Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Friends

16 November 2021   07:22 Diperbarui: 16 November 2021   07:26 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Friends. Source: Ultimagz.online

Jauh sebelum pindah kerja ke Makassar, saya bayangkan bagaimana nanti di sana, karena tidak punya seorangpun yang saya kenal. Ada satu orang, itupun saya tahu saat kami ada pertemuan Ikatan Mahasiswa Keperawatan se Indonesia tahun 2014 silam. Sudah cukup lama. Sementara saya ke Makassar tahun akhir lalu. Bukan apa-apa sebenarnya. Hanya saja faktor kenyamanan beda antara memiliki teman dan yang tidak.

Yang saya lakukan kemudian adalah kontak beberapa 'teman' yang ada di medsos. Namanya juga medsos, pasti beda 'aroma' kedekatan nyadengan yang secara fisik kita kenal.

Maka yang saya lakukan kemudian adalah menghubungi mereka. Incredibly, it clicks. Ajaibnya, berhasil. Tidak kurang dari sepuluh orang yang saya kontak. Beberapa informasi yang saya butuhkan dari mereka ada. 

Tentang lokasi tempat pondokan, harga rata-rata kos-kosan biaya hidup hingga organisasi yang ada, yang saya bisa gabung dan beberapa rumah sakit serta alamatnya. Semuanya saya dapatkan. Alhamdulillah.

Formula ini sangat ampuh.

Kemampuan berkomunikasi dalam medsos untuk mendapatkan tujuan ternyata sangat mudah. Hanya berbekal teknik memperkenalkan diri lewat medsos, kita bisa mendapatkan banyak informasi yang kita butuhkan. Cukup memperkenalkan diri, menyampaikan permohonan maaf karena sudah mengganggu,  kemukakan maksud dan tujuan, kapan rencana datang, sampaikan ucapan terima kasih, serta penutup dengan harapan bisa jumpa. Dengan hanya berbekal itu saja, kita bisa mendapatkan teman.

*****

Berbicara tentang teman, gampang-gampang susah. Gampangnya, seperti contoh yang saya tuliskan di atas. Sepanjang tujuan kita jelas, ditulis dengan gaya bahasa yang muda dicerna, orang tidak bakalan curiga.

Etika terumata, sangat penting untuk dikedepankan guna menambah jumlah pertemanan. Sepanjang kita kedepankan sisi etis ini, orang lain akan dengan mudahnya menerima pertemanan kita. Kita pun bisa dapatkan apa yang kita mau.

Susahnya, jika kita mengedepankan rasa curiga dan menutup diri. Jangan harap dapat teman. Jangan-jangan malah musuh yang kita temukan.

*****

Beberapa waktu lalu, saya menonton sekilas drama serial komedi Amerika Serikat, FRIENDS. Sebuah drama komedi menarik yang ditayangkan oleh NBC sejak tahun 1994. Film pendek yang sempang nongkrong di banyak channel hingga tahun 2004  itu memberikan banyak pelajaran bagi penggemarnya. 

Film yang rata-rata berdurasi 22 menit dan diperankan oleh Jennifer Aniston salah satunya mengajarkan bagaimana kita berteman. Akrab, saling membantu, tempat curhat, hingga dibumbui konflik. Begitulah teman. Friends sebagai fim hiburan untuk keluarga, laris karena menjadi sajiannya yang segar dan mencerahkan.

Belajar dari sana saya kemudian menyimpulkan bahwa sebagai makhluksosial kita selalu butuh teman. Ada banyak macam teman memang. Saya sendiri berprinsip tidak pilih-pilih dalam berteman. Artinya siapapun, tanpa memandang agama, ras, pendidikan, tingkat social ekonomi, warna kulit dan lain-lain, kami bisa berteman. Hanya saja ada batas-batas sesuai dengan klasifikasinya.

Teman profesi 

Teman spofesi merupaka teman yang memiliki latar belakang profesi yang sama. Sebagai seorang perawat, kedekatan dengan sesama perawat akan terasa jauh lebih mudah mendapatkan daripada di luar profesi.

Selama tinggal di Makassar sangat mudah dekat dengan perawat lantara kita sama-sama perawat. Terlebih jika spesialisasinya sama. Lebih mudah lagi. Saya yang menekuni Dialisis otomatis punya kedekatan yang lebih dengan teman-teman sesama Perawat Dialisis. Bukan hanya di Makassar namun di Indonesia, khususnya Bagian Timur. Saya juga memiliki teman-teman yang menekuni Hipnoterapi. Profesi yan satu ini juga saya geluti.

Dengan demikian, makin kita perkaya kehidupan profesionalnya, makin banyak jumlah teman kita di profesi yang sama.

Teman kantor 

Contoh yang satu ini tidak harus seprofesi. Betapapun saya perawat, teman saya ada yang berlatar belakang dokter, teknisi, administrasi, manajemen, biologi dan lain-lain. Kami hanya akrab saat di kantor. Kadang-kadang saling telepon meski di luar kantor. Namun isi obrolannya banyak berkutat tentang kehidupan kantor.

Teman main 

Yang satu ini saya kenal sejak di bangku sekolah, mulai dari SD, SMP, SMA hingga kuliah. Meski demikian, kami bisa bertahan lama. Teman-teman sekolah ini menurut saya paling lama bisa bertahan.

Masa-masa sekolah merupakan masa yang paling penting dalam tumbuh kembang kita sebagai manusia. Ketergantungan kita pada orang lain membuat teman-teman sekolah memiliki peran dan kesan tersendiri yang sulit dipisahkan dalam sejarah hidup kita.

Oleh sebab itu betapapun sudah tidak tinggal di Aceh, manakala sedang cuti, masih sempat ngobrol bareng di Warung Kupi. Tempat ngobrol terpopuler di Tanah Rencong. Hingga kini masih terjalin erat dengan banyak teman sekolah dan kuliah yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu di sini. Nomor-nomor telepon dan WhatsApp mereka tersimpa rapi dalam daftar kontak.  

Teman bisnis

Teman yang satu ini unik. Kami hanya kumpul untuk membicarakan bisnis. Latar belakang pendidikan, hobi, pekerjaan, serta bisnis yang berbeda tidak menjadikan kami terbelah. Begitu kuat pengaruhnya sehingga yang dibicarakan selalu soal strategi, untung dan rugi dalam bisnis.

Ada beberapa teman sekolah dan kuliah yang membentuk group seperti ini. Jadi, status kami ganda. Bukan hanya teman main, sekolah dan kuliah saja, akan tetapi juga dalam hal bisnis.

Teman religi

Untuk yang satu ini agak tertutup sifatnya. Hal ini karena tentu saja hanya teman-teman yang satu aliran agama yang ngumpul. Tidak hanya itu. Sekte atau pemahaman atau jurusan kalau dalam kuliah, perlu dijadikan pertimbangan. Bahkan jenis pondok pesantren pun mempengaruhi pertemanan dalam kategori religi ini.

Orang Aceh tergolong konservatif untuk masalah in, betapapun mereka sudah hidup dalam dunia politik yang moderat. Saya yang jebolan pondok pesatren memiliki ratusan teman-teman yang juga jebolan pondok. Ramai sekali pada hari-hari besar Islam. Kadang rindu juga saa mereka ketika sudah tidak lagi tinggal di Aceh dalam waktu yang cukup lama.

Teman perjalanan

Teman kategori yang ini yang hanya dikenal saat menempuh perjalanan. Kadang bisa bertahan lama, kadang hanya sesaat. Ini bergantung pada latar belakang pendidikan, pekerjaan, profesi hingga bisnis. Kedekatan ini yang sangat berpengaruh terhadap durasi pertemanan kita.

Saya tipe yang tidak banyak bisa ngobrol saat dalam perjalanan dengan foreigners atau orang tak dikenal. Tetapi tidak menolak untuk bincang-bincang sebagai pengobat rasa ngantuk. Utamanya jika dalam perjalanan jauh.

Teman dekat atau sahabat

Baik pria maupun wanita kita bisa dekat. Saya punya sahabat sejak kuliah hingga kini masih tetap terbina dengan baik. Kami jaga persahabatan kami. Dengan prinsip bahwa persabahatan selalu menguntungkan, memperpanjang umur, memperluas rezeki dan hidup jadi tambah sehat.

Yang namanya sahabat biasanya tidak banyak. Sahabat, setingkat lebih tinggi dan lebih special kedudukannya dalam pertemanan dari teman biasa. Sahabat butuh priortas, sedangkan teman biasa, ya...biasa saja. Kita bisa empati pada sahabat, tetapi tidak demikian pada teman biasa.

Pada sahabat kita biasanya tahu lebih banyak bahkan saudara-saudaranya, rumah, tidak jarang dulu saat masih sekolah dan kuliah, pernah nginap di rumah kita. Orangtua dan saudara-saudara kita juga saling kenal.

Pendeknya, nilai dan kedudukan sahabat hampir sama dengan saudara. Yakni saudara yang ketemu besar.   

Akhirnya, pelajaran yang bisa dipetik adalah, mari kita perkaya jumlah pertemanan. Pasti menguntungkan. Orang bijak bilang, teman 1000 terlalu sedikit, musuh satu terlalu banyak.

Have a nice day....

Makassar, 16 November 2021

Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun