Mohon tunggu...
Ricky
Ricky Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Aksara Tanpa Kata

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermin Pembawa Petaka

21 Agustus 2020   21:34 Diperbarui: 21 Agustus 2020   21:37 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Papa, tolong ke sini ...!"

Suara teriakan mengejutkan. Hingga membangunkanku dari mimpi. Membuat sekujur tubuh kini dibanjiri peluh.

Pandanganku tertuju pada cermin yang entah sejak kapan berada di dalam kamar. Cermin dengan model bingkai unik, dengan pahatan sangat rapi dan bentuknya seperti kelopak mata indah.

"Papa ... cepetan, Pa!" Lagi-lagi Mama berteriak histeris.

Aku bergegas keluar kamar, tampak Papa juga kelihatan panik dengan raut tak kalah cemasnya. Secara bersamaan kami bertemu di tangga. Menuruni anak-anak tangga dan memastikan kalau Mama baik-baik saja. Dari suara terakan terdengar begitu panik dan ketakutan.

Setiba di tempat Mama berada, penampakan pertama begitu mengejutkanku. Tampak beliau duduk bersimpuh dengan wajah ketakutan, sambil mengarahkan telunjuk ke suatu tempat.
"Ahh ... Pak Ahmad!" pekikku kaget, setelah mengikuti arah yang ditunjuk Mama.

Bagaimana ini semua terjadi? Semalam beliau baik-baik saja, saat bekerja di lantai tiga. Saat itu aku memberikan beliau nampan berisi kopi dan cemilan menemani beliau saat bekerja. Sekarang?

-----
Darah segar mengucur dari kepala Pak Ahmad, tukang bangunan rumah kami. Kondisinya sangat mengenaskan. Pak Ahmad tewas, karena terjatuh dari lantai tiga rumah yang dibeli oleh Papa. Kami sekeluarga baru saja pindah dan menempati rumah dengan ornamen tempo dulu. Menjadi ciri khas, rumah impianku dan Mama.

Rumah ini memang sudah lama tidak berpenghuni. Papa membeli dari salah satu kolega bisnisnya. Konon, istri dari pemilik lama sempat terjatuh dari lantai tiga, dengan kondisi sama persis yang dialami Pak Ahmad.

Oleh sebab itu, pemilik rumah menjual 'rumah impian' ini ke kolega bisnis Papa. Lalu aku dan Mama tertarik dengan desain yang sedikit jadul tapi penuh kesan elegan dan Papa menyetujuinya.
Rumah ini pun sudah cukup tua dan Papa meminta Pak Ahmad mengecat ulang rumah kami. Namun, nahasnya pria  seumuran Papa itu terjatuh dan tidak terselamatkan.

Tidak butuh waktu lama warga berdatangan, berbagai macam isu pun terdengar.
"Wah, pasti penjaga rumah ini yang marah!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun