Mohon tunggu...
Muhamad Baqir Al Ridhawi
Muhamad Baqir Al Ridhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lagi belajar nulis setiap hari.

Blogku sepi sekali, kayaknya cuma jadi arsip untuk dibaca sendiri. Hohohoho. www.pesanglongan.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Memilih, Mencari, dan Mendapatkan Pekerjaan serta Keribetannya

14 Februari 2021   11:05 Diperbarui: 14 Februari 2021   11:11 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Bagaimana pun pertimbangannya, menurutku, yang penting adalah jujur kepada diri kita sendiri dan hargai diri kita sendiri.

Kalau diri kita tidak mau ya akui saja tidak mau. Kalau diri kita mau ya akui saja kita takkan memilih tidak-mau. Eaa.. jangan pusing ya. Termasuk kalau diri kita bingung ya akui saja bingung. Akui. Terima. Kemudian lakukanlah apa saja yang bisa meniadakan/mengurangi kebingungan kita. Misal, cari beberapa pendapat untuk memperluas wawasan kita, pandangan kita. Entah berapa pun banyaknya---terserah---asalkan kita tidak bingung lagi. Asalkan kita jadi tenang di momen kita memutuskan sesuatu. Dan juga, asalkan kita tidak jadi asal terima apa kata orang. Iya, hati-hati dengan apa kata orang.

Setiap keputusan pasti punya risiko: kekecewaan, penyesalan. Tetapi jangan sampai nantinya, saat kita kecewa, saat kita menyesal, kita malah menyalahkan orang lain. Itu namanya tidak bertanggung jawab. Maka dari itu, ambillah keputusan kita sendiri dengan penuh kesadaran bahwa itu bukan keputusan orang lain. Bukannya meremehkan apa kata orang. Menurutku apa kata orang itu kita perlukan juga, walau yang didapat hanya sebuah pertimbangan, wawasan tambahan, tetapi itu mungkin bisa mengurangi kebingungan kita, memberikan kita ketenangan.

Pada akhirnya kita sendiri yang memilih. Maka sadari risikonya: nanti mungkin kecewa, nanti mungkin menyesal, nanti mungkin menderita. Sadari itu. Dan bersiaplah menerima itu---jika harus---karena itu bagian dari keutuhan pilihan kita yang betul-betul kita maui. Itu konsekuensinya.

Lalu, hargai diri kita sendiri. Jika kamu lulusan D3 pada jurusan tertentu, atau lulusan S1 pada jurusan tertentu, atau memiliki keterampilan lebih yang dibutuhkan di lowongan pekerjaan itu, atau kamu punya pengalaman kerja serupa dengan lowongan yang ada, apakah kamu mau digaji di bawah UMR (upah minimum regional)? Bagaimana kalau ada pilihan lain, ada lowongan kerja yang mau menggajimu UMR? Mana yang akan kamu pilih: yang pertama atau kedua?

Ini adalah soal menghargai diri. Aku jadi ingat pada hari wawancara kerja. Aku bertemu dengan pria berumur 35 tahun. Dulunya dia bekerja sebagai Manajer Kamar Hotel di hotel tempat tadinya aku kerja (tapi dia kontraknya habis sebelum aku masuk ke situ). Gajinya UMR, bahkan mungkin lebih tentunya. Dia pun cerita kepadaku, bahwa dirinya kini sebenarnya bekerja sebagai Tenaga Administrasi di sebuah koperasi. Katanya gajinya di sana tidak UMR. Tetapi dia sudah bilang ke atasannya kalau dirinya mau cari kerja di tempat lain untuk cari tambahan. Begini maksudnya, kalau dia diterima kerja maka istrinya yang akan menggantikannya. Iya, dia sudah punya istri, bahkan sudah punya satu anak. Mungkin bisa disimpulkan bahwa dirinya kepepet. Jadi dia mau-mau saja asal bisa dapat uang tambahan.

Nah, kalau kepepet, tidak ada alternatif, tidak ada pilihan lain, tentu kita tidak perlu pertimbangan apa-apa lagi.

Sementara aku. Aku punya beberapa alternatif, aku lihat masih banyak lowongan kerja yang cocok denganku. Bahkan jika semuanya gagal, aku bisa berbisnis. Jujur, aku tidak diberi uang lagi sama orang tuaku. Tetapi aku masih numpang tinggal dan makan di rumahnya. Tetapi bukan berarti beberapa bulan aku tidak menjalankan bisnis artinya aku tidak ngapa-ngapain. Aku menggunakan waktuku untuk ikut kelas Prakerja.

 Untuk ikut pelatihan Tata Boga, Balai Latihan Kerja Kota Pekalongan. Untuk ikut jadi anggota KPPS sewaktu Pilkada. Aku dapat pemasukkan lain. Aku jadi punya modal tambahan. Dan itu menambah alternatif pilihanku. Jika aku kepepet, bener-bener kepepet maka aku akan menjalankan bisnis secara fokus, tanpa disambil kerjaan lain.

Pasti ada yang bilang, "alasan saja kau. Aslinya egois. Pingin bener sendiri. Pingin enak sendiri." Tetapi ya mau gimana lagi? Itu terserah-serah mereka. Itu pendapat mereka. Kalau mereka tidak mau mengerti, tidak mau memahami ya terserah.

Tetapi aku mau mengingatkan ini: kalau aku menolak bekerja sebagai Tenaga Administrasi pun bukan berarti aku mengecewakan SD Swasta itu. Malah mungkin saja aku membantunya untuk memilih orang yang tepat. Mungkin aku malah membantu pria berumur 35 tahun itu untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun