Pendahuluan
Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat peradaban manusia semakin canggih dan berkembang dalam mengikuti arus perkembangan global. Di tengah arus modernisasi dan globalisasi, manusia modern seringkali dihadapkan pada krisis multidimensional yang mencakup degradasi lingkungan, konflik sosial, dan kekosongan spiritual. Kemajuan material yang pesat ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan pencapaian kebahagiaan dan harmoni hidup. Kondisi ini mendorong pencarian kembali terhadap sistem nilai dan kearifan lokal (local wisdom) yang menawarkan pandangan dunia yang lebih holistik dan seimbang sebagai alternatif dari paradigma antroposentris yang dominan. Perkembangan semakin pesat membuat arus globalisasi semakin modern dan tidak terlepas dengan teknologi.
Pendidikan  memiliki  peran  penting  pada  berbagai  bidang  kehidupan  dan  perkembangan  manusia. Pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, yaitu masyarakat yang memiliki daya juang yang baik pada kehidupannya masing-masing, sesuai bidang yang ditekuninya. Hal  ini  sebagaimana yang  dinyatakan  dalam  Undang-Undang  Sistem  Pendidikan  Nasional  negara  Indonesia,  bahwa  pendidikan nasional  memiliki  fungsi  dalam  pengembangan  kemampuan  dan  pembentukan  watak  serta  peradaban bangsa  yang  bermartabat  dalam  upaya  mewujudkan  kecerdasan  dalam  kehidupan  berbangsa.  Selain  itu, pendidikan nasional juga bertujuan dalam pengembangan potensi peserta didik supaya bertumbuh menjadi insan yang memiliki budi pekerti luhur. (Zaka,A.2022)
Latar Belakang
Dalam  perkembangan  zaman,  pendidikan  juga  mendapatkan  berbagai  tantangan.  Hal  ini  seiring perkembangan era  globalisasi  terlebih setelah dunia memasuki masa Revolusi Industri  4.0 dan Society 5.0. Kemajuan dunia teknologi menghadirkan adanya integrasi antararuang maya dan ruang fisik. Perkembangan ini membawa andil dalam perkembangan dalam berbagai aspek dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, berbagai perubahan dalam dunia pendidikan seperti dalam bidang pendidikan bahasa di Indonesia pun turut terjadi.  Dengan demikian, tak heran apabila sistem pendidikan saat ini telah berbeda dan berkembang cukup signifikan  dibandingkan  sistem  pendidikan  pada  masa  sebelumnya.  Perubahan  ini  tentu  dilakukan  untuk mencapai  tujuan  pendidikan  nasional  mengingat  bahwa  proses  pendidikan  merupakan  sebuah  proses perkembangan yang memiliki tujuan tertentu (Jenilan, 2018).Perkembangan  dunia  pendidikan  di  Indonesia  tidak  terlepas  dari  aliran-aliran  atau  mazhab  tentang penyelenggaraan  pendidikan.  Berbagai  macam  aliran  ini  memberikan  landasan  penyelenggaraan pendidikan melalui berbagai macam pandangan atau tinjauan yang berbeda-beda (Salu & Triyanto, 2017). Penerapan  pembelajaran  dalam  pendidikan  bahasa  di  Indonesia  pun  tidak  terlepas  dari  konsep-konsep tertentu ini.
Berbagai macam aliran dalam penyelenggaraan pendidikan ini tak terlepas dari yang namanya filsafat pendidikan.  Pendidikan  tidak  terlepas  dari  filsafat.  Hubungan  keduanya  sangat  erat.  Hal  ini  dikarenakan filsafat mendasari berbagai aspek pendidikan. Filsafat, khususnya filsafat pendidikan memberikan landasan pemikiran terkait  kurikulum, nilai, maupun  memberikan  kerangka dasar terkait pengembangan pendidikan . Oleh karena itulah, filsafat pendidikan berperan dalam memberikan sumbangan bagi pembinaan pedagogik atau ilmu Pendidikan
sistem  dan  kurikulum  pendidikan  perlu  mendapatkan perhatian  serius  dari  pemerintah  agar  dapat  mencapai  tujuannya  dan  mampu  beradaptasi  terhadap perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi.  Pendidikan  merupakan  komponen  utama  yang berperan penting dalam mewujudkan kemajuan suatu negara dan sebagai tolak ukur pencapaian indeks pembangunan  manusia  yang  lebih  baik (Afif,  2019).  Namun,  pada  kenyataannya  mengutip  dari pernyataan  Kurniawati  (2022),  kualitas  pendidikandi  Indonesia  masih  diperhadapkan  dengan permasalahan pelik dalam lingkup makro dan mikro, yaitu  kurikulum yang minim sosialisasi dan rumit, akses pendidikan yang belum merata, alokasi guru, rendahnya kompetensi guru, biaya pendidikan yang relatif  mahal, metode  pembelajaran  yang  monoton,  sarana  dan  prasarana  pembelajaran  yang  kurang memadai, serta rendahnya prestasi siswa (Ginting, Ginting, Hasibuan, & Perangin-angin, 2022).
Pembahasan / Isi Utama
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata didik, lalu kata itu mendapat awalan "me" sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberikan latihan. Sedangkan secara terminologis mendefinisikan kata pendidikan dari berbagai tujuan ada yang melihat arti pendidikan dari kepentingan dan fungsi yang diembannya, atau ada yang melihat dari segi proses ataupun ada yang melihat dari aspek yang terkandung di dalamnya. Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah "pedagogik" yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai "educare", yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. (Amka.2019).
Filsafat  pendidikan,  dengan  berbagai  pandangannya  seperti  humanisme  dan konstruktivisme,  memberikan  perspektif  yang  mendalam  tentang  bagaimanapendidikan  harus  diselenggarakan  untuk  memenuhi  kebutuhan  perkembangan individu  secara  utuh. (Sari.2024)
Filsafat pendidikan berperan dalam memberikan sumbangan bagi pembinaan pedagogik atau ilmu pendidikan.Penguasaan  filsafat  oleh  pengajar  bahasa  dapat  membantu  pengajar  itu  sendiri  untuk  mengenali pembelajar dan menyukseskan pembelajaran yang dilakukan. Dengan kata lain, pengajar dapat mengajarkan materi  kepada  pembelajar  dengan  baik  melalui  pemilihan  berbagai  metode  pembelajaran  yang  tepat. Berbagai  materi  dan  metode  pembelajaran  tersebut  tentunya  dapat  dikembangkan  sesuai  dengan kebutuhan  pembelajar.  Dengan  kata  lain,  pendidikan  perlu  memperhatikan  sifat  pembelajar  dan  juga kebutuhan setiap pembelajar. Sehingga, materi yang disampaikan oleh pengajar akan dapat sesuai dengan keadaan dan atau kebutuhan pembelajar.Pendidikan  yang  memperhatikan  pembelajar  dengan  berbagai  karakteristiknya  ini  erat  kaitannya dengan  pemikiran  kaum  progresivisme.  Dalam  progresivisme,  hal  yang  menjadi  tujuan  dalam  pendidikan adalah meningkatnya kemampuan atau kompetensi praktis pembelajardalam efektivitas pemecahan masalah melalui  berbagai  pengalaman  yang  dimiliki  pembelajar.  Pendidikan  yang  seperti  ini  tentu  membutuhkan peran aktif pembelajar dalam proses pendidikan.Konsep  pendidikan  seperti  ini  memberikan  pandangan  bahwa  semestinya  pembelajar  mendapat kesempatan  untuk  berpikir  kritis  dan  dapat  bertindak  mandiri  untuk  menemukan  jati  dirinya.  Pendekatan proses  pendidikan  ini  melandaskan  pada  konsep  pendidikan  partisipatif (Mualifah,  2016).  Artinya,  proses pendidikan memberikan kesempatan yang besar  kepada pembelajar untuk menemukan pengetahuan dan mengembangkan  pengetahuan.  Oleh  karena  itu,  proses  pembelajaran  perlu  memberikan  ruang  kepada peserta  didik  untuk  mandiri  dan  dewasa  dalam  berusaha  menemukan  sesuatu.  Pembelajar  dibekali  agar memiliki  kekuatan  bernalar  untuk  dapat  mengatasi  berbagai  permasalahan  yang  muncul  dan  perlu dihadapinya.
Tujuan Filsafat Pendidikan
1. Menentukan Arah dan Tujuan Hakiki Pendidikan, Â Ini adalah tujuan paling fundamental. Filsafat membantu para pemikir, praktisi, dan pembuat kebijakan pendidikan untuk merenungkan dan menetapkan tujuan akhir dari proses pendidikan itu sendiri. Filsafat pendidikan bertanya, "Untuk apa kita mendidik generasi penerus?" Apakah tujuannya untuk menciptakan pekerja yang terampil, warga negara yang demokratis, manusia yang berakhlak mulak, atau individu yang mampu mengaktualisasikan dirinya secara penuh?
 2. Menjadi Dasar Pengembangan Kurikulum, filsafat memberikan landasan rasional untuk memilih dan menyusun materi pelajaran (kurikulum). Memilih Pengetahuan yang Bernilai: Filsafat (khususnya cabang epistemologi) membantu menentukan pengetahuan dan keterampilan apa yang dianggap paling penting untuk diajarkan. Mengapa siswa harus belajar matematika dan sejarah, bukan hanya keterampilan vokasi? Filsafat memberikan justifikasi di baliknya.
3. Membentuk Pola Pikir Kritis, Logis, dan Kreatif . Filsafat adalah "ibu dari segala ilmu" karena ia mengajarkan cara berpikir secara mendalam dan terstruktur. Tujuan ini berfokus pada pengembangan kapasitas intelektual peserta didik dan juga pendidik. Filsafat melatih kemampuan untuk menganalisis argumen, mengidentifikasi asumsi tersembunyi, mempertanyakan bukti, dan melihat masalah dari berbagai sudut pandang. Mendorong Refleksi: Dengan filsafat, siswa dan guru didorong untuk tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga merenungkan makna, relevansi, dan implikasinya. Ini adalah inti dari pembelajaran seumur hidup.
4. Menanamkan Nilai dan Etika. Pendidikan tidak pernah bebas nilai. Setiap tindakan mengajar dan setiap materi yang disampaikan membawa muatan nilai tertentu. Filsafat (khususnya cabang aksiologi dan etika) membantu menjadikan proses ini lebih sadar dan terarah.
- Landasan Moral: Filsafat memberikan dasar untuk membangun karakter, etika profesi (bagi guru), dan pemahaman tentang baik dan buruk. Ini membantu sekolah dalam menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, empati, dan tanggung jawab.
- Menghadapi Dilema Etis: Dalam dunia yang kompleks, siswa akan dihadapkan pada banyak dilema moral. Kemampuan berpikir filosofis membekali mereka dengan alat untuk menavigasi pilihan-pilihan sulit tersebut secara bijaksana.
 5. Menganalisis dan Mengembangkan Metode Pengajaran. Filsafat membantu guru memahami hakikat peserta didik dan proses belajar itu sendiri, yang pada akhirnya memengaruhi cara mereka mengajar.
- Memahami Hakikat Manusia: Bagaimana kita memandang siswa? Apakah mereka "kertas kosong" yang harus diisi (pandangan behaviorisme), atau individu aktif yang membangun pengetahuannya sendiri (pandangan konstruktivisme)? Pandangan filosofis ini akan secara langsung menentukan metode mengajar yang dipilih seorang guru.
- Inovasi Pedagogis: Filsafat mendorong para pendidik untuk secara kritis mengevaluasi metode yang ada dan berinovasi untuk menemukan cara mengajar yang lebih efektif dan manusiawi.
 Memahami Tiga Tujuan Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan sering dianggap sebagai disiplin yang abstrak dan jauh dari praktik kelas sehari-hari. Namun, pada kenyataannya, filsafat pendidikan adalah "dapur pemikiran" yang memberikan landasan, arah, dan evaluasi bagi seluruh kegiatan pendidikan.
Secara umum, filsafat pendidikan memiliki tiga tujuan atau fungsi utama yang saling berkaitan: Inspirasional, Preskriptif, dan Investigatif. Memahami ketiganya membantu kita melihat pendidikan secara lebih utuh dan mendalam.
1. Tujuan InspirasionalÂ
Tujuan ini adalah fungsi filsafat pendidikan yang paling mendasar. Ia bertugas memberikan inspirasi, visi, makna, dan tujuan luhur bagi praktik pendidikan. Ibarat sebuah kapal, tujuan inspirasional adalah mercusuar atau bintang utara yang menjadi penunjuk arah perjalanan.
Filsafat pendidikan dalam fungsi ini tidak berbicara tentang "bagaimana cara mengajar," melainkan menjawab pertanyaan "untuk apa kita mendidik?"
Fokus Utama:
- Menentukan cita-cita dan hakikat pendidikan.
- Merumuskan gambaran manusia ideal yang ingin dihasilkan melalui pendidikan (misalnya: manusia yang bertakwa, warga negara yang demokratis, individu yang kreatif, dll.).
- Memberikan "ruh" atau semangat pada sistem pendidikan agar tidak menjadi sekadar proses teknis yang kering.
Â
2 . Tujuan Preskriptif (Memberikan Resep dan Arah)
Setelah memiliki visi (inspirasional), kita memerlukan tentang bagaimana cara mencapai visi tersebut. Di sinilah tujuan preskriptif berperan. "Preskriptif" berasal dari kata prescribe, yang artinya meresepkan atau menetapkan norma.
Filsafat pendidikan dalam fungsi ini memberikan arahan, kaidah, prinsip, dan rekomendasi konkret mengenai apa yang seharusnya dilakukan dalam praktik pendidikan untuk mencapai tujuan luhur yang telah ditetapkan.
Fokus Utama:
Memberikan rekomendasi metode pengajaran, cara evaluasi, dan bagaimana seharusnya hubungan antara guru dan murid.
Menyusun standar atau norma tentang apa yang dianggap sebagai "pendidikan yang baik".
3. Tujuan Investigatif (Menganalisis dan Mengkritik)
Pendidikan bukanlah sesuatu yang statis. Visi dan resep yang ada perlu terus-menerus diuji, dipertanyakan, dan diperbaiki. Tujuan investigatif (sering juga disebut analitis atau kritis) berfungsi sebagai pengawas kualitas pemikiran dalam dunia pendidikan.
Filsafat pendidikan dalam fungsi ini bertugas menyelidiki, menganalisis, mengklarifikasi, dan mengkritik asumsi, konsep, dan praktik yang ada dalam pendidikan.
Fokus Utama:
Mengklarifikasi makna dari konsep-konsep kunci (misalnya: apa itu "adil"? apa itu "kecerdasan"? apa makna "merdeka belajar"?).
Mengevaluasi secara logis apakah sebuah metode benar-benar konsisten dengan tujuannya.
Mengidentifikasi potensi masalah, bias, atau kontradiksi dalam sistem pendidikan.
Â
Â
Â
Â
Penutup
Optimalisasi tujuan filsafat pendidikan---inspirasional, preskriptif, dan investigatif---adalah kunci untuk menciptakan kebijakan dan praktik pembelajaran yang efektif dan bermakna. Ketiga tujuan ini bukanlah pilar yang terpisah, melainkan sebuah siklus dinamis yang harus berjalan sinergis.
Tujuan inspirasional memberikan visi dan "mengapa" yang luhur, memastikan bahwa kebijakan dan pembelajaran memiliki arah yang jelas dan tidak terjebak dalam rutinitas teknis yang kering. Tanpa visi ini, pendidikan kehilangan jiwanya.
Selanjutnya, tujuan preskriptif menerjemahkan visi tersebut menjadi kerangka kerja yang konkret: kurikulum, metode, dan regulasi. Ia memberikan "bagaimana" yang terstruktur agar cita-cita pendidikan tidak hanya menjadi angan-angan, melainkan dapat diimplementasikan secara nyata di lapangan.
Namun, visi dan resep tersebut harus terus diuji relevansinya. Di sinilah peran vital tujuan investigatif sebagai mekanisme kontrol kualitas. Dengan menganalisis secara kritis asumsi, praktik, dan dampak yang ada, fungsi investigatif memastikan bahwa kebijakan dan pembelajaran tetap adaptif, adil, dan benar-benar menjawab tantangan zaman. Ia mencegah sistem pendidikan menjadi dogmatis dan stagnan.
Dengan demikian, optimalisasi terjadi ketika para pembuat kebijakan dan pendidik secara sadar mengintegrasikan ketiganya: menetapkan visi yang menginspirasi, merancang panduan yang jelas, dan secara konsisten melakukan evaluasi kritis. Sinergi inilah yang melahirkan sebuah ekosistem pendidikan yang tidak hanya cerdas secara strategis, tetapi juga mendalam secara filosofis dan efektif dalam pelaksanaannya.
Â
Â
Daftar Pustaka
Â
Â
Mualifah, I. (2016). Progresivisme John Dewey dan Pendidikan Partisipatif Perspektif Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies), 1(1), 101--121. https://doi.org/10.15642/jpai.2013.1.1.101-121
Sari, F. F., Ariawan, I. P. W., Adnyana, I. P. B., Tika, I. N., & Atmadja, A. T. (2024). Integrasi Filsafat Pendidikan dan Teori Pendidikan dalam Pembelajaran Matematika Berbasis Kontekstual. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Indonesia (JPPI), 4(4), 1844-1853.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI