Mohon tunggu...
Reyhan Herwanda
Reyhan Herwanda Mohon Tunggu... Lainnya - Directorate General of Taxes Officer

currently studying in PKN STAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Potensi Pajak, Ketika Kebutuhan Pokok Menjadi Mewah

2 Mei 2024   10:10 Diperbarui: 8 Mei 2024   07:00 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi barang yang transaksi jual belinya terkena pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). (Sumber: SHUTTERSTOCK/TXKING via kompas.com)

Biasanya kita menyimpulkan suatu barang dikatakan premium ketika barang itu mahal, tetapi bukannya kata 'mahal' itu relatif? Berarti di sini untuk menentukan predikat premium harus dibuat kriteria-kriteria. 

Apakah kriteria dapat dilihat dari kelas pembelinya, apakah dengan melihat dari segi harganya melalui harga wajar barang pokok biasa. Dengan menentukan kriteria tersebut pemungutan pajak atas barang pokok premium akan lebih jelas adminitrasinya. Tentunya hal ini harus lebih dikaji lebih dalam lagi oleh pembuat kebijakan.

Untuk ongkos pemungutan, dapat muncul dari peningkatan pengawasan barang pokok premium impor oleh petugas bea dan cukai, peningkatan pengawasan oleh petugas pajak atas penyerahan barang pokok premium.

Tidak hanya itu, serta sosialiasi barang pokok premium kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) terkait pemungutan PPN atas barang pokok premium, khususnya untuk PKP yang menjual barang kebutuhan pokok.  

Tentunya untuk melakukan pengawasan dan sosialasi berarti harus ada hukum yang memayunginya agar pemungutan pajak tidak asal pungut. Hal ini akan dibedah oleh asas berikutnya, yaitu asas hukum.

Asas hukum menjelaskan bahwa pemungutan pajak harus memiliki dasar hukum yang melandasinya. Sampai saat ini belum ada aturan yang secara jelas mengatur pemajakan atas barang pokok premium. 


Namun pengenaan PPN atas barang pokok premium sangat bisa dilakukan dikarenakan sesuai Pasal 30 Peraturan Pemerintah No 49 tahun 2022 menjelaskan bahwa pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok bisa bersifat sementara waktu atau selamanya. 

Hal ini disesuaikan dengan evaluasi dengan pertimbangan kondisi perekonomian dan dampaknya terhadap penerimaan negara. Tentunya melalui pasal tersebut dapat membuka kesempatan untuk pengenaan barang pokok premium.

Meskipun masih terdapat beberapa tantangan dalam pengenaan PPN barang pokok premium, pengenaan PPN barang pokok premium sangat bisa menjadi potensi penerimaan negara. 

Para pembuat kebijakan negara harus mengkaji fenomena barang pokok premium ini untuk dikenakan PPN karena kita tidak bisa memungkiri bahwa perkembangan pangan akan terus berkembang dan akan terus bermunculan barang pokok premium lainnya. 

Tentunya bukan hanya penerimaan negara yang kita kejar, tetapi juga bagaimana pengenaan pajak barang pokok premium dapat memberikan keadilan mengingat barang pokok premium ini sebagian besar dinikmati oleh masyarakat tertentu.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun