Pemimpin yang lebih birokratis dan paham akan manajemen kerja menjadi harapan saya ketika masuk kedalam birokrasi pemerintahan. Nyatanya tidak semua pimpinan dalam suatu birokrasi pemerintah memiliki kemampuan manjerial yang mempuni.
Sebagai pemberitahuan saya bekerja sebagai Humas Pemerintah dan Duduk di Bagian Kepegawaian. Kenapa di Kepegawaian ? Ya karena memang kondisi kantor kami kekurangan ruangan, jadi sementara saya di dudukkan di bagian kepegawaian sembari menunggu ruangan yang mempuni, kapan itu ? entahlah.
Dengan jabatan dan posisi yang saya miliki saya telah melihat banyak orang di pemerintahan. Walaupun belum banyak berkecimpung dengan berbagai jenis pimpinan, tapi saya dapat mengamati dari jauh bahwa ada satu tipe pimpinan yang membuat saya geleng -- geleng kepala. Salah satunya adalah tipe Avoidant Leadership.
Ya teman -- teman tidak salah mendengar, ternyata tipe Avoidant bukan saja ditemukan pada hubungan berpacaran (Avoidant Attachment), tapi juga hubungan antara pimpinan organisasi dan bawahan. Ya keduanya memiliki akar permasalahan yang sama yakni kerap menghindar dalam sebuah masalah.
Seorang Avoidant dalam hubungan kerap menghindar akan sebuah masalah yang muncul dan tidak nyaman dengan konflik, mereka cenderung menghindari ketegangan. Begitu pula pada seorang pemimpin yang memiliki karakteristik Avoidant Leadership, mereka cenderung berusaha menghindari konflik yang muncul demi menjaga budaya organisasi.
Walaupun terkesan positif karena mengedepankan keharmonisan, pemimpin yang menghindari konflik tidak sama dengan sosok pendamai yang bijak. Alih-alih menyelesaikan persoalan, kecenderungan untuk menghindar justru bisa memperburuk situasi karena akar masalah dibiarkan tanpa penanganan langsung.
Bayangkan saja didalam organisasi kamu terjadi permasalahan pada sistem kerja. Mereka cenderung mengeluarkan kalimat "kita lihat dulu" atau "memang seperti itu kondisinya". Bahkan titik terburuknya, bukannya membuka ruang pemecahan masalah justru pimpinan ini akan menyerahkan sepenuhnya ke staf teknis atau bawahan tanpa memberikan arah, dukungan, atau keputusan penting. Mereka hanya akan berpesan "Tolong Tindak Lanjuti".
Perilaku ini sebenarnya tidak disadari, hingga muncul permasalahan -- permasalahan kecil hingga akhirnya menggunakan. Sifat Avoidant Leadership memunculkan demotivasi pegawai dan perubahan kebiasaan kerja. Karyawan akan menyembunyikan pengetahuan yang mereka miliki, berpura -- pura bodoh dan dan tidak tahu apa -- apa. Hal ini kita kenal dengan Konsep Knowledge Hiding Behavior (KHB).
Pegawai takut mengungkapkan ide atau pengetahuan karena tidak ada dukungan dari atasan. Jika pun mereka mengungkapkan ide untuk penyelesaian masalah, terkadang mereka malah menjadi tumpuan untuk menjalankan ide tersebut hingga masalah terselesaikan. Mereka tidak memiliki role model internal dalam berkolaborasi dalam pemecahan masalah.
Pada tataran organisasi, Avoidant Leadership justru seperti memelihara Bom Waktu, masalah yang ada ditumpuk sehingga dapat meledak sewaktu -- waktu. Tentu ini sangat berbahaya apa lagi dilingkuna kerja pemerintah, karena imbasnya bukan saja datang secara internal tapi dapat merembat ke eksternal organisasi yakni Masyarakat sebagai penerima layanan pemerintah.