Usai menjalani rutinitas, di sore hari, pada jam pulang kerja, aku buru-buru pulang. Berharap, akan menemui tatapan mata itu. Di tempat yang sama. Di atas trotoar, di depan pagar SD.Â
Honda Blade Repsol ku ajak berkelok-kelok. Meningkahi keramaian lalu lintas padat di sore hari. Makin cepat aku sampai di tempat itu, harapanku, makin ada kesempatan untuk menjumpai tatapan itu.
Begitu tiba di tikungan jalan, dekat dengan tempat ia berada, jantungku berdegup lebih cepat. Aku memperlambat laju sepeda motor. Aku tak ingin melewati momen indah itu. Menatap tatapannya.
Makin dekat jarakku, makin aku tak sabar. Pelan-pelan ku lihat ujung daun pohon kayu jaran yang menjadi tempat naungnya. Aku makin deg-degan.Â
Begitu ujung tembok yang mula-mula menghalangi tikungan, terbukalah seluruh pemandangan di atas trotoar itu. Ku temukan halaman itu kosong. Tak ada tatapan mata itu. Ah, aku lemas.Â
"Dimana ia?" tanyaku dalam hati. "Duh! Kenapa tadi pas ketemu tak aku samperin aja?" gumamku agak kecewa.
Walau begitu, muncul dalam benak, sepercik keyakinan. Besok pasti ia ada di sini lagi. Itu pasti!
Esok hari, aku berangkat lebih awal. Dan, keyakinanku rupanya tak meleset. Seratus persen, benar! Aku menemukannya di tempat yang sama.Â
Kali ini, aku tak ingin menyia-nyiakan kesempatan. Kudekati. Lalu, ku ajak kenalan. Dan akhirnya, ia pun membonceng sepeda motorku.Â
Di sepanjang perjalanan, aku memeluknya erat-erat. Aku tak mau kehilangan dia lagi. Ku katakan padanya, kalau ia benar-benar telah membuatku tergila-gila. Ya, aku telah melakukan hal gila bersamanya saat itu. Aku tak peduli apa pandangan orang tentang aku dan dia.
Sesampai di kampus, ku ajak ia menuju ruang kantor. Ku kenalkan kepada semua orang di kantor. Lalu, kuminta ia untuk bersabar menunggu di meja kerjaku. Ia terima saja. Ia tak protes. Juga tak banyak tanya.Â