Mohon tunggu...
Ridho Putranto
Ridho Putranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menumbuhkan Social Compassion di Era Digital

16 November 2023   14:34 Diperbarui: 16 November 2023   15:08 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pngtree.com

Hari ini, perubahan yang terjadi mengarahkan pandangan umat manusia menuju satu masa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Perubahan yang terjadi sekarang tidaklah lahir dari ruang hampa, melainkan lahir dari rentetan waktu yang seiring berjalan dan menciptakan sebuah peradaban baru yang bisa kita sebut sebagai peradaban digital (digital civilization).

Peradaban digital ini tak bisa lepas dari sisi pragmatis yang ditimbulkan akibat adanya revolusi saintifik, yang terjadi sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18 dan memicu terjadinya gelombang masif dalam pengembangan teknologi sampai di pertengahan abad ke-20 terciptanya internet yang kemudian menjadi transisi dari revolusi industri 3.0 menuju ke revolusi industri 4.0.

Dunia telah membuka lembaran peradaban baru dengan hadirnya inovasi seperti media sosial dan kecanggihan dari kecerdasan buatan (AI) yang kemudian memunculkan istilah baru seperti Internet of Things (IoT) sampai Artificial Intelligence of Things (AIoT), telah banyak memberikan corak dan warna baru bagi kehidupan manusia baik itu secara individual maupun komunal dalam kurun waktu sekitar dua dasawarsa ini.

Tak bisa dipungkiri, umat manusia dewasa ini tidak bisa melepaskan diri dari kemajuan teknologi. Hampir setiap hari, dari bangun tidur sampai tidur lagi kita hampir tidak bisa lepas dari penggunaan gawai seperti smartphone, laptop, televisi dan lain sebagainya. Dengan akses yang begitu mudahnya, orang-orang lebih dimudahkan dalam menyelesaikan pekerjaan, membangun koneksi bahkan sampai memesan makanan, ini semua dimudahkan dengan adanya kecanggihan teknologi ini.

Diantara berbagai kecanggihan yang hadir, yang menjadi sorotan utama adalah penggunaan media sosial. Berbagai macam platform media sosial bermunculan dan menawarkan berbagai fitur-fitur menarik yang bertujuan sebagai wahana dalam berkomunikasi dengan orang lain maupun sebagai sarana untuk menemukan informasi dan hiburan.

Media sosial menciptakan sebuah konsep global village, yaitu fenomena di era globalisasi yang menyatukan berbagai individu di belahan dunia manapun menjadi sebuah desa besar tanpa mengenal identitas negara, suku atau bangsa. Kita bisa berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang yang tinggal beribu-ribu kilo jauhnya dan melintasi batas-batas negara sebagai akibat dari networking atau jaringan dari penggunaan media sosial ini.


Inilah sebuah keajaiban yang diciptakan oleh media sosial. Disini, kita mampu melihat potensi dari media sosial dalam memberikan pandangan positif bagi umat manusia dewasa ini. Maka dari itu, berbagai macam platform berlomba-lomba dalam menghadirkan teknologi yang paling terbarukan dalam rangka untuk membuat kenyamanan dan kemudahan dalam berselancar di media sosial.

Peran penggunaan media sosial memberikan banyak sekali manfaat positif yang ditawarkan. Bisa dibilang, dampak pragmatis yang diberikan oleh media sosial terbilang cukup menciptakan kondisi utopis di tengah kehidupan masyarakat. Namun, di satu sisi media sosial tidak melulu memberikan pengalaman positif dan menyenangkan bagi orang-orang.

Ada dampak buruk yang bisa dikatakan sebagai ekses negatif yang ditimbulkan akibat pemanfaatan media sosial ini. Oleh karenanya, medsos ini bukan saja hadir sebagai sebuah kondisi utopis semata namun juga punya ancaman sebagai distopia yang merusak bagi masyarakat dewasa ini.

Ancaman ini bukanlah hanya sekedar gurauan semata, karena realita telah mempertontonkan betapa destruktifnya dampak yang dibuat dari pengaruh buruk media sosial bagi umat manusia. Seringkali, kita menyepelekan hal-hal seperti ini, tetapi sebenarnya, akibat buruk dari penggunaan media sosial dapat memengaruhi kehidupan individual maupun komunal.

Sudah tentu ini merupakan problematika serius yang menjadi momok menakutkan dalam konteks menjalin kohesi sosial di tengah kehidupan masyarakat. Eksistensi keharmonisan yang terbangun di tengah masyarakat terancam goyah dengan adanya preseden buruk yang ditimbulkan dari media sosial.

Konflik di tengah masyarakat terjadi akibat dari polarisasi atau terpecahnya sebagian individu akibat faktor perbedaan identitas sampai perbedaan pandangan politik. Ini diperparah dengan hadirnya media sosial, yang membawa narasi yang memicu kebencian terhadap suatu kelompok dan akan memperlebar kesenjangan dan dapat menganggu kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.

Sehingga, media sosial dapat menjadi api pemicu lahirnya perpecahan dan disintegrasi yang menjurus pada kekerasan sektarian berlandaskan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) yang kemudian dapat merusak kohesivitas atau ikatan solidaritas antar individu. Orang-orang kemudian dengan mudahnya dapat saling menghakimi, menghina, mencaci bahkan saling membunuh akibat berbeda pandangan terhadap menilai sesuatu.

Ini terasa sangat ironis mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural, yang memiliki identitas suku, agama, budaya dan ras yang plural. Jangan sampai kemajemukan yang merupakan modal utama bangsa Indonesia untuk mencapai kemajuan malah menjadi sumber masalah utama gesekan yang terjadi secara horizontal di tubuh masyarakat.

Sehingga, ini patut menjadi perhatian kita bersama. Kita semua pasti tak ingin generasi yang akan datang diwarisi oleh api kebencian nan membakar yang di pupuk dari sekarang, melainkan mata air sejuk nan mendinginkan yang menjadi semangat dalam merawat persaudaraan dan kemanusiaan.

Social Compassion, Upaya Merawat Solidaritas di Tengah Arus Degradasi

Social compassion, ialah sebuah konsep yang merupakan pengembangan dari self compassion yang digagas oleh Kristin Neff di tahun 2003. Self-compassion merupakan isu yang sering dikaji dalam ilmu psikologi, terutamanya dalam kajian psikologi positif yang dapat diartikan sebagai sikap penerimaan dan kebaikan terhadap diri sendiri.

Nilai utama dari self compassion terdiri dari self kindness yakni rasa kebaikan dan rasa kasih sayang terhadap diri sendiri, common humanity yaitu kesadaran bahwa individu memandang kesulitan, kegagalan, dan tantangan merupakan bagian dari hidup manusia dan merupakan sesuatu yang dialami oleh semua orang, bukan hanya dialami diri sendiri dan yang ketiga adalah mindfulness atau melihat secara jelas, menerima, dan menghadapi kenyataan tanpa menghakimi terhadap apa yang terjadi di dalam suatu situasi.

Ketiga nilai ini yang menjadi aspek utama dalam self compassion yaitu cinta terhadap diri sendiri, pandangan bahwa kesulitan adalah perasaan yang dialami semua orang dan kesadaran yang jelas dalam menghadapi sesuatu. Tentu ketiga nilai ini kemudian menjadi satu kesatuan dan membentuk self compassion dalam diri manusia.

Jika self compassion hanya berdampak pada diri secara individual, maka konsep social compassion diartikan sebagai nilai-nilai kebaikan dan kepedulian dalam lingkup yang lebih luas. Social compassion sendiri adalah sikap empati, perhatian, dan kepedulian terhadap kesejahteraan sosial, serta keinginan untuk membantu orang lain yang mengalami kesulitan atau penderitaan. Hal ini melibatkan perasaan untuk memahami dan merasakan situasi orang lain, serta bertindak untuk memberikan dukungan, bantuan, atau kontribusi positif dalam membantu memperbaiki kondisi mereka.

Nilai-nilai universal seperti empati, perhatian, keterbukaan, toleransi dan rasa saling memedulikan diantara sesama adalah kunci dalam memahami konsep social compassion. Oleh sebabnya, social compassion memandang bahwa kebaikan dan kepedulian dimulai dari diri sendiri, dimana ketika individu menerima kebaikan pada dirinya sendiri, kebaikan tersebut akan teraktualisasi dalam konteks menjalin hubungan dengan orang lain.

Empati dan kepedulian yang hadir dirasa mampu untuk menjadi penangkal dari segala energi negatif yang sifatnya destruktif dan merusak. Nilai-nilai kasih sayang yang ditemukan dalam cara pandang social compassion adalah fondasi kuat dalam membangun budaya kebajikan di tengah hiruk pikuk masyarakat di era ini yang seakan telah sirna dari entitas moral.

Salah satu penyebab krisis kemanusiaan yang terjadi era masyarakat modern adalah kurangnya penghargaan terhadap keberagaman. Pandangan mengenai heterogenitas di tengah masyarakat masih terkungkung dalam stigmatisasi dan persepsi buruk lainnya. Proses stigmatisasi ini didukung oleh hadirnya konten-konten negatif di media sosial yang biasanya terkait dengan narasi bernada rasisme dan kebencian dan akhirnya memunculkan bias konfirmasi bagi orang yang melihatnya.

Maka dari itu, sudah selayaknya kita sebagai individu yang hidup dalam masyarakat plural, senantiasa mengedepankan cinta dan kasih sayang dalam menilai perbedaan. Perbedaan bukanlah alasan untuk saling menghujat atau saling menghina, tapi merupakan sebuah alasan untuk saling bersatu dan saling menguatkan satu sama lain.

Inilah nilai pokok yang ditanamkan dalam social compassion, dimana etika kebaikan dan kepedulian menjadi semacam virtue atau kebijaksanaan dalam menyikapi dinamika yang terjadi di kehidupan sosial hari ini yang penuh akan egoisme indvidualistik dan jauh akan nilai-nilai humanitarian yang berlandaskan konsep kemanusiaan.

Penutup

Melihat fenomena yang terjadi di tengah masyarakat saat ini, agaknya penting untuk menguatkan kembali rasa solidaritas di antara sesama manusia. Di era ini, media sosial seakan telah merenggut perasaan terhubung satu sama lain dan pada akhirnya menimbulkan perasaan teralienasi dari kelompok masyarakatnya atau bahkan dirinya sendiri.

Orang-orang mulai asik dengan dunianya sendiri dan kurang atau bahkan tidak lagi mempunyai waktu untuk berinteraksi dengan orang lain. Ini memicu orang-orang untuk terbawa pada arus individualisme. Kultur individual yang berkembang pesat di era digital ini membawa kita pada corak masyarakat yang lebih menekankan pada masyarakat patembayan (gesellschaft) yang terbentuk oleh kepentingan tertentu ketimbang masyarakat paguyuban (gemeinschaft) yang lebih condong pada kolektivitas yang terbentuk atas ikatan emosional.

Selain itu, penghargaan terhadap keberagaman identitas maupun pilihan hidup yang bermacam-macam juga mengalami degradasi yang cukup signifikan. Individu saat ini sering memasang wajah pesimistis terhadap berbagai keberagaman yang muncul. Hal ini menjadi suatu ketakutan tersendiri di masa yang akan datang ketika perbedaan disikapi dengan pandangan yang negatif.

Di era keterbukaan arus informasi seperti saat ini, media sosial memainkan peranan cukup penting dalam membentuk opini dan sudut pandang publik secara luas. Sayangnya, narasi yang ditonjolkan dari media sosial hampir didominasi oleh konten-konten yang kurang bersahabat dalam menyikapi perbedaan. Salah satu yang mungkin sering didengar adalah kehadiran berita hoaks atau kabar bohong yang memojokkan seorang individu atau sekelompok orang. Ini dapat menimbulkan konflik dan disintegrasi apabila hal-hal tersebut semakin masif digaungkan.

Oleh karenanya, diperlukan kebijaksanaan dari masing-masing individu dalam menggunakan media sosial. Pemikiran kritis dan analitis adalah senjata terampuh dalam melawan segala bentuk disinformasi dan berita hoaks sehingga diharapkan dapat menimbulkan iklim perdamaian dalam media sosial.

Maka dari itu, sangat penting dalam mengedepankan nilai-nilai yang terkandung dalam social compassion, yakni nilai-nilai yang penuh dengan rasa kebaikan, kepedulian dan cinta kasih sayang dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Harapannya, solidaritas dan persaudaraan yang terjalin di tengah masyarakat ini dilandasi dengan spirit kemanusiaan yang senantiasa terawat dan akan menjadi modal utama dalam membangun masa depan yang lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun