Mohon tunggu...
Riant Nugroho
Riant Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Spesialis Kebijakan Publik, Administrasi Negara, dan Manajemen Strategis

Ketua Institute for Policy Reform (Rumah Reformasi Kebijakan)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Prahara dan Tantangan dari Kebijakan Omnibus

29 Desember 2019   22:43 Diperbarui: 1 Januari 2020   05:15 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustration. Source: 5clpp.com (Claremont Journal of Law and Public Policy: What are Omnibus Bills? by Jenna Lewinstein

Tetapi semakin tinggi resikonya, maka itu berbasis kepada standar-standar. Pemerintah akan mendorong bahwa kawasan ekonomi khusus akan diberi kewenangan agar administraturnya bisa mengatur atau mengelola one stop service untuk perizinan-perizinannya.

Dari sektor perpajakan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyiapkan penurunan tarif pajak Badan, PPh untuk Badan dari 25% akan diturunkan menjadi 22% dan 20%. 22% untuk periode 2021-2022 dan untuk periode 2023 akan turun menjadi 20%.

Pemerintah juga akan menurunkan pajak Badan yang melakukan go public dengan pengurangan tarif PPh 3% lagi di bawah tarif. Untuk perusahaan yang go public, PPh-nya akan turun dari 22 menjadi 19 dan yang go public nanti tahun 2023 mereka akan turun dari 20% menjadi 17%, karena turun 3% di bawah tarif

UU Omnibus adalah sebuah proses untuk menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih, merampingkan regulasi dari sisi jumlah dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran, dalam "sekali pukul".

Sebagai sebuah metode, pendekatan omnibus law mengabaikan dalam pembentukan undang-undang pada UU No. 12/2011. Secara ideal, penyederhanaan harus terjadi pada struktur peraturan dan substansi peraturan, serta konsistensi peraturan, termasuk mempertimbangkan risiko ke depan.

Secara proses, membuat UU omnibus tidak berbeda dengan yang lain, dan ini juga pernah dilakukan pada saat Indonesia menerbitkan kebijakan yang mewajibkan perbankan membuka rekening dari kliennya jika sehubungan dengan masalah perpajakan, yang berarti mengeliminir UU kerahasiaan perbankan. Apalagi, UU Omnibus yang akan dibuat bersifat hanya "mengeliminir pasal-pasal" dan bukan "Undang-Undang"nya.

Presiden menyebut ada 74 UU yang terpengaruh kebijakan omnibus, yang jika dilakukan proses revisi ke DPR memerlukan waktu hingga lebih dari 50 tahun, namun setidaknya ada empat kebijakan yang secara efektif terpengaruh.

Pertama, kebijakan tipikor, karena selama ini diskresi dan inovasi di pemerintahan dan bisnis yang berkenaan dengan percepatan investasi dan bisnis sering bertemu dengan ancaman tindak korupsi.

Kedua, kebijakan desentralisasi, karena kebijakan investasi akan disentralisasi, bahkan oleh sebuah mesin cerdas.

Ketiga, ketenagakerjaan, berkenaan dengan hak-hak pekerja yang dinilai lebih dari Kebutuhan, khususnya untuk melakukan aksi politik. Ke empat, kebijakan tata ruang dan wilayah, yang mendorong setiap daerah untuk membentuk kawasan ekonomi khusus di derahnya, untuk mempermudah dan mempercepat penggunaan lahan sekaligus menekan konflik horizontal.

Setidaknya, setiap daerah wajib memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RTDR) yang membuat investor tidak mengalami kesulitan untuk memilih lahan untuk digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun