Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sop Brokoli

24 Januari 2021   11:40 Diperbarui: 24 Januari 2021   11:46 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Dasar maksa! Aku mau naik ojol aja!"

"Ojol? Naik motor aku, nguuung, langsung nyampai kantor. Kalau naik ojol, sudah lama nunggu, ngabisin kuota, ngabisin batterai, ngabisin..:."

"Ngabisin palamu peang. Ayo, cepat! Kebut! Jangan ada cerita mogok, ya? Awas kalau mogok, kau bakal kujitak!"

"Nah gitu dong! Dari tadi kek."

Kalau saja bukan karena takut terlambat masuk kantor, Eppok ogah dibonceng Ello. Dibayarin pun tak mau. Mana rambutnya kayak kebun raya Bogor. Badan bau asem. Pokoknya pria satu itu bikin merinding. Eppok janji, mulai besok, dan seterusnya, ponselnya harus kenyang kuota. Jamannya bukan lagi ojek pengkolan, tapi ojek online.

Eppok berdoa agar selamat sampai di tujuan, dan tak terjadi hal memalukan di jalan. Tapi lagi-lagi apes. Suara "ruuung" memupus harapannya. Bunyi "ngoook" mempertegas motor benar-benar mogok. Ello malu-malu menurunkan standar samping. Mengutak-atik choke. Salah tingkah.

"Jangan bilang motormu mogok, ya!" Eppok mengepalkan tinju, mengarahkannya ke hidung Ello.

"Memang sudah mogok." Ello cemberut. "Bismillah." Dia kembali mengengkol. Motor tetap merajuk. Mungkin businya soak. Utak-atik busi sekitar sepuluh menit, akhirnya motor menyala, eh, maksudku, Ello menyalakan rokok. Dia mematung, seolah tak memiliki telinga. 

Puas sudah Eppok merepet. Jam tangannya menunjukkan pukul delapan tepat. Keresahannya pun terjawab ketika Ello kembali mengengkol motor. "Brrrm", syukurlah, Eppok mengelus dada sambil meleletkan lidah, jengkel.

"Mantap, motor sudah oke, sekarang kita lewat jalan tikus biar cepat nyampai." Tanpa menunggu persetujuan, Ello langsung mendorong motor melewati lorong sempit dan becek. Berkali-kali Eppok mengumpat. Berkali menjerit. "Sabar, Sayang. Di sini banyak tikus. Tapi jangan takut, di sini ada..."

"Kau memang bapaknya tikus," sela Eppok geram. Kalau tak waspada, lehernya bisa putus oleh tali jemuran yang malang-melintang. Beberapa kali mereka berpapasan dengan anak kecil yang seolah memuji, tapi di telinga Eppok bagai meledek. Lobang hidung Ello mengembang. Telinga Eppok memerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun