Mohon tunggu...
Ridha Alfira Sabihat
Ridha Alfira Sabihat Mohon Tunggu... Mahasiswa

halo, selamat datang di blog pribadi saya! semoga di sini bisa menjadi ruang tenang dan aman bagi teman teman yang singgah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pararel Tanpa Titik Temu

12 Oktober 2025   11:01 Diperbarui: 12 Oktober 2025   11:11 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Udara di cafe siang itu terasa begitu dingin, menusuk hingga tulang, kontras dengan minuman di genggaman Sangkara dan Melodi. Namun dinginnya cafe tidak setara dengan rasa kebekuan yang sudah menyelimuti interaksi keduanya. Sangkara menatap meja bundar, pandangannya terkunci terhadap pola yang rumit, lengkap dengan sengaja menghindari tatapan mata Melodi yang siap mempertanyakan segalanya tanpa berucap satu kata pun. Dua tahun yang lalu, kisah mereka bermula dari rutinitas. Melodi dan Sangkara merupakan mahasiswa baru disebuah perguruan tinggi. Dua jiwa yang ada dari sering bertemu setiap harinya di lingkungan yang sama. Awalnya hanya sapaan singkat, lalu berubah menjadi candaan jelek hingga keduanya dianggap selalu bertengkar tak kenal tempat dan waktu. Ketergantungan dan ketertarikan mulai timbul ketika pertemanan mereka menginjak tahun kedua. Sangkara, dengan semangat yang berapi-api menarik Melodi dari zona nyamannya, membawanya mendapati dirinya jatuh kepada sang lelaki humoris yang dia anggap sebatas teman selama ini.

 Momen kebersamaan mereka tak terhitung indahnya. Di bulan pertama, Melodi seakan diterbangkan jauh diatas awan dengan perasaan tak takut karena ada Sangkara yang sedia kala menangkap jika dia terjatuh. Tawa dan senyuman yang terukir tak pernah pudar karena mereka merasa di dunia ini hanya ada mereka. Kebiasaan yang menghabiskan waktu bersama dengan bermain game bahkan sesi belajar di perpustakaan dimana Sangkara akan merangkum materi yang rumit dengan ilustrasi jenaka sehingga Melodi bisa mengerti. Lalu ada sore yang penuh warna ketika mereka asik melukis di atas kanvas yang sama, menghasilkan kombinasi warna tak terduga ditutup dengan Melodi yang menangis karena wajahnya tercoreng kuas dari sang pria menyebalkan dihadapannya. Bagi wanita itu, Sangkara adalah gerbang menuju dunia yang lebih luas, sosok yang pantas dicintai dengan segala kekurangannya.   Namun menuju bulan ketiga, perasaan Melodi kian tak karuan. Dirinya merasa bahwa pujaan hatinya mulai berubah. Dia merasa cemas, dan memikirkan hal hal buruk yang akan terjadi kedepannya. Karena akhir-akhir itulah Sangkara terlihat menarik diri, sehingga kebahagiaan mereka mulai meredup. Ternyata yang dipikirkannya benar, pria yang dia dambakan membuat sebuah pengakuan menyakitkan. Rutinitas manis itu, diganti dengan kata kata yang mengiris hati berkelanjutan. Bahwasanya Sangkara salah paham terhadap perasaannya sendiri.   

"Melodi..." suara Sangkara serak, penuh beban. "Aku... aku mau minta maaf.." Tutupnya. 

Sang lawan bicara menatap datar dan lurus. Rasa panas menjalari tubuhnya. "Minta maaf kenapa? Memangnya lagi lebaran?" kekeh Melodi dengan terpaksa. Sangkara menggeleng pelan, rasa bersalah membebani setiap kata yang akan keluar dari mulutnya. 

"Aku minta maaf tentang kita.. Tentang perasaanku...  rasanya selama ini aku hanya salah paham dengan rasa nyaman," "Kenyamanan karena selalu ada seseorang, seseorang yang menjamin ketenangan. Namun itu bukan perasaan sesungguhnya," Lanjutnya. 

Kalian berharap air mata Melodi jatuh? Tentu tidak akan terjadi. Senyum miring yang tak diduga itu mulai muncul, menolak untuk menunjukkan kelemahan di hadapan pria itu. Dia ingat betapa menyakitkannya kata-kata Sangkara di telepon saat itu, yang mengakui bahwa keraguan mendatanginya di saat hubungan mereka sedang baik-baik saja. "Oh, untuk itu? Aku sudah menduganya. Firasat tak berdasar yang aku rasakan selama ini ternyata menjadi kenyataan. Lucu," 

"Sekarang aku tanya, apa menurutmu jatuh cinta pada seseorang yang menyatakan cinta terlebih dahulu adalah sebuah kesalahan?" Tanya Melodi penuh kekesalan. Sangkara menghela napas Panjang, menatap jauh ke luar arah jendela, ke arah orang orang yang sedang berlalu lalang. 

"Itu masalahnya, aku mulai kesulitan dengan caramu yang menuntut kabarku setiap saat. Aku tidak bisa terbiasa dengan bagaimana dirimu yang selalu mempermasalahkan sesuatu yang sebenarnya itu hal sepele," Jawabnya dengan menggebu-gebu.  

 Melodi lagi lagi tersenyum tipis, dia meminum ice matcha yang sudah tidak berasa manis dan pahitnya akibat ocehan Sangkara yang kosong. "Hal sepele saja kamu tidak bisa penuhi, apalagi hal yang lebih besar, Sangkara? Nyatanya tidak akan ada yang sulit jika memang benar aku orangnya. Ketidakcocokan yang ada, bukanlah sebuah halangan jika memang aku tujuanmu. Toh dari awal, aku sadar, aku hanya seseorang yang tidak sengaja kamu jumpai di kehidupanmu, jadi-"" 

"Maaf aku memotongmu bicara... tapi buktinya banyak orang yang berpisah karena ketidakcocokan, bukan?" Melodi menelan rasa emosinya. Untuk kesekian kalinya, pria dihadapannya ini berargumen untuk melindungi dirinya sendiri. 

"Sangkara. Aku tegaskan ya, menurutku kebanyakan pasangan berpisah bukan karena mereka tidak cocok. Tapi karena mereka saling menyakiti. Ketidakcocokan ada bisa diatasi, tapi jika sudah saling menyakiti, masa hanya tinggal diam?" Ucap Melodi menanggapi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun