Mohon tunggu...
Muhamad Baqir Al Ridhawi
Muhamad Baqir Al Ridhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lagi belajar nulis setiap hari.

Blogku sepi sekali, kayaknya cuma jadi arsip untuk dibaca sendiri. Hohohoho. www.pesanglongan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Memilih, Mencari, dan Mendapatkan Pekerjaan serta Keribetannya

14 Februari 2021   11:05 Diperbarui: 14 Februari 2021   11:11 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Apakah kalian mengira kalau memilih, mencari dan mendapatkan pekerjaan itu hal mudah?

Kalau aku tidak perlu mengira, aku sudah mengalami. Dan buatku itu tidak mudah. Semoga kalian lebih beruntung, lebih mudah. Tidak sepertiku.

Memilih, mencari dan mendapatkan pekerjaan bagiku ribet, ruwet dan pakai banget. Kenapa bisa begitu? Akan kujelaskan konkretnya nanti---tapi memang agak panjang (mungkin malah sangat menurutmu)---biar kalian tahu ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan olehku. Ya, olehku, buat kalian tentu berbeda. Namun semoga saja kalian bisa bercermin dari tulisanku. Siapa tahu ada yang terbantu. Ya, si-a-pa ta-hu kan.

Alkisah dimulai dari ... sini sajalah:

Beberapa hari lalu aku melaksanakan interview kerja. Sesudah itu banyak pertanyaan yang bermunculan di kepalaku. Itu membikinku bingung dan ragu untuk melanjutkan.

Untungnya, aku punya teman yang bisa ditanyai perihal ini. Walau tidak dekat, dan baru kenal---kenal dari komunitas---aku tidak ragu untuk bertanya. Karena bagiku ini genting (lebay memang tapi perasaanku waktu itu begitu) jika tidak kutanyakan aku bisa overthinking, memenuhi kepalaku dengan asumsi-asumsi tidak jelas, dan mungkin jadi susah tidur.

Ohya, aku bertanya ke temanku yang adalah seorang ibu guru di SD swasta---aku tidak sebutkan namanya, karena aku belum izin---melalui WhatsApp.

Sebelum itu, aku beri pendahuluan berupa cerita, bahwasanya aku mempunyai Bu Lik, atau tante yang bekerja sebagai guru di TK Swasta. Namun penghasilannya itu---cukup mencengangkan buatku saat aku pertama kali dengar---hanya 400 ribu per bulan. Dan barusan aku interview kerja untuk posisi Tenaga Administrasi di SD Swasta. Dan kata orang yang mewawancaraiku, gajinya itu tidak sampai 800 ribu.

Tetapi saat aku ditanyai mau atau tidak, aku berani menjawab mau. Karena aku berpikir, mungkin kerjaannya santai, dan kalau begitu, aku tak masalah dengan gaji segitu.

Lalu pertanyaanku kepadanya: apakah memang gaji orang yang kerja di instansi pendidikan swasta itu biasanya segitu (alias kecil)?

Karena tidak mungkin, kalau aku tanya gaji dia secara langsung. Pasti dianggap tidak sopan, bukan? Meski agaknya aku pingin ke arah sana langsung. Biar langsung terang benderang.

"Iya, biasanya segitu. Bahkan ada juga yang di bawah itu. Dulu waktu aku mengajar untuk pertama kalinya malah 200 ribu per bulan," jawabnya.

Aku jadi ingat teman perempuannya temanku, alias pacarnya temanku. Dia kerja jadi guru TK gajinya 10 ribu per hari.

"Apa pekerjaannya santai mbak?" tanyaku.

Karena sebelumnya aku pernah kerja di hotel, sebagai tukang cuci-cuci alat masak---atau bahasa keren perhotelannya: Steward---mungkin saudaranya Squidward---dan di sana aku dapat gaji UMR, tetapi kerjanya overtime, lebih dari 8 jam atau lebih akuratnya adalah 11 jam. Tapi tidak ada uang lemburnya.

"Gak juga. Tergantung kepala sekolah sama lingkungan kalau masalah kerjaan ya. Ada yang selow. Ada yang seenaknya saja. Semua itu kembali ke atasan sekolah. Beda-beda."

Kemudian dia menambahkan, "kalau swasta itu kadang kurang diperhatikan sama dinas."

Ternyata pemilihan kataku kurang tepat ya. Oke, aku gunakan kata 'selow' saja.

"Definisi selow dan tidak selow itu gimana mbak? Konkretnya? Biar bisa buat gambaran. Maaf mbak merepotkan."

"Selownya kalau kerjaannya sedikit. Gak selownya kalau disuruh cepat-cepat. Kadang kepala sekolah kasih tugas dadakan dan harus dikerjakan langsung."

Kemudian dia menambahkan, "kalau tahu detailnya nanti kalau meet up."

Karena aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku pun bertanya lagi, dan ini spesifik ke permasalahanku.

"Dulu waktu pertama-pertama kerja pernah tidak belum sebulan kerja sudah keluar, gara-gara diterima kerja di tempat lain yang lebih bagus?"

Karena waktu kerja di hotel, aku tidak berada di sana sampai satu bulan penuh. Dan sesudahnya, aku merasa tidak enak.

"Belum pernah. Dulu sebelum lulus, ketika memutuskan buat di sekolah swasta, aku gak lihat gaji. Niatnya mau sedekah ilmu, sama bantu sekolahannya. Sampai sekarang sebenarnya sudah ada tawaran sama sekolah yang lebih besar gajinya sekolah elit tapi ya belum sreg pindah. Makanya guru-guru swasta yang gajinya kecil selalu cari kerjaan sampingan, misal bisnis."

Kemudian dia menambahkan, "kalau sudah memilih menjadi guru jangan lihat gaji nanti gak berkah."

Lalu kujawab, "aku bukan mau jadi guru mbak. Aku mau jadi Tenaga Administrasi."

"Eh, gak guru saja ding. Kerjaan yang lain juga. Ya kalau kerja di ruang lingkup sekolah begitu mas."---aku heran, padahal aku lebih muda dari dia lho. Kok panggil aku mas? "Kecuali kalau sekolahnya udah internasional atau elit. Kalau di Pekalongan ada SDIT Ulul Albab, Al-Azhar, itu mungkin bisa UMR gajinya. Tapi tantangannya juga gede," balasnya.

Aku jadi ingat buku Give and Take, karya Adam Grant. Atau lebih akuratnya, aku ingat ulasan si Kutu Buku soal buku ini. Ya aku belum baca buku itu. Diterangkan oleh si Kutu Buku, bahwasanya orang itu di golongkan menjadi 3, yaitu:

1. Giver adalah orang yang sering memberi bantuan dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Karena dia melihat hubungan pertemanan adalah sebuah investasi.

2. Taker adalah orang yang menganggap hidup ini adalah kompetisi, dan siapa yang bisa mengambil banyak dia yang menang. Dia adalah orang yang egois dan penuh perhitungan. Dia tidak mau membantu orang lain, jika sesudah dipikir-pikir nyatanya dia tidak akan mendapatkan banyak keuntungan.

3. Matcher adalah orang yang sering memberi bantuan namun mengharapkan adanya imbalan yang sepadan dengan apa yang dilakukannya.

Kebanyakan orang tergolong Matcher. Tetapi semua orang menyukai Giver. Iya kan? Siapa pula yang tidak suka dibantu dengan orang yang tulus, tanpa pamrih? 

Namun menjadi Giver itu sangat krusial. Dia harus berhati-hati jika bertemu dengan Taker, karena dirinya nanti bisa dimanfaatkan habis-habisan. Sebetulnya orang tipe Giver adalah orang mudah mencapai kesuksesan, tetapi dia harus sabar dan sadar bahwa kebaikannya itu tidak bisa mendapatkan hasil yang langsung bisa diterimanya seketika. Butuh proses panjang, seperti halnya menanam pohon mangga. Kita menanam, memberi pupuk, memberi air, tetapi kita tidak bisa mendapatkan buah mangga secara langsung.

Jadi, wahai diriku, kamu mau jadi kebanyakan orang (Matcher) atau orang yang disukai banyak orang (Giver)?

Tentu jawaban yang terbaik adalah menjadi Giver. Tetapi pertanyaan selanjutnya menjadi Giver di mana? Menjadi Giver di tempat yang aku suka atau di mana saja asal bisa menjadi Giver? Tentu aku lebih memilih di tempat yang aku suka. Tetapi apakah bisa? Apakah di tempat yang kusuka menyediakan lowongan untukku?

Jujur, aslinya aku melamar di situ dan hotel itu agar supaya aku tidak menganggur saja dan sambil mengumpulkan modal buat bisnis. Malah kalau bisa bisnisku masih bisa jalan walau aku juga bekerja di tempat lain. Ohya, sebelumnya aku bisnis donat dan pisang goreng. Aku memasarkannya lewat Instagram, Go Food, dan Grab Food. Tapi itu sudah berakhir---untuk sementara waktu---karena sepi. Dan aku merasa capek melakukan semuanya sendiri. Dari mempromosikan, membeli bahan, memasaknya, dan mengantarnya.

Sebetulnya sih tidak apa-apa, kalau siapa-siapa yang belinya sudah jelas, pasarnya sudah jelas. Kalau tidak begitu kan makanannya jadi sisa-sisa terus. Sedangkan aku belum jelas seperti itu. Karena aku jualannya tidak di tepi jalan besar. Kalau kalian bertanya kenapa tidak begitu saja? Akan kujawab, aku belum siap modalnya.

Dan kau tahu? Sesudah wawancara kerja di bagian Tenaga Administrasi SD Swasta itu. Aku mendapatkan informasi lowongan kerja banyak. Ada beberapa yang aku suka, yakni lowongan desain grafis. Maka dari itu aku mengirim lamaran-lamaran lagi.

Memang ini cukup dilematis buatku. Bagaimana kalau aku diterima di Tenaga Administrasi, kemudian ketika aku kerja aku dipanggil interview untuk lowongan desain grafis?

Memang sih, aku belum pasti diterima. Tetapi bagaimana kalau hal itu terjadi? Aku izin tidak masuk sehari, untuk interview kerja di tempat lain, begitu? Tentu tidak mungkin. Lebih baik menolak dari awal. Walau melamar ke tempat desain grafis juga sangatlah berisiko---tidak pasti diterima.

Kalau pingin asal kerja, ya aku mau-mau saja kerja di situ sebagai Tenaga Administrasi, atau malah sebelum itu, sebagai Steward di Hotel. Tetapi kan tidak. Aku ada pertimbangan lain juga, bagaimana caranya bekerja sambil menjalankan bisnisku.

Ohya, dan ternyata kerja sebagai Tenaga Administrasi itu kemungkinan besar banyak lemburnya. Pewawancara itu menanyakan soal ini, bagaimana kalau tugasnya banyak, terus menumpuk, mau lembur atau tidak? Bagaimana kalau diserahi tugas yang bukan job desk-nya, mau atau tidak? Sehingga aku berasumsi kalau aku kerja di sini, mungkin aku tak bisa menyelinginya dengan bisnis kulinerku.

Aku juga ada pertimbangan untuk memilih pekerjaan yang aku suka. Aku juga ada pertimbangan umur. Karena aku sudah tua, umurku 24 tahun. Aku lihat lowongan-lowongan kerja rata-rata batasan umurnya 18-24 tahun. Jadi jangan sampai aku menyia-nyiakan waktuku di usia 24 tahun menuju 25 tahun di tempat yang tidak aku sukai. Sebab sesudah ini aku sepertinya akan kesulitan mendapatkan pekerjaan.

Bagaimana pun pertimbangannya, menurutku, yang penting adalah jujur kepada diri kita sendiri dan hargai diri kita sendiri.

Kalau diri kita tidak mau ya akui saja tidak mau. Kalau diri kita mau ya akui saja kita takkan memilih tidak-mau. Eaa.. jangan pusing ya. Termasuk kalau diri kita bingung ya akui saja bingung. Akui. Terima. Kemudian lakukanlah apa saja yang bisa meniadakan/mengurangi kebingungan kita. Misal, cari beberapa pendapat untuk memperluas wawasan kita, pandangan kita. Entah berapa pun banyaknya---terserah---asalkan kita tidak bingung lagi. Asalkan kita jadi tenang di momen kita memutuskan sesuatu. Dan juga, asalkan kita tidak jadi asal terima apa kata orang. Iya, hati-hati dengan apa kata orang.

Setiap keputusan pasti punya risiko: kekecewaan, penyesalan. Tetapi jangan sampai nantinya, saat kita kecewa, saat kita menyesal, kita malah menyalahkan orang lain. Itu namanya tidak bertanggung jawab. Maka dari itu, ambillah keputusan kita sendiri dengan penuh kesadaran bahwa itu bukan keputusan orang lain. Bukannya meremehkan apa kata orang. Menurutku apa kata orang itu kita perlukan juga, walau yang didapat hanya sebuah pertimbangan, wawasan tambahan, tetapi itu mungkin bisa mengurangi kebingungan kita, memberikan kita ketenangan.

Pada akhirnya kita sendiri yang memilih. Maka sadari risikonya: nanti mungkin kecewa, nanti mungkin menyesal, nanti mungkin menderita. Sadari itu. Dan bersiaplah menerima itu---jika harus---karena itu bagian dari keutuhan pilihan kita yang betul-betul kita maui. Itu konsekuensinya.

Lalu, hargai diri kita sendiri. Jika kamu lulusan D3 pada jurusan tertentu, atau lulusan S1 pada jurusan tertentu, atau memiliki keterampilan lebih yang dibutuhkan di lowongan pekerjaan itu, atau kamu punya pengalaman kerja serupa dengan lowongan yang ada, apakah kamu mau digaji di bawah UMR (upah minimum regional)? Bagaimana kalau ada pilihan lain, ada lowongan kerja yang mau menggajimu UMR? Mana yang akan kamu pilih: yang pertama atau kedua?

Ini adalah soal menghargai diri. Aku jadi ingat pada hari wawancara kerja. Aku bertemu dengan pria berumur 35 tahun. Dulunya dia bekerja sebagai Manajer Kamar Hotel di hotel tempat tadinya aku kerja (tapi dia kontraknya habis sebelum aku masuk ke situ). Gajinya UMR, bahkan mungkin lebih tentunya. Dia pun cerita kepadaku, bahwa dirinya kini sebenarnya bekerja sebagai Tenaga Administrasi di sebuah koperasi. Katanya gajinya di sana tidak UMR. Tetapi dia sudah bilang ke atasannya kalau dirinya mau cari kerja di tempat lain untuk cari tambahan. Begini maksudnya, kalau dia diterima kerja maka istrinya yang akan menggantikannya. Iya, dia sudah punya istri, bahkan sudah punya satu anak. Mungkin bisa disimpulkan bahwa dirinya kepepet. Jadi dia mau-mau saja asal bisa dapat uang tambahan.

Nah, kalau kepepet, tidak ada alternatif, tidak ada pilihan lain, tentu kita tidak perlu pertimbangan apa-apa lagi.

Sementara aku. Aku punya beberapa alternatif, aku lihat masih banyak lowongan kerja yang cocok denganku. Bahkan jika semuanya gagal, aku bisa berbisnis. Jujur, aku tidak diberi uang lagi sama orang tuaku. Tetapi aku masih numpang tinggal dan makan di rumahnya. Tetapi bukan berarti beberapa bulan aku tidak menjalankan bisnis artinya aku tidak ngapa-ngapain. Aku menggunakan waktuku untuk ikut kelas Prakerja.

 Untuk ikut pelatihan Tata Boga, Balai Latihan Kerja Kota Pekalongan. Untuk ikut jadi anggota KPPS sewaktu Pilkada. Aku dapat pemasukkan lain. Aku jadi punya modal tambahan. Dan itu menambah alternatif pilihanku. Jika aku kepepet, bener-bener kepepet maka aku akan menjalankan bisnis secara fokus, tanpa disambil kerjaan lain.

Pasti ada yang bilang, "alasan saja kau. Aslinya egois. Pingin bener sendiri. Pingin enak sendiri." Tetapi ya mau gimana lagi? Itu terserah-serah mereka. Itu pendapat mereka. Kalau mereka tidak mau mengerti, tidak mau memahami ya terserah.

Tetapi aku mau mengingatkan ini: kalau aku menolak bekerja sebagai Tenaga Administrasi pun bukan berarti aku mengecewakan SD Swasta itu. Malah mungkin saja aku membantunya untuk memilih orang yang tepat. Mungkin aku malah membantu pria berumur 35 tahun itu untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Atau kalau kata Gofar Hilman, "kalau honornya tidak sesuai dengan rata-rata yang biasa lo dapat, ya jangan diambil. Kalau lo ambil berarti lo makan rezekinya orang lain."

Dan ternyata, aku diterima kerja di sana. Dan aku pun bilang via WhatsApp untuk tidak datang di hari pertama aku bekerja. Biarlah orang lain yang mengisi posisi itu. Semoga orang yang lebih membutuhkan posisi itu, mendapatkan posisi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun