Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sibaso

3 Februari 2019   09:13 Diperbarui: 3 Februari 2019   09:38 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : shutterstock.com

"Ah, kau ini! Sibaso bukanlah kesaktian. Kalau mau jadi kepala centeng, harus sakti. Kalau tidak sakti, digebuki orang, modarlah." Ruhul tertawa. Tapi cepat terdiam ketika melihat mata temannya itu melotot. Dia pikir akan kerasukan jin pula si Murad ini. Buru-buru dia membuka, rahasia, "Tapi aku tahu simpanan Kurnen."

"Istri simpanan? Siapa pun tahu!"

"Bukan istri simpanan. Kurnen itu memiliki kalung babi. Siapa saja yang memiliki kalung babi, konon akan kebal senjata tajam. Kalung babi jika direndam dalam air dan diminumkan ke orang penyakitan, mudah-mudahan sakitnya bisa sembuh."

Murad terdiam. Perkara kalung babi itu memang sudah menjadi kabar turun-temurun di kampungnya. Di antara sekumpulan babi, pasti ada yang menjadi raja. Besar raja babi itu hampir seukuran anak kerbau. 

Tidak semua raja babi memiliki kalung yang terbuat dari jalinan seperti akar-akaran. Hanya seekor-dua. Biasanya kalau sedang ingin berkubang, raja babi itu akan menyangkutkan kalungnya di semak. Saat itulah ada kesempatan untuk mencurinya. 

Tapi kabar turun-temurun itu hanya isapan jempol. Sampai sekarang tidak ada seorang pun yang pernah melihat babi memakai kalung akar-akaran. Apalagi untuk memilikinya.

"Apa benar ada kalung babi itu?" Murad menggerak-gerakkan badannya. Dia merasa agak segar sekarang.

"Orang yang memiliki kalung babi itu tidak mau gembar-gembor. Kalau gembar-gembor, bisa saja kesaktiannya diuji oleh musuh. Atau bisa-bisa kalung babi itu dicuri. Aku masih ada kekerabatan dengan Kurnen. Jadi, yakinlah pada ceritaku."

Murad tidak ambil pusing cerita Ruhul. Hanya saja semakin dilupakan, cerita kalung babi itu seolah menyerang seluruh sel otaknya. Tidur membuatnya tidak nyenyak. Tambah tidak nyenyak saat melepas Kurnen kembali ke Jakarta. Setiap orang tua-tua disalamkannya uang. Khusus untuk Murad, Kurnen memberikan satu slof rokok putih merk luar negeri.

Saat keinginannya berkalung babi seolah badik yang menusuk hati, Murad menemui Jalimbat. Lelaki tua bertubuh liat itu, bertelanjang dada di depan rumahnya. Dia sedang membersihkan senapan jojal2). Dia seolah tidak peduli kedatangan Murad. 

"Pak Jalimbat," sapa Murad lembut. Sudah tiga bulan mereka tidak bertegur sapa. Mereka berdua sama-sama jatuh cinta kepada Makmunah. Berhubung Murad lebih muda dan lebih tampan dari Jalimbat, tentu saja dengan status duda yang disandang Jalimbat, jelas saja dengan mudah dia disalip Murad."Pak!" Murad lebih memperkeras suaranya, karena lelaki itu seperti tuli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun