Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Catatan Abdi Dalem (Bagian 25, Bumi Kenyalang) - Angin yang Menerbangkan

7 April 2024   09:43 Diperbarui: 7 April 2024   09:47 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com

            "Yap, benar mas Abdi."

            "Hueebaat, woow.. Berarti nanti dia belok ke kiri ya, eh itu sekarang dia belok!" di depan, mahasiswa itu berbelok ke kiri, menyusuri kumpulan tenda yang berisi prajurit mataram, menuju ke arah aliran sungai.

            "Pasti mereka melihatnya.. hmm.. kalau mereka bertanya itu apa..." pikiran Abdi berjalan cepat, Ia terus memperhatikan dan setelah beberapa menit berlalu mahasiswa yang terbang tadi menyusuri sungai dan yang dari kejauhan tampak seperti gerombolan kambing mencari makan di rerumputan sebelahnya. Mahasiswa itu pun mendarat di padang rumput yang bersebelahan dengan sungai. Pikiran Abdi ikut mendarat dan ia pun sudah memutuskan, sekilas teringat olehnya Dalem yang menghabiskan jatah domba sangat banyak ketika di kapal, bahkan di Malaka pun ia makan berbagai macam hidangan di hotel tempat mereka menginap, sementara Abdi tidak makan sebanyak Dalem. Sekarang gilirannya lah untuk menggunakan beberapa keping pemberian Raden Eru.

            "Hmm.. aku bisa mencobanya kan? Maksudku.. berapa harganya jika kubeli ?" tanya Abdi tersenyum riang kepada para mahasiswa.  

~

            Pegangannya erat di kedua gagang yang tersambung dengan tali ke kain paralayang. Kain itu kini terbuka lebar karena dorongan angin ke arah belakang. Agak sedikit tertarik ke atas, ia dengan mantab berhasil mempertahankan kedua kakinya untuk tetap menyentuh tanah. Diambilnya ancang-ancang dari jarak hanya sekitar lima meter dari tebing, ia pun berlari dan di ujung tebing segeralah ia meloncat menuju angkasa. Awan terasa amat dekat, andai saja ia bisa terbang ke atas sedikit lagi pastilah awan-awan itu bisa digapai oleh kedua tangannya. Segala sesuatunya seolah-olah seperti bisa diraih, dengan gerakan tangan menarik gagang ke bawah ia bisa berbelok ke kiri dan ke kanan. Di depan tampak beberapa kuda berderap melangkah menuju ke atas bukit, ia berniat untuk terbang di atasnya dan berbelok. Ditariknya gagang di tangan kanan sedikit ke bawah supaya belokannya tidak terlalu tajam. Dengan mulus ia pun berbelok, dari bawah seakan-akan burung besar muncul dari balik pepohonan, membuat beberapa penunggang melongok dari atas kuda mereka. Dengan cepat paralayangnya berhasil mendahului kuda-kuda tadi dan ia pun berbelok kembali ke kiri karena di depannya terhampar bukit. Dia menuju aliran sungai sangat panjang yang dilihatnya di hari pertama terbang. Kali ini dia sendiri, berbeda dengan tiga kali penerbangan pertama yang dilakukannya bersama dengan seorang mahasiswa yang sudah mahir.

            Sungai itu amat bersih, ia teringat siluet cukup besar berenang di deretan depan dan berhasil sampai finish. Ia pun teringat orang-orang yang berguguran dan terbaring di tanah ketika lomba lari naik dan turun beberapa bukit dilaksanakan, wajah Dalem yang riang karena berhasil sampai finish tak bisa ia lupakan, ia sangat senang, bahkan esoknya ia menghabiskan hampir satu ekor domba sendirian. Kali ini tanpa protes dari dirinya sedikitpun, ia pun ikut bangga karena rekannya itu berhasil bertahan hingga babak ketiga yang dilaksanakan hari ini, hari keempatnya mencoba berparalayang.

            Akhirnya setelah menyusuri sungai dilihatnya sekumpulan kambing yang merumput di barisan sebelah kiri, ini berarti ia hampir sampai ke tujuan, tempat mendarat yang cukup aman karena rumputnya pendek, lebat serta kontur tanahnya tidak terlalu keras. Begitu melihat tempat itu Abdi menarik kedua gagang ke bawah supaya arah terbangnya lurus dan agak melambat sehingga ia bisa menjejakkan kedua kakinya.

            Kali ini ia tidak terjerembab dan jatuh, tapi tetap berdiri dan dengan tenang berjalan ke depan setelah berhasil menarik tali dan kain paralayangnya. Senyumnya cukup lebar ketika ia berjalan menuju orang yang telah menunggu sejak tadi. Imam Hassan tampak sangat gembira melihat perkembangan Abdi yang luar biasa cepat, hanya dalam empat hari berparalayang ia sudah menguasainya sedemikian pesat.

            "Bakat alam! Itu bakat alam namanya nak! Alhamdulillah tak kusangka secepat itu kau bisa menguasainya."

            "Alhamdulillah..." senyum Abdi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun