Pemanfaatan Lahan RawaÂ
Jauh sebelum Perpres disusun Kementerian Pertanian (Kementan) telah memuai penelitan untuk pemanfaatan lahan rawa sebagai bagian dari solusi krisis lahan pertanian produtif. Pada peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) ke- 38 di Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu, Perwakilan Food and Agriculture Organization di Indonesia Stephen Rudgard menyampaikan penghargaannya pada Pemerintah Indonesia. Peringatan HPS dinilai menjadi
terobosan baru karena membangun kantong penyangga pangan nasional dari lahan rawa. Pemanfaatan lahan rawa tentu menjadi solusi guna memastikan ketersediaan pangan dan masa depan pertanian Indonesia.
"Pemanfaatan lahan rawa ini sangat penting untuk memberikan makan populasi yang terus berkembang. Namun lebih penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai intervensi pertanian", ujar Stephen pada pembukaan puncak Peringatan HPS di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (18/10/2018) lalu.
Ketika itu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan rawa menjadi bagian penting masa depan pertanian Indonesia. Saat musim kemarau bulan Juli-September, lahan rawa menjadi penyumbang produksi nasional.
Untuk itu, lahan rawa dimanfaatkan untuk berbagai tanaman pertanian, misalnya padi, jagung, kedelai, hortikultura sayuran, jeruk, peternakan kambing dan itik, bahkan untuk budidaya perikanan seperti ikan mas, nila, lele dan lainnya.
Pengelolaanya dengan integrated farming yakni mina-padi, ternak itik, sayuran dan lainnya. "Hari ini kita buktikan melihat bersama ada terobosan baru untuk pangan Indonesia. Kami bangun di lahan rawa ini ada inovasi baru yang menjadikan rawa sebagai penyangga pangan nasional. Ini pesan terpenting dari pelaksanaan HPS tahun ini," ujarnya.
Amran menyebutkan potensi lahan rawa di Indonesia sangat luas yakni mencapai 34,1 juta hektare. Lahan rawa ini tersebar di 18 provinsi dan 300 kabupaten. Dari total luas tersebut, potensi untuk pengembangan pertanian seluas 21,82 juta hektare atau 64 persen.
"Apabila digarap 10 juta hektar saja yang tersebar di Sumsel, Kalsel, Jambi dan Kalbar, ditanam minimal dua kali setahun, dengan produktivitas 6 ton per hektar, akan menghasilkan padi 120 juta ton setara 60 juta ton beras. Beras surplus bahkan bisa memasok kebutuhan dunia," terang Amran.
Karena itu, Amran menjelaskan pemanfaatan lahan rawa harus dengan prinsip sustainable agriculture. Program dirancang skala luas dengan mengkorporasikan koperasi petani, regenerasi petani dengan mewirausahakan 4 juta jiwa.
"Kemudian harus dikerjakan dengan full mekanisasi dan pola mina padi sehingga dapat menghemat Rp 15 juta per hektar, dari biaya cetak sawah Rp 19 juta menjadi Rp 4 juta per hektar. Pemerintah kabupaten mendukung biaya bahan bakar," jelasnya.