Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puisi Aku dalam Merayakan 100 Tahun Chairil Anwar

30 Juli 2022   20:43 Diperbarui: 30 Juli 2022   20:45 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kenangan Masa SMP/MTs

Aku

Karya Chairil Anwar

Salah satu puisi beliau yang melegenda hingga hari ini. Puisi ini menjadi puisi wajib pada kurikulum KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah suatu kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilakukan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. Terutama tingkat SMP/MTs.

Waktu itu saya duduk di kelas 2B salah satu MTs di Lubuk Sikaping, Pasaman Timur, Sumatera Barat. Kami belajar Bahasa Indonesia dengan Bu Rina. Saya lupa nama panjang guru saya itu. Beliau menyuruh kami membacakan puisi Chairil Anwar berjudul Aku ini di depan kelas.

Pertama ke depan teman saya bernama Zurrahmi. Ia membacakan puisi Aku dengan deklamasi vokal yang bulat dan bagus. Penuh semangat. Kemudian baru giliran Yusriana, saya yang membacakan. Apakah saya berhasil membacakan puisi ini dengan keren seperti Zurrahmi? 

Tentu saya kurang tahu. Yang jelas ketika saya membacakan puisi ini, semua teman diam dan tegang. Saya pun ikut tegang karena semua mata teman menatap saya. Sejak pembacaan puisi Aku, saya pun mulai disayang teman dan Bu Rina guru Bahasa Indonesia kami. Bahagianya ketika kita dianggap. He he he.

Kalau/ sampai waktuku//
Ku mau/ tak seorang/ kan merayu//
Tidak juga/ kau//

Puisi Aku pada baris pertama, kedua, dan ketiga itu sering kami gunakan untuk bercanda dengan teman-teman. Jika ada teman yang memelas atau meminta sesuatu, kami pun mendeklamasikan ketiga larik di atas. Diberi penekanan sambil menunjuk dengan telunjuk pada larik 3, Ti...dak ju...ga Kau....!


Tak perlu/ sedu sedan itu//
Aku ini/ binatang jalang//
Dari kumpulannya/ terbuang//

Jika ada yang menangis karena kangen kampung dan orang tua, kamipun melantunkan dengan lantang larik 4,5, dan 6. Kami mengartikan larik ke 6 dari rumah terbuang. 

Hidup di tempat kos dengan biaya hidup pas-pasan memang terasa terbuang. Untuk beli goreng, kerupuk kuah, dan pisang kapik, kami harus menukar dengan beras karena uang tak ada. Tapi kami punya beras lebih selaku anak petani. Kami bahagia dan tak dikucilkan karena itulah tren belanja pada tahun 1989-an itu, barter.


Biar peluru/ menembus/ kulitku//
Aku/ tetap meradang/ menerjang//
Luka/ dan bisa kubawa berlari//
Berlari//

Jika ada Ulangan Harian yang susah ditaklukkan maka kami bersama teman-teman melagukan larik 7,8, 9, dan 10. Penekanan pada larik 9 dan 10. Luka/ dan bisa/ kubawa/ berlari/
Berlari//

Biasanya diiringi tangisan kesepian karena kangen kepada Mak di kampung. Terbayang Mak memakai baju kerja ke sawah basah dan berlumpur di bawah terik  matahari yang panas. Lalu semangat menyala lagi hingga kami deklamasikan...

Hingga/ hilang/ pedih/ peri...
Dan aku/ akan lebih tidak peduli/
Aku/ mau hidup/ seribu tahun lagi//

Biasanya di kosan semua kakak kelas pun akan ikut meraung menangis. Mengerumuni kami membaca puisi. Lalu kami berpelukan, tertawa, dan kembali menghafal. Sugguh masa sekolah menyenangkan berpuisi ria. Puisi ini memang jitu pembangkit semangat juang.

Tak terasa puisi Aku sudah 100 tahun ditelurkan sang puitis idealis Chairil Anwar. Terbayang foto Chairil dengan hiasan entah penah atau rokok.

Puisi Aku dalam Mengenang 100 Tahun Chairil Anwar

Puisi Aku pas kita resapi ketika sedang galau, down, sedih, dan kehilangan motivasi. Semangat beliau menurut Armyn Pane dan HB. Jassin terwakili dari kata Aku. Aku di sini mengandung arti api yang berkobar melawan Jepang.

Bahkan puisi dalam kenangan ini pernah ditolak redaksi Panji Poestaka untuk dimuat karena takut kepada Jepang. Kemudian puisi Aku dimuat di Majalah Timur oleh Nur Sutan Iskandar.

Puisi-puisi besutan Chairil memang terkenal idealis, individualis, dan provokatif kepada rakyat Indonesia agar semangat memperjuangkan kemerdekaan yang kala itu kita sedang diduduki Jepang. Jepang pada saat itu sangat sensitif dan mudah tersulut emosi karena masa itu pemuda giat menulis.

Tulisan-tulisan mereka yang menggadang kemerdekaan dan cinta tanah air inilah yang memicu Jepang mudah marah. Tapi Chairil dan teman-teman poejangga tak bergeming. Mereka terus produktif menulis sajak.

Mengutip Chairil Anwar, Hasil Karya dan Pengabdiannya (2009) karya Sri Sutjianingsih, puisi Aku merupakan gambaran hidup Chairil Anwar yang individualistis, kritis, dan cinta tanah air.

Semangat Chairil Anwar hingga hari ini tetap berkobar dalam lomba-lomba yang diadakan karena Puisi Aku tetap menjadi puisi wajib di tengah berseliwerannya puisi dan sajak. Namun disayangkan pada K-13 dan K-Merdeka membaca puisi tidak ada lagi.

Semoga dengan Mengenang 100 Tahun Chairil Anwar ini para pembuat kebijakan kembali merevisi kurikulum dan tak lupa lagi memasukkan pembelajaran membaca puisi bukan hanya menulis puisi agar karakter  penyair bisa pula ditiru generasi hari ini.

Demikianlah Puisi Aku dalam Mengenang 100 Tahun Chairil Anwar.

Yusriana, S.Pd

Salah seorang guru Bahasa Indonesia yang rindu mendengar Puisi Aku karya Chairil Anwar di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun