Mohon tunggu...
Retno Permatasari
Retno Permatasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Usaha Kecil

seorang yang senang traveling

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hindari Kekosongan Ini, Terbebas dari Radikalisme

24 Februari 2016   23:53 Diperbarui: 25 Februari 2016   11:55 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pribadi sampai sekarang masih belum bisa menalar, apa untungnya bergabung dengan ISIS. Meski berbagai tawaran menggiurkan dijanjikan, saya merasa tidak untungnya bergabung dengan mereka. Coba kita perhatikan, membunuh seenaknya. Bahkan, belakangan kelompok ini mulai menggunakan anak untuk melancarkan aksi terornya. Sungguh sangat tidak manusiawi. Lalu, kenapa ya masih saja ada yang ingin bergabung dengan kelompok teroris ini?Direktur deradikalisasi BNPT, Prof Ifran Idris menyatakan, faktor seseorang menjadi radikal adalah karena kosong pikiran, kosong hati dan kosong kantong (sumber: dari sini).

Mari kita coba telaah, apa yang menyebabkan seseorang menjadi kosong pikiran? Bisa jadi karena orang tersebut banyak masalah, tertekan, atau tidak mendapatkan perhatian. Yang jelas, pikiran kosong ini telah membuat kerja otak berhenti. Pada saat inilah, sugesti apapun yang masuk akan mudah diterima. Contoh sederhana adalah hipnotis. Alam bawah sadar kita sangat mudah menerima sugesti apapun. Lalu, kosong hati. Mungkin diantara kita pernah merasa ada sesuatu yang hilang. Kondisi ini biasanya terjadi ketika sedang labil, galau, atau dirundung masalah. Orang yang sadang galau, akan mudah untuk diarahkan, atau dibujuk.

Lalu, kosong kantong. Bagi Anda yang bekerja, kosong kantong ini biasanya terjadi di tanggal tua. Tapi, jika kantong kosong dalam waktu yang lama, tentu akan menimbulkan masalah tersendiri. Kantong kosong ini seringkali dijadikan ‘pembenaran’ untuk melakukan tindak terorisme. Padahal, sudah bukan menjadi rahasia, kalau ada aliran dana dalam jumlah besar, mengalir ke kelompok terorisme untuk melancarkan aksinya.

Lalu, bagaimana caranya mengatasi ketiga kekosongan tadi? Menurut saya simpel saja. Kalau tidak mau kosong pikiran, ya..tinggal perbanyak aktifitas. Ikut berorganisasi, berolahraga, atau aktifitas positif lainnya. Agar tidak kosong hati? Tinggal mendekatkan diri pada Tuhan. Pasti hati kita akan sejuk, dan terhindarkan dari perasaan galau. Trus, agar tidak kosong kantong? Ya..tinggal bekerja saja kan. Mudah saja, tidak usah dibuat ribet.

Tapi, bagi para simpatisan ISIS, persoalanya mungkin tidak sesimpel itu. Karena hal ini berkaitan dengan keyakinan, dan upaya untuk mewujudkan negara Islam, yang sesuai dengan hukum Islam. Buat mereka, bisa jadi solusi dari semua permasalahan di dunia ini adalah kekerasan. Lihat saja, tidak sedikit orang yang dibunuh, hanya karena persoalan sepele. Ada anak yang tega membunuh ibunya, bahkan ada orang tua yang tega membiarkan anaknya menjadi pelaku bom bunuh diri. Sungguh sangat tidak manusiawi.

Untuk bisa menghindarkan diri dari radikalisme, tentu harus segera dicarikan solusi. Salah satu alternatif yang muncul adalah, dengan cara deradikalisasi. Upaya mengurangi pemahaman kekerasan ini, tentu tidak hanya dilakukan di dalam lapas untuk para napi terorisme, tapi juga harus dilakukan di luar lapas, untuk keluarga para terpidana terorisme, dan untuk masyarakat umum yang sudah mulai ‘tercemar’ paham kekerasan. Karena itulah, keterlibatan para mantan teroris yang sudah kembali kejalan yang benar, bisa sangat membantu dalam proses deradikalisasi ini.

Selain itu, program deradikalisasi hendaknya tidak hanya sebatas memberikan pemahaman agama, namun juga harus mampu memberikan ‘alat’ agar para mantan teroris ini bisa survive di masyarakat. Salah satunya membantu dengan program kewirausahaan, dan memberikan modal agar bisa digunakan untuk modal usaha. Sedangkan untuk masyarakt umum, juga perlu mendapat perhatian. Apalagi dakwah-dakwah yang mengandung kebencian, masih sering kita temukan. Tidak hanya di desa, tapi juga di perkotaan seperti Jakarta.

Deradikalisasi yang selama ini telah berjalan, harus terus diupdate sesuai dengan perkembangan jaman. Deradikalisasi juga harus menjawab ketiga kekosongan, yang diduga menjadi penyebab seseorang berperilaku radikal. Jadi…tunggu apa lagi. Semua pihak harus membekali diri agar tidak terjadi kekosongan. Isilah kekosongan tadi, agar terbebas dari radikalisme. Isilah kekosongan tadi agar kita tidak hidup dalam kekosongan, seperti tong kosong, yang nyaring bunyinya tapi tidak ada isinya. Yuk, mari kita renungkan bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun