Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Resolusi 2019, Jauhi Hate Speech

4 Januari 2019   13:03 Diperbarui: 4 Januari 2019   13:21 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perkembangan teknologi dan atmosfer kebebasan yang dinikmati masyarakat kini adalah buah manis dari perkembangan zaman. Teknologi maju sedemikian rupa. Yang dulu tak mungkin terjadi, saat ini hal itu bukan lagi sebagai hal yang sulit.

Dulu orang harus kirim fax untuk mengabarkan sesuatu, kini tak perlu lagi. Orang hanya perlu email atau memakai media sosial atau memakai wa untuk mengirimkan kabar. Secepat kilat kabar itu akan sampai.

Atmofer kebebasan berpendapat juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Jika dulu banyak hal dibungkam, dan banyak rakyat yang tertekan, kini hal itu tak ada lagi. Masyarakat dengan leluasa dapat mengemukakan pandangannya melalui apa saja. Visual maupun narasi.

Teknologi dan kebebasan ini ternyata membawa konsekuensi besar. Yaitu ketidakmampuan masyarakat untuk menakar mana konten-konten yang layak diucapkan mana yang tidak. Ini tercermin dari ujaran-ujaran yang ditampilkan di media sosial. Banyak pihak yang tidak terlalu paham bagaimana harus menulis konten dengan baik dan pantas.

Terbongkarnya sindikat Saracen pada tahun 2017 lalu, adalah salah satu contoh bagaimana fenomena teknologi dan atmosfer kebebasan disalahgunakan. Saracen adalah organisasi professional yang menghimpun seperangkat alat lunak dan konten untuk menyebarkan pesan-pesan tertentu.

Kebanyakan pesan yang diproduksi oleh Saracen adalah pesan dengan konten yang mengandung ujaran kebencian dan SARA. Tak jarang konten-konten itu bersifat provokasi dan membuat orang lain benci terhadap lainnya.

Konten-konten ini diproduksi terus menerus sepanjang beberapa waktu dan di sebarkan secara massif. Pada saat organisasi ini diendus oleh pihak kepolisian ternyata mereka bisa mengimpun sekitar 800 ribu akun yang menyebarkan konten-konten penuh kebencian dan provokasi. Tak jarang mereka menyebarkan konten yang tak layak untuk menghina Negara. Bisa dibayangkan bagaimana organisasi ini bekerja.

Penangkapan actor-aktor Saracen adalah salah satu contoh bahwa teknologi dan kebebasan berpendapat yang kita miliki juga punya koridor-koridor hukum dan etika. Koridor hukum mungkin sudah jelas dengan adanya aturan-aturan yang diatur di UU ITE. Meskipun awalnya UU ITE itu ditujukan untuk mengatur sector perdagangan (e coommers) yang saat itu mulai marak, tetapi ternyata sector sosial dan politik, amat memerlukan regulasi agar tidak kebablasan. Karena itu UU ITE dipakai untuk mengaturnya.

Sedangkan koridor etika mungkin tak perlu dijelaskan lagi. Karena bangsa kita ini tumbuh dengan budaya dan etika yang agung. Perbedaan pendapat bisa dilakukan tapi tak lupa dengan menghargai perasaan dan kondisi orang lain.

Kita bisa bayangkan jika Saracen dibiarkan akan menganggu perdamaian dan kesatuan. Karena itu kita harus ingat bahwa kita jangan terjebak pada alur-alur ujaran kebencian yang dapat memecah persatuan bangsa.

Apalagi jika dikaitkan dengan kontestasi politik yang akan dilakukan oleh bangsa Indoensia pada 2019 ini. Pemilu seharusnya bisa menjadi alat persaingan politik yang sehat untuk memilih pemimpin yang bisa kita percaya membawa bangsa ini pada kesejahteraan dan keadilan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun