Mohon tunggu...
Ribka MentariKusuma
Ribka MentariKusuma Mohon Tunggu... Administrasi - Ribkaphefferkorn_

Menuju tak terbatas dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

3726 Mdpl

19 Februari 2020   22:26 Diperbarui: 19 Februari 2020   22:42 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Udara pagi hari di puncak gunung Rinjani rasanya segar sekali. Apalagi ditemani dengan terbnetangnya samudera awan ciptaan Tuhan, berserta cokelat panas grenntea kesukaanku. Ini bukan untuk pertama kalinya, namun rasanya beda. Puncak Rinjani pagi ini sangat menenangkan hati. Karena diatas puncak hanya ada aku seorang diri.

Tatapanku kosong memandang semua keindahan alam yang terlihat diatas sana, termasuk sehelai foto yang ada di tanganku. Hingga akhirnya mataku berkeringat tidak tertahan. "apa mencintaimu harus sesakit ini?" teriakku disertai isakan tangis yang tidak tertahan lagi.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi dan aku belum bosan melihat semua yang ada dihadapanku. Rasanya aku ingin tinggal disini saja, membuat rumah dan hidup bahagia seorang diri tanpa butuh bantuan orang lain. Namun semuanya nihil, hanya angan -- anganku saja.

Akupun mulai menginjakan kaki menuju tas carrierku, dan berjalan menuruni track Rinjani yang tidak mudah. Akhirnya kau sampai dirumah yang biasa kalian panggil "surga".


***
"Hai namaku Kirei Putri Rinjani, anak osis kelas 11". Ucapanku sambi berjalan mengikuti langkah lelaki itu yang sama sekali tidak menghiraukan keberadaanku "kamu murid baru ya ? soalnya Kirei baru liat kamu loh" tanyaku lagi, namun masih tidak ada respon apapun, hanya saja lelaki berperawakan tinggi, berkuli kuning langsat, hidung mancung, dan berlensa mata huzzle itu hanya celingak -- celinguk seperti kebingungan mencari sesuatu.

Aku pun penasaran dan bertanya lagi "kamu lagi nyari sesuatu ?" dan lagi -- lagi tidak ada jawaban. "ih sombong banget sih" celetus Kirei sambal menyilangkan tanganya diperut, dan membuang muka kesamping layaknya anka kecil yang marah tidak dibelikan es krim, "menggemaskan" ucap lelaki itu seraya pergi meninggalkan Kirei yang mungkin tidak emndengar apa yang pras ucapkan.


***
Semua wanita yang ada di dalam kelas dengan bahasa yang bernuansa klasik itu tercengang melihat sosk lelaki tampan yang duduk di bangku paling belakang kelas itu. Oh iya, semua kelas di SMA NUSANTARA memang berbeda dari kelas -- kelas lain. Setiap kelasnya memiliki ciri khas yang unik, ada yang bernuansa bucin, monokrom, klasik seperti kelas pras, bahan ada yang bernuansa horror. SMA NUSANTARA memang sekolah menengah atas favorit dan juga elite yang ada di Jakarta Pusat.


***
Bel istirahat berbunyi, semua siswa berbondong -- bonding menuju kantin seperti akan melakukan demonstrasi karena tuntutan -- tuntutan cacing -- cacing menggemaskan diperut yang meminta asupan gizi. Terkeculai pras, pras malah mengunjungi tman belakang sekolah, lalau duduk di kursi dibawah pohon beringin.yang ada di taman sekolah Nusantara. Lalu membawa sebatang rokok dan korek apai di saku celana ketatnya yang berwarna abu -- abu. Lalu menyalakannya dan menghisap santai sperti sedang menikmati cuaca mendung yang sebntar lagi akan ada yang jatuh, iya hujan.


***
Di lain tempat aku sedang berjalan di koridor dekat teman dengan segala makanannya yang ada di kantong plastic hitam yang telah aku beli di kantin. Tak sengaja tatapanku berhenti dikursi yang ada kantong kresek hitam dibawah pohon beringin. "lah kok ada asap ? apa mungkin pria itu sedang merokok ? eh kok? Ya kali ngerokok terang -- terangan di taman sekolah " Tanyaku dalam hati. Aku pun penasaran dan mendekati pria itu yang sedang duduk santai di bangku taman sekolah.
" Ka......kamu , apa yang kamu lakuin di taman sekolah ?". Tanyaku sambal mengambil sebatang rook yang ada di tangannya dan menginjak rumput itu dirumput.

Pria itu pun tidak menjawab, ia hanya menatapku dengan tatapan tajam seperti pria psikopat yang ada di novel -- novel. "ini lingkungan sekolah, kamu ngerti tata tertib gak sih ?"tanyaku lagi yang tidak mendapat jawaban apapun. Saat ia beranjak pergi, tanganku reflex menahan lelaki itu pergi. "apaan sih lo ? belum puas nanya nya ?", tanyanya sambil menepiskan tanganku yang tadi ku pegang. "Kirei cuman gak mau kamu ketahuan guru ngerokok disekolah ", jawabanku yang hanya mendapatkan tatapan tajam dari pria yang namanya pun belum aku ketahui.  

***
Hari ini mentari begitu semangat meanampakkan sinarnya. Ditambahlah sekarang menunjukkan pukul 11.00 WIB, wktunya memasuki pelajaran olahraga, akupun bergegas ke runag ganti untuk gati eragam olahraga. Namun, kali in aku tidak ditemani Nuja, sahabatku. Dia sudah duluan ke lapangan karan jika telat akan kena sanksi mengelilingi lapangan sebanyak 10 keliling.

"klek", "loh kok gak bisa dibuka?" tanyaku pada diriku sendiri. "klek....klek.......klekkkkk"

"ke keunci gitu ya ? klek....... Klek.....klek......" aku pun terus mencobanya membuka pintu tua itu. "ah sial kan ruangan ini kedap suara " ingatku, lalu aku mulai khawatir karena sudah telat 30 menit jam pelajaran olahraga. "ya Tuhan kalau ada yang baik hati membukakan pintu ini, siapapun itu bakal Kirei peluk " ucapku.

Tak menunggu waktu lama, kemudian terdengar seperti ada suara membukakan pintu. Dan "klek" pintu pun terbuka. Tidak banyak cingcong aku langsung bergegas keluar dari ruangan untuk memeluk orang yang tadi sudah membukakan pintu. Pelukkanku ku lepas dan saat aku menatap wajahnya ia sedang menatap tajam kearahku. Ya, dia adalah pria menyabalkan itu. "maaf" seraya berlari karena malu sekaligus takut mendapat hukuman dari guru olahraga yang terkenal sebagai mascot SMA NUSANTARA karena tegasnya.

***
"semangat Kirei satu putaran terakhir" ucap Nuja yang menyemangatiku dari pinggir lapangan. Ya, aku mendapat hukuman dari pa ujang guru olahragaku. Aku terus berlari dengan peluh yang terus bercucuran di dahiku. Lariku mulai lunglai dan lapangan yang terlihat ikut bergerak -- gerak, kemudian padanganku mulai menghitam, "Kirei....... Lo kenapa ?" teriak Nuja yang masih kudengar.  

***
Udara terasa lebih sejuk, dan keaadaan di sekitar tidak terdengar ada yang sedang main basket ataupun olahraga lain. "deg" akupun membuka mata "rumah" ucapku dengan raut wajah merosot, ku tepuk kedua pipiku degan tanganku sendiri, dan kuharap ini hanya mimpi. "aww......." Ucapku setelah menapar diriku sendiri. Ya, ini bukan mimpi dan aku benar -- benar dirumah. "tadi kan Kirei lagi dihukum pa Ujang ?" ucapku masih bingung, "jeblakk..., bangun woi jangan sok -- sokan pingsan lo, tuh cucian masih numpuk, udeh gue simpen di WC " ucap Eruta yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP. 

"jangan marah -- marah donk sayang makasih lo, nanti kakak cuciin "jawabku dengan santay. "ga usah so imut ! cepet cuci kalo gak gue aduin ke mama,  biar lo tau rasa" balsnya pedas seraya membanting pintu kembali dan hanya kubalas dengan senyuman manis, lalu akupun berajak dari tempat tidurku dan keluar dari kamar dan menuju wastafel untuk membersihkan muka dari peluhnya keringat yang bercucuran karena hukuman dari pa Ujang. 

"cepet nyuci baju gak usah lemes -- lemes gitu!", akupun menengok ke sumber suara dan itu adalah ibuk, maksudnya ibu tiriku. Ibuku sudah meninggalkanku saat aku masih duduk di bangku kelas 6 SD, lalu ayahku menikah lagi dengan ibu santi, ibuku yang sekarang. "gua mau nyalon dulu sama eru, pokoknya gua gak mau tau rumah harus udah kinclong pas gue balik ! ucapnya "gak usah sok -- sokan pingsan lo, lebay !" ucap ibuku lagi. Dan aku hanya membalas dengan senyuman.

Pagi ini cuaca Jakarta cukup bersahabat, udara cukup lembab dan matahari besinar lembut dibalik awan tipis. "ih mei -- mei jangan ngadat donk" ucapku kepada kuda besi kesayanganku hadiah ulang tahunku yang ke-16 dari ayahku sebelum ia meninggalkanku seperti ibu. "akhirnya"ucapku saat motor CB hitam ku menyala. Ku tumpangi kuda besiku seraya memakai helm bogo chips hitamku, sebelum aku menancap gas ke sekolah.

***
Aku berjalan tidak santay dengan si mei mei karena waltu sudah menunjukan pukul 06.40 dan lima menit lagi gerbang sekolah akan ditutup. Saat aku menancapkan gas sampai titik 80 km/jam, aku melihat lelaki menyebalkan sedag duduk santay dipinggir jalan bersama dengan sebatang rokok dan secangkir kopi dihadapannya. Aku pun menghentikan si mei -- mei "ehh......... kamu lagi ngapain ? tanyaku heran,

"bentar lagi pintu gerbang ditutup dan kamu masih santay -- santay aja " Ucapku lagi. "motornya mogok neng, ini lagi abang benerin, bang pras bareng sama si enengnya aja, ini motor masih lama kelarnya, nanti abang telat lagi kesekolahnya " ucap pak montir yang sedang membetulkan motor nya itu. "gak papa bang gue tungguin aja" jawab lelaki itu. Dan refleks aku berkata "oh jadi nama kamu pras ". Lalu pak montir langsung menyambar "lah eneng kirain pacar si abangnya" yang langsung dapat tatapan tajam dari pria yang bernama pras itu.

***
"1 menit lagi gerbang ditutup nih, dan ini masih 9 km lagi, cepetan napa sih pras jangan kayak gini" omelku kepada pras yang santay membawa si mei -- mei. Iya, akhirnya pras mau berangkat sekolah bersamaku.

***
Waktu sudah menunjukan pukul 07.04, dan jelas gerbang sudah ditutup oleh pak Tayono yang terkenal sangarnya. Nihil rasanya aku dan pras bisa masuk gerbang jam segini. Dan benar aku dan pras disuruh kembali ke rumah. "karena bagaimana pun alasanya kalian tidak disilin " ucap pak Tayono.

***
Pras membawa mei -- mei dan aku ke jalan Flamboyan. Aku tidak tahu kita akan pegi kemana "kita mau kemana pras ?" tanyaku. Yang selanjutnya tidak ada jawaban apapun. Oh iya, dari awal kita berboncengan pras tidak berbicara satu kata pun. "oh ya kan kamu bisu " ucapku keceplosan. Pras pun langsung menghentikan motornya secara mendadak. "aww" ucapku saat helmku dan helmnya berbenturan. 

"Ngomong apa lo barusan ?" Tanya pras untuk pertama kalinya. "akhirnya, ngomong juga lo, enggak Kirei kira lo gak bisa ngomong alias bisu ?" ucapku sambal sedikit tertawa dan langsung mendapat tatapan tajam. "abisnya pras gak pernah ngomong sama kirei, jadi kirei cari cara biar pras bisa ngobrol sama Kirei" jujurku. "aneh" jawab pras. Kemudian pras melajukan kembali si mei -- mei dan aku pun bertanya lagi "kita mau kemana pras ?" namun lagi -- lagi masih tidak ada jawaban.

***
"hei bangun" ucapku pras seraya menggoyangkan badanku. Saat ku membuka mata "wow" aku takjub dengan semua yang ada di depanku. "kita ada dimana pras ?" tanyaku yang tak kunjung mendapat jawaban. "puncak" jawab pras. Tidak ada yang memulai percakapan, aku dengannya sama -- sama sibuk apa yang ada dihadapan kita. Sampai ketika aku melihat arloji di tanganku "pras aku harus pulang, mamaku asti nyariin" ucap Kirei geilsah, "yuk" seraya pras berdiri dari zona nyamannya.

***
Malam pun mau tak mau datang menjelang, sinar jingga kemerahan di ufuk barat berganti hitam kelabu, perlahan namun pasti, bintang -- bintang menampakkan sinarnya di langit hitam nan kelam. Saat aku membuka pintu "klek" "kenaja aja lo?" sambar ibuku. "itu dariii....." belum selesai menjawab ibuku sudah kembali bertanya "apaan ini ?" Tanya ibuku sambil memperlihatkan sebuah foto. 

Saat aku melihat foto itu "deg" foto itu adalah foto saat ak dengan pras sedang menunggangi kuda besiku dengan posisi aku sedang memluk pras dan bersandar dibahunya. "ki....ki...kirei ketiduran bu" ucapku sambil gelagapan. "lo bolos sekolah ?" teriak ibuku. "bukan bolos sekolah bu tapiii....." belum selesai berbicara ibuku sudah bermain kasar. Ia mengamuk seperti bukan layaknya seorang ibu kepada anaknya. Aku hanya diam tidak melakukan pembelaan apapun. Aku akui semua ini adalah salahku.

***
Aku terbangun dari gelapnya malam, mataku sembab, badanku penuh dengan luka mulai dari luka di bibir, tangan, kaki, perut, kepala, ah dan semua yang terjadi 3 jam lalu masihku ingat. Aku pun beranjak dai tempat tidurku, lalu akupun mulai mempacking peralatanku kedalan tas carrierku. "aku butuh ketenangan" isakku. Aku keluar rumah lewat jendela kamarku. Aku membuka gerbang dengan sangat hati -- hati, dan mendorong si mei -- mei sampai jauh dari rumahku, kemudian menyalakannya, lalu berkendara digelanya malam disertai tangisan dan dinginya malam. "bu aku pergi".
***
Langit hitam berganti merah jingga di ufuk timur. Matahari tampak malu menyalakan sinarnya. Nuja tampak bingung, waktu sudah menunjukan pukul 07.30 dan Kirei masih belum menampakkan batang hidungnya. Nuja pun beranjak dari tempat duduk untuk berjalan dikoridor kelas. "pras......" teriak Nuja saat melihat Pras berjalan di koridor kelas.

"apaan" jawab Pras.

"lo lihat Kirei gak ?" Tanya Nuja.

"lah kan lo temennya" jawab Pras.

"lo kan tetangganya" balasnya.

"lah ya gak tau, oh iya tapi semalem sempet denger teriakan dari rumah Kirei " ucap Pras.

"wahhh...., jangan -- jangan terjadi lagi" gelisah Nuja.

"emang ibunya masih kayak dulu?" Tanya Pras penasaran yang dijawab dengan anggukan.

"ohhhhh....... gue baru inget, kemaren gue jalan bareng Kirei dan pulang malem" ucap Pras yang membuat Nuja tercengang.

"ahhh... pasti gara -- gara itu" lemas Nuja.

***
Matahai mulai terik, memanggang bumi dititik tertingginya. Alam tampak malas menggeliat menghadapi cuaca sepanas hari ini.

"Pras katanya Kirei gak ada dirumah" ucapa Nuja diparkiran. Pras nampak berpikir

"kayaknya gue tau deh kemana Kirei pergi" ucap Pras pada Nuja.

"kemana? Eh by the way Kirei udah inget sama lo?" Tanya Nuja.

"semenjak gue ketemu sama si Kirei di puncak Rinjani, si Kirei masih ngenal gue kayak orang baru. Dia belum sadar klo gue Joy Losa Prasetya, sahabat kecilnya. Gue sangat menyayangkan kejadian 3 tahun lalu yang membuat ingatannya hilang" keluh Pras panjang lebar.

"emangnya lo belum jujur sama Kirei?" Tanya Nuja.

"belum" keluh Pras. "dua hari lagi Kirei sweet seventeen, rencananya gua mau jujur dihari bahagianya ja" ucap Pras sambil menunduk. "Gue sayang sama Kirei ja" sambung Pras.

"lo mau nyari Kirei kemana ? Tanya Nuja.

"gue bakal nyari Kirei ke puncak Rinjani, gue yakin dia lagi ada disana" ucap pras dengan semangat.

"cari dan kejar cinta yang lo mau Pras, gue rela asal lo sama Kirei, jujur gue jatuh hati sama lo walau gue tau dari dulu hati lo cuman buat Kirei, bukan buat gue" jujur Nuja yang membuat Pras terkejut.

"maksud lo ?" Tanya Pras bingung.

"iya, gue jatuh cinta sama lo Pras" ucap nuja.

"sorry ja, hati gue hanya buat Kirei" ucap Pras dengan hati -- hati.

"enggak apa -- apa Pras, cepet pergi cari Kirei sampai ketemu" ucap Nuja yang langsung mendapat jawaban angguan dari Pras.

"makasih sahabat" ucap Pras sebelum pergi menungang motor KLX nya.

***
Pagi kembali menyapa tanpa diminta. Alam masih menggeliat malas ketika matahari mulai beranjak menampakkan cahayanya. Aku terduduk sambil merenung ditemani secangkir cokelat panas dan sehelai foto yang ada ditangannya. "mah, pah pantaskah aku melawan nasib ? berteriak lantang melawan takdir? pantaskah ?" ucapku dengan sendu. "puncak rinjani selalu sepi tetapi, ia selalu indah, kenapa tidak dengan aku? Hidupku selalu sepi tetapi, aku tidak memliki hidup yang indah seperti hal layak" ucapku dengan tangisan tersedu. 

"jika boleh aku ingin menyerah, pah, mah, menjadi seorang anak broken home itu tidak menyenangkan, aku selalu berusaha terlihat bahagia didepan orang lain, namun nyatanya tidak, ak tidak benar -- benar bahagia tanpa kalian, miss you so bad" ucapku ditemani dengan isak tangisku. "dan kamu" aku menunjuk dan mengelus foto yang adalah diriku kecil dengan seorang pria kecil dengan berpegangan tangan dengan ekspresi wajah keduanya menunjukkan kebahagian. "kamu kenama ? Kirei merindukanmu joy" isakku lagi. 

"kirei rindu seorang yang mampu menenangkan seperti dirimu" ucapku. Akupun memeluk selehai foto yang selalu kubawa kemanapun ku pergi. "joy Kirei merindukkanmu" teriakku disertai tangisan. "aku merindukkanmu juga" teriak seorang yang ada dibelakangku. Namun saat aku membalikkan badanku, tidak ada satupun orang disana. "ah, mungkin Kirei halu" ucapku. Kamu tidak sedang berhalusinasi Kirei, Joy juga merindukanmu" ucap seseorang yang membuatku terkejut. 

"kaaa, kaaa, kamu" ucapku terbata- bata. "pras ngapain kamu disini ?"sambungku heran. "gue bukan pras seperti yang lo kenal" ucapnya dengan tatapan mengunci mataku. Lalu ia memutarkan badanku. "tapi gue adalah seseorang yang lo maksud difoto ini" ucapnya sambil menunjukan foto yang masih kugenggam. "maaaaa......,mak.......,maksud kamu"belum selesai aku berbicara dia sudah kembali berbicara. "ya, aku adalah Joy Losa Prasetya yang kamu rindukan" ucapannya membuatku tutup mulut, "Pras bohongkan ?" tanyaku yang hanya dibalas dengan senyuman olehnya. 

Pras gak tau klo nama kesayangan ia adalah Rinja. Pras gak tau klo lo kelas 4 SD maih ngompol dicelana. Pras gak tau klo motor kesayangan lo itu mei -- mei dan Pras gak tau klo tempat lo kabur itu dan merenung itu puncak Rinjani dengan alasan : "saya Rinjani dan saya bnggak di puncak Rinjani yang sunyi", ucanya panjang lebar yang membuat butiran bening dimataku menetes tanpa permisi.

"joy aku merindukanmu" ucapku sambil menangis dipelukkannya. Aku pun mulai menceritakan keluh kesahku kepadanya mulai dari hal yang konyol sampai hal yang paling menyedihkan yang pernah aku alami. Joy layaknya rumah, ia tempatku berkeluh kesah dan mengadu. 

Dan aku merasa nyaman dan aman ketika ada didekatnya. Aku pun sempat kesal padanya karena waktu duduk di kelas 2 SMP kamu pindah sekolah tanpa pamit sebelum aku ngalamin kecelakaan kala itu yang membuatku lupa dengan segalanya sehingga aku harus kembali berusaha mengingat lagi. Dan akupun semoat terkejut karena yang menyimpan logistic makanan di tas carrierku saat di Rinjani beberapa bulan lalu adalah Joy.

***
Tidak terasa mahatari perlahan demi perlahan bersembunyi di ufuk barat, yang tertinggal hanya warna jingga kemerahan, aku dan Joy masih asik bercerita tanpa bosan beradu argument yang sama seklai tidak penting. Aku denganya sedang berdiri menyaksikkan sunset yang begitu indah dipuncak Rinjani. Joy menggenggamku, kita saling berhadapan.

"demi senja di ufuk barat, demi samudera awan yang ada dihadapan kita, 3726 meter dibawah permukaan laut. Kirei Putri Rinjani will you merry me ?" ucapannya membuatku terkejut untuk kesekian kalinya.

"kita masih SMA Joy" cetusku melepaskan genggamannya.

"ah, kamu ngerusak momen romantic kayak gini, ish....., kan gak ada yang larang tunangan masih sekolah Rinja. Nanti kita nikahnya udah lulus sekolah, bukan sekarang" joy kesal.

"ya maaf" nyengir tanpa beban.

"so?, ulang dong biar so sweet gitu" pinyaku pada Joy.

"Rinja maukah kau menikah dengan ku ?"ucap Joy yang kemudian dijawab anggukkan olehku. Joy tampak bahagia lalu ia berteriak "HAPPY SWEET SEVENTEEN RINJA" kehadapan samudera awan,

"oh Tuhan, aku sendiri pun bahkan nggak inget kapan hari ulang tahunku"ucapku seraya memandang lurus ke hadapan senja tenggelam.

"yeyyy...., Rinja udah lulus sensor gaisss" teriakku pada pulau sagara anak yang tampak terlihat dari puncak Rinjani, lalu aku dan Joy tertawa renyah sambil menyaksikkan keindahan bintang yang mulai menampakkan sinarnya.

***
Alam memang tidak pernah berbohong tentang keindahannya, malam ini di puncak Rinjani langit seperti lautan bintang. Malam tidak berasa seperti malam karena, malam ini cerah sekali, dan sepertinya kali ini semesta sedang berpihak kepadaku.

TAMAT (((.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun