bisa menambahkannya, selalu tak ingin
mengurangkan, karena aku tukang angka-angka
yang fatal memberi rumah harta pada janin
dahaga
aku yakin mampu membersembahkan
rumah kata-kata, setelah kurangkai titik-koma
sedikit tanda tanya, berusaha menghilangkan seru
agar kau mengerti kalimat aku cinta padamu
i love you, wo ai ni, porroangku tu ho, abdi bogoh ka anjeun
karena aku tumbuh dari tunas huruf demi huruf
saat membaca hatimu, aku bisa membaca dunia
biarkan rumah ini dibangun dengan kata sayang
sebelum semua menghilang ditelan jalang
jalang genggaman, ketika mereka menggerus nafsu angka-angka
melupakan sama sekali kata-kata, meski hanya seiris cinta
rumah angka begitu megah, kendati tak menyimpan jiwa berbunga
angka-angka dalam jalang genggaman, berselingkuh kata tanpa suara
ketika tahta mulut dirampas mahligai jari, pertemuan terasa jauh
jarak memisahkan meski hanya itu hanya seinci
Aku tetap ingin kita hidup di rumah kata-kata
beternak kalimat demi kalimat, ketika tua bersantai
dengan segelas kopi dan seiris roti, membaca buku yang dironce
anak kita, betapa indahnya!
Plb, Juli2019