Mohon tunggu...
Politik

Tolak Hak Angket DPR kepada KPK, Angkat Topi untuk SBY

28 April 2017   13:23 Diperbarui: 28 April 2017   13:50 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan presiden Bacharuddin Jusuf Habibie dan Susilo Bambang Yudhoyono menghadiri acara peresmian gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada, Kavling C4, Jakarta Selatan, Selasa (29/12/2015).(TRIBUNNEWS / HERUDIN)

Pengawasan atau Melemahkan KPK?

DPR boleh berdalih hak angket diajukan dalam konteks pengawasan DPR. Pansus hak angket KPK ditujukan untuk menyelidiki sejumlah persoalan di internal KPK. Ambil contoh, Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) KPK oleh BPK yang dinilai menyimpang. Lalu kebocoran surat perintah penyidikan. Dan tentu saja kasus Miryam. Tetapi para pendukung menolak Pansus ini akan menyentuh ranah penuntasan dugaan mega korupsi e-KTP.

Sulit rasanya menepis aroma menekan dan melemahkan KPK, khususnya terkait dugaan mega korupsi e-KTP. Bagaimanapun, kasus itu menyeret nama-nama petinggi negeri ini. Mulai dari bekas anggota dan pimpinan Komisi II DPR dan Banggar DPR, pimpinan parpol, eksekutif, bahkan Ketua DPR. Sudah pasti, mereka akan berpikir dan bersikeras meng-counter kinerja KPK menyangkut hal ini.

Fraksi Hanura yang secara tegas mendukung hak angket KPK untuk mengulik rekaman kesaksian Miryam yang merupakan kadernya

Lagipula secara perundang-undangan, hak angket ini tidaklah tepat. Informasi penyidikan perkara sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, adalah informasi yang dikecualikan untuk dibuka. Kalau anggota DPR ngotot, mereka bisa mendengar rekaman pengakuan Miryam di persidangan tipikor. Di sana, tanpa pansus pun, semua bukti yang memperkuat dugaan KPK akan dibuka seluas-luasnya.


 Kalau dipaksakan, kesan bahwa setiap kali menangani kasus besar maka KPK pasti diserang akan semakin terbangun. Publik akan menilai ada udang di balik batu. Bahwa hak angket tak lebih dari manuver politik ketimbang fungsi pengawasan DPR. Hanya untuk menekan KPK.

Angkat Topi untuk SBY

Menganalisis konstelasi politik ini, saya angkat topi untuk SBY. Instruksi SBY yang dilaksanakan secara totalitas oleh Partai Demokrat kian membuktikan komitmennya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dahulu, pedang pemberantasan korupsi di era pemerintahan SBY tidak tumpul ke atas. Walhasil, selama SBY menjabat, KPK sukses menggelandang para anggota DPR, menteri, kepala daerah sampai dan ketua lembaga tinggi negara. Ketika KPK menciduk beberapa petinggi DPP Partai Demokrat, bahkan besan SBY sendiri, Presiden RI ke-6 ini sama sekali tidak mengintervensi KPK. Lacurnya, komitmen SBY ini justru dipelintir oleh lawan-lawan politiknya.

Ini bukti SBY bukan motivator kacangan. SBY bukan omdo-omong doang. Dia tidak sekedar bicara untuk dilaksanakan orang lain, melainkan melaksanakannya secara nyata. SBY membersihkan lingkarannya sendiri, sebelum melakukan pemberantasan korupsi yang lebih luas.

SBY pun selalu berada di belakang KPK. Sudah beberapa kali SBY dan Fraksi Demokrat di DPR menolak wacana revisi UU KPK. Ketika KPK bersengketa dengan Polri dalam kasus cicak vs buaya, SBY turun langsung untuk mendamaikan kedua nya. Bahkan SBY menyempatkan diri menengok aktivis Indonesia Coruption Wacth (ICW) Tama S Langkun yang dibacok orang tak dikenal. Apakah Jokowi sudah menengok Novel Baswedan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun