Tanaman bakau atau yang populer dengan nama mangrove, biasa kita temukan di area pesisir. Tanaman ini dikembangkan populasinya dikarenakan memiliki fungsi dan manfaat yang sangat besar. Terutama, di tengah isu perubahan iklim dan upaya merestorasi bumi saat ini.
Jakarta, sebagai kota metropolitan, memiliki area sisi utara yang berbatasan langsung dengan laut Jawa. Di area yang biasa disebut pesisir ini, tanaman mangrove dikembangkan.
Area mangrove kemudian dibuka sebagai objek wisata hijau. Dalam jelajah wisata, pengunjung bisa menikmati suasana asri rerimbunan mangrove, sekaligus terlibat langsung dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove.
Jelajah Hutan Mangrove bersama Teman-teman Komunitas
Pada hari Sabtu, tanggal 23 Agustus 2025, saya mendapat kesempatan ikut serta dalam acara Jelajah Taman Wisata Alam (TWA) Mangrove Angke Kapuk. Acara ini diselenggarakan oleh ClicKompasiana dan Kreatoria.
Agendanya adalah mengeksplorasi area hutan mangrove yang terletak di pesisir utara Jakarta. Sebagai area konservasi yang dibuka untuk umum, hutan mangrove dengan fasilitasnya, menjadi sarana wisata hijau, yang berfokus pada edukasi ekologi dan pelestarian lingkungan.
Teman-teman blogger, tentunya tak melewatkan kesempatan baik ini ya. Untuk bertemu sesama blogger, membuat konten, sembari healing and refreshing berwisata hijau di pesisir utara Jakarta.
Harapan setelah mengunjunginya adalah bisa mendapat kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya lingkungan hijau. Sekaligus, memiliki pengalaman secara langsung pada upaya pelestarian area konservasi.
Lokasi TWA Angke Kapuk berada di Jalan Mualim Teko, Pantai Indah Kapuk, Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Areanya mudah dijangkau menggunakan transportasi umum.
Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line menjadi pilihan saya. Dari Stasiun Klender, Jakarta Timur, saya naik kereta jalur Bekasi-Angke. Turun transit di Stasiun Manggarai, berpindah ke jalur 9-10 dan lanjut naik KRL Commuter Line menuju Stasiun Jakarta Kota.
Stasiun Jakarta Kota menjadi lokasi titik kumpul peserta jelajah kali ini.
Bu Muthiah, penggagas acara, rupanya menyiapkan kejutan. Selain membawa jajanan pasar untuk sarapan peserta, ada apresiasi bagi tiga peserta yang datang awal ke titik kumpul.
Pak Bambang Irwanto Soeripto, Pak Taufik Uieks, dan saya, mendapat tanda mata unik bertema Kereta Api Indonesia (KAI). Asyiik!
Setelah peserta kesembilan dan kesepuluh tiba, perjalanan dimulai. Keluar stasiun, berjalan sekitar 50 meter menuju Halte TransJakarta (TJ) Stasiun Kota. Kami naik bus TJ jurusan Stasiun Kota-Blok M, turun di Halte Glodok untuk transit, kemudian pindah bus menuju Pantai Maju, Pantai Indah Kapuk (PIK).
Perjalanan menuju lokasi cukup lancar. Sekitar satu jam kemudian, kami sampai di titik turun yaitu di depan Tzu Chi School. Nah, di sini kami bertemu dengan peserta kesebelas. Horee.. lengkaplah.
Di bawah naungan tajuk pohon trembesi, berjalan menyusur trotoar luar pagar Tzu Chi School itu rasanya adem dan silir. Bergerak ke arah kedatangan, berbelok ke kanan, lanjut berjalan, berbelok lagi ke kanan memutari sebagian area sekolahan.
Nah, itu dia! Gerbang TWA Angke Kapuk berada di sisi kiri. Menyeberang dulu! Hati-hati melangkah, lihat kanan dan kiri sebelum menyeberang.
Teman-teman, yuk! Kita mulai petualangan jelajah area ini.
Secuplik Sejarah TWA Angke Kapuk
TWA Angke Kapuk diresmikan pada tanggal 25 Januari 2010. Namun, perjalanan panjang telah ditempuh sebelum hari itu. Dan setelahnya hingga sekarang.
Awalnya, tahun 1928, kawasan ini merupakan bagian dari Kawasan Hutan Angke Kapuk dengan luasan 99,82 Ha. Sayangnya, seiring waktu, fungsi dan kondisinya berubah. Sekitar 90% dari total area beralih fungsi menjadi tambak ilegal.
Menteri Kehutanan, Ir. Djamaludin Suryohadikusumo, pada tahun 1995, menetapkan area ini menjadi Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk. Izin untuk merestorasi dan mengelola kawasan kemudian diberikan kepada PT. Murindra Karya Lestari.
Mangrove, Potensi, dan Upaya Restorasi
Bila melihat potensi, hutan mangrove di Indonesia luasannya mencapai 3,36 juta Hektar. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Luar biasanya lagi, dari 70 jenis mangrove yang tersebar di dunia, 48 jenis di antaranya bisa ditemukan di Indonesia. Nah!
Sayangnya, potensi ini dibarengi dengan banyak aktivitas di pesisir dan nonpesisir yang justru menyebabkan hutan mangrove terus terancam keberadaannya. Misalnya, pengalihan fungsi lahan, eksploitasi sumber daya air, pembuangan sampah dan limbah ke aliran sungai.
Upaya restorasi dan pengembangan wisata alam digiatkan dan mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak. Kembali ke wilayah Jakarta, saat ini, sekitar 63,2 Hektar area hutan mangrove di pesisir Jakarta telah menjadi area konservasi.
Apa sih pentingnya tanaman mangrove di pesisir?
Tanaman mangrove memiliki akar yang sangat kuat mencengkeram tanah. Perakaran lebatnya mampu mengikat dan membangun kepadatan tanah.
Sekelompok mangrove dapat menahan daratan dan memperlambat aliran air laut menggerus daratan. Sehingga bisa mencegah erosi atau abrasi di kawasan pesisir.
Mangrove dapat menstabilkan ekosistem. Menahan potensi cemaran yang terbawa aliran sungai. Misalnya, sampah dan limbah. Akan tersangkut di area mangrove sehingga tidak sampai mencemari laut.
Apakah mangrove lantas menjadi tercemar? Hebatnya Sang Maha Suci menciptanya, mangrove mampu menyerap dan menahan polutan. Akarnya mampu menyaring nitrat, fosfat, timbal, merkuri, dan polutan lain. Ia bisa menetralisir dan menstabilkan kembali ekosistem.
Hutan mangrove dapat menangkap sejumlah besar emisi karbon dioksida dan efek gas rumah kaca dari atmosfer. Kabarnya, dalam kisaran 3 sampai 4x lebih besar dan efektif dibanding hutan hujan tropis.
Sehingga, jelas bahwa mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting bagi ekosistem. Dan saat ini, menjadi krusial dalam menghadapi perubahan iklim dan mempertahankan kelangsungan hidup seluruh mahluk.
Ehem.. meski mangrove memiliki kemampuan luar biasa, bukan berarti sebagai manusia, bisa berbuat seenaknya dan lantas meletakkan tanggung jawab dan beban begitu saja kepada mangrove untuk menetralisir lingkungan ya.
Mangrove pun memiliki ambang batas cemaran. Sebagaimana makhluk hidup lain, ia memerlukan ruang tumbuh yang memadai.
Sebagai manusia berdaya, kita perlu turut mengupayakan kondisi yang mendukung bagi kelestarian ekosistem mangrove. Demi bumi dan masa depan yang lebih sehat. Demi bumi yang nyaman kita tinggali dan akan kita wariskan kepada generasi penerus.
Rimbunan mangrove di area pesisir, ibarat pasukan pertahanan yang berada di garda terluar. Dalam posisi tersebut, ia berfungsi menahan segala ancaman dari luar serta melindungi kawasan yang berada di dalamnya.
Perlindungan alami bisa dirasakan langsung oleh penduduk yang tinggal di area pesisir. Keberadaan hutan mangrove dapat membantu menahan (memecah) gelombang laut saat cuaca ekstrem.
Dalam berkehidupan, area mangrove merupakan ruang tumbuh perekonomian masyarakat pesisir. Banyak manfaat yang bisa diambil secara alami untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Misalnya, buah mangrove bisa diambil dan diolah menjadi sirup, selai, tepung, juga sebagai pewarna alami. Ikan dan udang yang hidup di perairan mangrove, juga bisa menjadi sumber penghasilan.
Ciri Unik Morfologi Mangrove
Tipe akar mangrove dapat dijadikan sebagai cara mengindentifikasi jenis mangrove. Selain bentuk akar, mangrove bisa dikenali dari bentuk bunga, bentuk tulang daun, bentuk pohon dan beberapa ciri morfologi lain.
Ada yang namanya akar pasak/akar nafas. Muncul dari perluasan akar yang tumbuh secara horisontal. Memanjang ke luar ke arah udara, akar ini bentuknya seperti pensil atau kerucut yang menonjol ke atas. Akar ini terdapat pada Avicennia alba, Xylocarpus moluccensis, Sonneratia alba.
Ada pula akar tunjang, yang keluar dari batang dan tumbuh ke dalam substrat. Akar ini merupakan akar udara yang tumbuh mencuat dari batang pohon dan dahan paling bawah, memanjang ke luar menuju ke permukaan tanah. Akar ini terdapat pada Rhizophora apiculata, Rhizopora mucronata, Rhizopora stylosa.
Pengalaman Unik Pengunjung Bisa Turut Menanam Bibit Mangrove
Upaya restorasi dan konservasi perlu bantuan tangan-tangan manusia secara langsung. Misalnya, pada pembibitan. Meski bisa terjadi secara alami, pembibitan buatan pada habitat alami dengan bantuan manusia, dapat meningkatkan peluang hidup mangrove. Memperbesar kemungkinan perluasan area, dan terjaganya kelestarian ekosistem mangrove.
Kegiatan penanaman bibit bisa memperkaya wawasan dan pengalaman. Juga, meningkatkan rasa keberartian. Bahwa diri manusia ada untuk bermanfaat bagi kelestarian lingkungan dan bumi.
Pengalaman Menjelajah Taman Wisata Alam Hutan Mangrove
Pssttt… Teman-teman, sini-sini… Saya mau bisikin sesuatu… !
Memasuki area mangrove itu ibarat memasuki arena konser alam. Panggung maha sempurna dengan pertunjukan yang tak terbayang sebelumnya.
Sebuah mahakarya yang semua jamuannya tersaji istimewa. Pesona penampil menghampar di sepanjang pandangan. Memukau, diiringi orkestra para penghuni hutan. Kesemuanya padu membentuk simfoni!
Melangkah... pelan… tenang… rasakan…
Titian yang membujur sepanjang pandangan adalah tempat kaki berpijak. Disusun dari batang-batang bambu yang dijejer rapi, jalur ini seolah tuts melodi yang siap untuk ditekan.
Langkah menapakinya bagaikan sedang memainkannya. Setiap pergerakan kecil akan memunculkan efek seriosa teaterikal.
Satu demi satu suara alam bermunculan.
Kicau burung, kecipak ikan di permukaan, angin menggesek daun disusul suara kumbang hutan dan.. tunggu-tunggu,,
Itu apa ya? suara monyet kah? Wah, tengak-tengok duluu,, di mana ada monyet???!
Dalam jalur jelajah, aneka satwa bisa ditemui. Di antaranya: burung, kupu-kupu, kumbang, serangga hutan, biawak, ikan.
Saya melihat burung kuntul putih meloncat dari persembunyian di semak akar. Juga ketika berada di menara pengamatan burung, ada kawanan kecil sekira tiga burung berwarna coklat kehitaman terbang melesat cepat. Apakah itu burung pecuk ular?
Kuntul putih dan pecuk ular merupakan jenis burung pemakan ikan. Mereka termasuk satwa yang dilindungi. Habitatnya memang di sini. Di area genangan air luas, danau, dan sungai besar.
Sayangnya, saya tidak berhasil mengabadikan momen tersebut dengan kamera telepon genggam. Menggemaskan ya!
Hal ini mengajarkan saya bahwa ada kalanya sesuatu hadir sebagai hadiah spesial. Dalam waktu yang hanya sekejapan, bisa menikmati dengan indera sejati sudah tentu merupakan suatu karunia tersendiri. Kesempatan langka yang tidak terjadi setiap hari.
Dalam jalur jelajah, aneka flora khas hutan mangrove terhidang. Senangnya, ada papan identitas yang terpajang. Ini memudahkan dan menambah pengetahuan jenis tanaman. Api-api (Avicennia marina), Bakau (Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa), Lindur (Bruguiera gymnorrhiza), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Bidara (Sonneratia caseolaris), Bintaro (Cerbera manghas), dan masih ada lainnya.
Berjalan perlahan, kami bergerak menuju jembatan gantung.
Angin menerpa, menyebabkan daun-daun di dahan bergoyang. Celah yang terbentuk menjadi jalan masuk bagi sinar mentari. Sesekali kilaunya jatuh mengenai pipi.
Tepat di depan mata, jembatan gantung telah siap untuk dilintasi perlahan.
Melangkah.. ayo.. bisa.. melangkah lagi.. Pekik seru di dalam hati, di antara aroma kayu dan nuansa magis rimbun pepohonan.
Di bawah jembatan, permukaan air bening dan tenang. Seolah ia tersenyum menyaksikan. Serupa cermin, ia memantulkan semua bayangan makhluk kasat mata yang melintas di atasnya.
Orkestra alam masih berlangsung menjadi latar. Diselanya, muncul suara sahabat membelai hangat
“Berpegangan!... Hati-hati melangkah!”
Di atas jembatan gantung, di tengah belantara mangrove, makhluk-makhluk ciptaan Tuhan berkilauan sempurna.
Banyak hal menakjubkan tampil secara sederhana. Sesederhana mendekatnya kupu-kupu yang terbang rendah kemudian hinggap di atas kelopak bunga. Ya, bunga-bunga tengah merekah.
Kupu-kupu mulai mengepakkan sayapnya perlahan. Ia mulai menghisap sari madu! Lagi-lagi, ini pemandangan yang tidak setiap hari bisa saya lihat.
Ingatan saya melayang ke masa lalu. Perjalanan jelajah kali pertama. Berada dalam iringan siswa siswi belia yang mengikuti sang ibu guru, langkah kecil ini menapaki tanah padat yang berumput di kedua sisinya. Senandung lirih nyanyian sahabat mengiringi. Menghibur dan menenangkan.
“Kupu-kupu yang lucu.. ke mana engkau terbang…
hilir mudik mencari.. bunga-bunga yang kembang…
berayun-ayun… pada tangkai yang lemah…
tidakkah sayapmu… merasa lelah… “
(Lagu: Kupu-kupu yang Lucu. Ciptaan Saridjah Niung/Ibu Sud)
Kupu-kupu sering digunakan sebagai indikator kesehatan lingkungan. Dan ya, mudah sekali menjumpai kupu-kupu di sini. Mereka beterbangan hampir di setiap rerumpunan bunga.
Saya bisa belajar dari alur metamorfosis kupu yang menakjubkan. Dari telur menetas menjadi ulat, berubah menjadi kepompong, kemudian menjadi kupu-kupu yang cantik.
Sama seperti manusia. Lahir, berproses mendewasa, berkarya, untuk kemudian berjaya. Dalam kebermanfaatan dan keberkahan.
Setiap tarikan nafas di ruang alam ini, seolah mengisi kembali energi. Membawa kebaruan dan kebahagiaan.
Energi yang mengaliri nadi menuju pusat syaraf, menyebar ke seluruh penjuru fungsi. Berupa semangat baru untuk menyongsong hari-hari kehidupan ke depan.
Setiap hembusan nafas, bagai saluran residu yang mengeluarkan tumpukan kelelahan. Terbuka peluang penggelontoran dan penghabisan di tempat ini saja. Dan setelahnya, terasa ringan dan mengembang segar lagi.
Ruang alam bisa menjadi ruang penyadaran untuk mendekat. Pada siapa lagi kalau bukan kepada Sang Pencipta. Semua karya fenomenal yang nampak rumit bagi saya, sungguh teramat mudah bagi-Nya. Termasuk, keberadaan kami bersebelas di tengah rerimbunan hutan mangrove. Kami diberi kesehatan dan kemudahan, bisa melakukan perjalanan lebih dari 10.000 langkah di area ini.
Wisata hijau nyatanya tak hanya dapat menghijaukan indera dan jiwa. Wisata hijau dapat menyadarkan, bahwa keberadaan kita sebagai manusia, sangatlah berarti. Bagi diri sendiri, bagi sesama, juga bagi alam.
Wisata hijau menyuarakan keinginannya untuk melibatkan kita sebagai manusia, turut berupaya menghijaukan dan melestarikan ekosistem alami bumi.
Wisata hijau sekaligus menjadi ruang edukasi. Dalam suasana segar, kita perlu belajar. Memahami alam dan cara merawatnya. Mengetahui flora dan fauna, juga bagaimana ekosistem bekerja dalam kealamiannya. Hal ini diperlukan sebagai dasar bagi kita untuk menentukan ragam upaya terbaik menjaga kelestariannya.
Di pusat area kegiatan, sedang ada perayaan Sahabat Mangrove. Ada aneka kegiatan edukasi seperti: membatik canting, membuat pola ecoprint, dan melepas satwa liar.
Kami sempat bertemu dengan sekelompok anak muda pecinta lingkungan. Pim (nama perempuan) dan kawan-kawannya, terlihat sangat antusias berada di area pusat kegiatan. Mereka memiliki beberapa agenda hari itu. Satu di antaranya adalah memungut sampah di area hutan mangrove.
“Kami dari Youth Ranger, Kak.” Sapa ramah mereka.
Kembali ke rombongan jelajah. Setelah eksplorasi dicukupkan, kami makan siang. Sebagian lanjut ibadah di musala yang berada di area pusat kegiatan.
Sekilas Perawatan Area TWA Angke Kapuk
Pengembangan area TWA Angke Kapuk tak lepas dari peran petugas yang melakukan perawatan dan perbaikan. Jalur rawan secara berkala diperiksa.
Menurut Ferdy, seorang petugas TWA Angke Kapuk, bila ditemukan adanya penurunan kualitas, misalnya pada jalur bambu, akan dilakukan peremajaan berupa penggantian. Hal ini dilakukan demi menjaga keamanan pengunjung yang melintas.
Setiap perjalanan adalah keajaiban. Dan setiap tempat, seolah memiliki rahasia dan kejutan yang menunggu. Kejutan yang siap ditampilkan kepada siapapun yang mengunjunginya.
“Ayok.. ayok.. naik dulu ke bus, Teman-teman semua, tap kartu sembari bus jalan saja!” Suara Mas Ikhsan mengintruksi.
Pintu bus ditutup, petugas membantu kami men-tap kartu. Meski di-tap, ini gratis!
Alhamdulillah. Yang satu ini juga kejutan. Bus wisata bertingkat, muncul sesaat setelah kami tiba di halte TJ seberang Tzu Chi School.
Sebagian dari kami langsung mengambil posisi duduk yang nyaman. Sebagian lagi, termasuk saya, naik menuju lantai atas.
Ini adalah kali pertama saya naik bus bertingkat di Jakarta. Setelah memilih tempat duduk, saya segera menyandarkan bahu dan menyelonjorkan kaki.
Suhu sejuk di dalam bus berpelukan dengan rasa kenyang di perut. Yah, mungkin ini kesempatan untuk asyik dan khusyu dengan pikiran sendiri.
Jalur tol dan jalur layang seolah menjadi jembatan. Perlahan namun pasti, mengembalikan kami lagi ke dunia asal.
Hingga kami sampai di Halte Stasiun Jakarta Kota, untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tinggal masing-masing.
Alhamdulillah. Acara jelajah berlangsung lancar. Semoga ada kesempatan bisa berjumpa kembali.
Terima kasih kepada:
- Ibu Muthiah Alhasany (Penggagas Komunitas ClicKompasiana) dan Mas Dhul Ikhsan (Penggagas Kreatoria).
- Kompasianer peserta walking tour TWA: Bapak Sutiono Gunadi, Bapak Taufik Uieks, Bapak Bambang Irwanto Soeripto, Mbak Zarna Fitri, Mbak Inong Islamiyati, dan Mbak Erin.
- Mas Aan Widi dan Mas Aldy.
- Tim petugas TWA Angke Kapuk.
- Teman-teman yang telah berkenan hadir dan membaca tulisan. Salam hangat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI