Mohon tunggu...
Petani Itu Keren
Petani Itu Keren Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memerhatikan Dunia Pertanian dan Peternakan Indonesia. Mendukung penyejahteraan petani sebagai pahlawan pangan nasional.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Krisis Lahan Pertanian dan Solusinya

6 November 2018   14:45 Diperbarui: 6 November 2018   15:28 1260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Krisis lahan pertanian membuat Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) menyusun rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Lahan Sawah Abadi.

Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR, Budi Situmorang, menjelaskan Perpres ini diperlukan untuk menjaga luas lahan baku sawah nasional yang telah menyusut 9% dalam lima tahun terakhir menjadi hanya 7,1 juta hektar.

"Kita tahu sawah begitu mudah berubah fungsi jadi perumahan, apartemen, SPBU, industri. Perpres ini akan menjawab itu, [mencegah] alih fungsi.Tapi sebelumnya, kita akan memverifikasi 7,1 juta hektar itu dengan berbagai variabel penyebab kemungkinan dia akan berkurang," jelas Budi kepada CNBC Indonesia, Jumat (5/11/2018).

Dia mencontohkan, seringkali izin lokasi untuk pembangunan sudah keluar, padahal lahannya masih berupa sawah. Pihaknya akan mengecek hak atas tanah tersebut.

Rencana tata ruang yang sudah dikeluarkan pemerintah daerah terhadap sawah itu, ada kemungkinan memang direkomendasikan untuk non-sawah, sehingga begitu banyak izin-izin yang keluar. Lalu ada juga pertimbangan teknis dari Kementerian lain untuk kawasan industri, walaupun saat ini masih berupa sawah.

"Tapi izinnya sudah keluar, kan setiap tahun izin keluar. Sebagai pengendali itu, kami mau mapping ancaman perubahan terhadap lahan sawah itu. Kita akan rugi sekali kalau sawah, apalagi yang beririgasi berubah jadi non sawah. Jadi kita lihat faktor-faktornya seperti apa," jelasnya.


Budi menjelaskan, saat Perpres ini nanti terbit, izin alih fungsi sawah yang selama ini sudah terlanjur diterbitkan kemungkinan besar akan dievaluasi oleh pihaknya, sedapat mungkin agar tidak berubah.

"Idealnya pertahankan 7,1 juta hektar ini. Kalaupun nanti harus berubah, setidaknya minimal lah, misalnya untuk kepentingan masyarakat. Akan ada tim nasional yang menetapkan luasnya segini, yang ini kita cabut izinnya dan segala macam," jelasnya.

Budi menargetkan Perpres tersebut dapat diterbitkan pada akhir tahun ini, agar pihaknya dapat mulai menindak perizinan lahan yang ada.

Pihaknya juga sudah mengidentifikasi 8 provinsi yang menjadi lumbung pangan nasional, yakni Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Sumatera Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Kedelapan provinsi ini sudah mencakup sekitar 70% dari 7,1 juta hektar lahan baku sawah nasional yang ada.

Adapun untuk lahan baku sawah di Sulawesi akan diverifikasi mulai tahun depan.

Pemanfaatan Lahan Rawa 

Jauh sebelum Perpres disusun Kementerian Pertanian (Kementan) telah memuai penelitan untuk pemanfaatan lahan rawa sebagai bagian dari solusi krisis lahan pertanian produtif. Pada peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) ke- 38 di Kalimantan Selatan beberapa waktu lalu, Perwakilan Food and Agriculture Organization di Indonesia Stephen Rudgard menyampaikan penghargaannya pada Pemerintah Indonesia. Peringatan HPS dinilai menjadi

terobosan baru karena membangun kantong penyangga pangan nasional dari lahan rawa. Pemanfaatan lahan rawa tentu menjadi solusi guna memastikan ketersediaan pangan dan masa depan pertanian Indonesia.

"Pemanfaatan lahan rawa ini sangat penting untuk memberikan makan populasi yang terus berkembang. Namun lebih penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai intervensi pertanian", ujar Stephen pada pembukaan puncak Peringatan HPS di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Kamis (18/10/2018) lalu.

Ketika itu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan rawa menjadi bagian penting masa depan pertanian Indonesia. Saat musim kemarau bulan Juli-September, lahan rawa menjadi penyumbang produksi nasional.

Untuk itu, lahan rawa dimanfaatkan untuk berbagai tanaman pertanian, misalnya padi, jagung, kedelai, hortikultura sayuran, jeruk, peternakan kambing dan itik, bahkan untuk budidaya perikanan seperti ikan mas, nila, lele dan lainnya.

Pengelolaanya dengan integrated farming yakni mina-padi, ternak itik, sayuran dan lainnya. "Hari ini kita buktikan melihat bersama ada terobosan baru untuk pangan Indonesia. Kami bangun di lahan rawa ini ada inovasi baru yang menjadikan rawa sebagai penyangga pangan nasional. Ini pesan terpenting dari pelaksanaan HPS tahun ini," ujarnya.

Amran menyebutkan potensi lahan rawa di Indonesia sangat luas yakni mencapai 34,1 juta hektare. Lahan rawa ini tersebar di 18 provinsi dan 300 kabupaten. Dari total luas tersebut, potensi untuk pengembangan pertanian seluas 21,82 juta hektare atau 64 persen.

"Apabila digarap 10 juta hektar saja yang tersebar di Sumsel, Kalsel, Jambi dan Kalbar, ditanam minimal dua kali setahun, dengan produktivitas 6 ton per hektar, akan menghasilkan padi 120 juta ton setara 60 juta ton beras. Beras surplus bahkan bisa memasok kebutuhan dunia," terang Amran.

Karena itu, Amran menjelaskan pemanfaatan lahan rawa harus dengan prinsip sustainable agriculture. Program dirancang skala luas dengan mengkorporasikan koperasi petani, regenerasi petani dengan mewirausahakan 4 juta jiwa.

"Kemudian harus dikerjakan dengan full mekanisasi dan pola mina padi sehingga dapat menghemat Rp 15 juta per hektar, dari biaya cetak sawah Rp 19 juta menjadi Rp 4 juta per hektar. Pemerintah kabupaten mendukung biaya bahan bakar," jelasnya.

Terbukti, lahan rawa di Kalimantan Selatan ditanam jagung dengan pola zig-zag dan pemupukan menghasilkan 20 ton/hektar, bawang merah 10 ton/hektar dan semangka 7 kg/buah dengan pola tumpangsari pepaya.

"Produktivitas dulu 2 ton per hektare umur 6 bulan, sekarang menjadi 6 ton per hektare. Bahkan bisa ditanam padi 3 kali setahun produktivitas 8,3 ton per hektar, hasilnya 250 juta ton setara Rp 1.134T. Produksi ini mampu memasok pangan dunia," ungkap Amran.

Pembukaan puncak Peringatan HPS ini dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, Gubernur Kalimantan Selatan, Syahbirin Noor, para Bupati, perwakilan FAO, para Pelaku Usaha, Asosiasi, HKTI, KTNA dan pegiat pertanian.(RS)

Direktur Eksekutif Petani Centre Entang Sastraatmaja menyambut positif pemanfaatan lahan rawa sebagai, sembari mengingatkan agar  upaya ini tidak sebatas seremoni pada peringatan HPS.

"Hanya tingggal sekarang pembinaan dan keberlanjutannya. Jangan sampai satu bulan kita balik lagi ke Jejangkit suasananya sudah lain dengan ketika Pak Menteri hadir di sana", ujar Entang.

Menjawab keraguan ini, pada acara penutupan HPS di Halaman Kantor Sekretaris Daerah Provinsi Kalsel, Ahad (21/10/2018) lalu, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor menegaskan peringatan HPS ke 38 tahun 2018 tidak berhenti sampai di sini. Ada keberlanjutan dalam menggerakkan sektor pertanian di Kalsel.

"Kemarin pak Menko Perekonomian dan pak Mentan mengatakan kepada saya, bahwa pemanfaatan lahan rawa lebak ini akan terus dikawal hingga tiga tahun ke depan" jelasnya.

Selain itu, juga menggagas lahan pertanian berbasis wisata, artinya pertanian tidak hanya menanam padi, tetapi juga dapat dikembangkan menjadi objek wisata.

Sementara itu, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian ( Kementan) Pending Dadih Permana menegaskan, pemerintah akan terus mengawal optimalisasi pemanfaatan lahan rawa di Indonesia. Menurut dia, pengembangan lahan rawa tidak hanya menyelesesaikan pekerjaan fisik saja. Akan tetapi, pengembangan manusianya juga harus diperhatikan. Ini karena kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu penentu keberlanjutan optimalisasi lahan rawa.

Pengawalan tersebut, menurut Pending, akan dilaksanakan pemerintah selama tiga tahun ke depan. "Tiga tahun ini kami ingin mendampingi dan memastikan bahwa kegiatan budi daya berjalan dengan baik," ucap Pending saat ditemui usai acara penutupan Hari Pangan Sedunia ke-38 di Kalimantan Selatan.

Agar bisa bersinergi dengan pendampingan tersebut, pemerintah akan mempersiapkan SDM, kelembagaan petani, dan juga kelembagaan usaha yang ada di dalamnya.

Pending menjelaskan, salah satu cara pendampingan adalah melalui penyuluhan. Lewat penyuluhan diharapkan masyarakat bisa mengelola lahan rawa menjadi satu kluster yang menguntungkan untuk kegiatan usaha tani.

Semua upaya pemanfaatan lahan rawa yang sudah dilakukan di Kalimantan Selatan, dapat berlanjut. Dan bukan hanya menjadi bagian dari solusi terhadap krisis alih fungsi lahan pertanian produktif di tanah air. Tetapi juga membawa Indonesia menjadi negara yang berdaulat dalam penyediaan pangan baik untuk dalam negeri maupun negara-negaa lain di dunia. Dan yeng terpenting, lebih menyejahterakan petani, sebagai pahlawan pangan. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun