Selain itu, penting bagi lingkungan---baik rumah, keluarga, sekolah, maupun tempat kerja---untuk menciptakan ruang aman (safe space). Sebuah ekosistem dimana salah bukan berarti gagal, tapi kesempatan untuk memperbaiki. Di sinilah peran orang tua, guru, dan pemimpin menjadi krusial: bukan sebagai hakim yang mengadili kesalahan, tetapi sebagai fasilitator yang menemani prosesnya.
Di balik ketakutan itu, ada kekuatan besar yang menunggu: keberanian untuk mencoba. Dunia tidak butuh lebih banyak orang yang selalu benar. Dunia butuh lebih banyak orang yang berani salah---dan tetap melangkah.
Karena pada akhirnya, hidup ini bukan soal tidak pernah jatuh. Tapi tentang berapa kali kita bangkit dengan kepala tegak seraya berkata "tak apa aku salah, yang penting aku belajar"
Referensi:
- Jean Piaget, 1950, The Psychology of Intelligence. Routledge & Kegan Paul.
- Erving Goffman, On Face-Work: An Analysis of Ritual Elements in Social Interaction. Psychiatry: Journal for the Study of Interpersonal Processes, 18(3), 1955, 213--231.
- Edward L. Deci, & Richard M. Ryan, 1985, Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior, Springer.
- Randy O. Frost, Patricia Marten, Cathleen Lahart, & Robin Rosenblate, The dimensions of perfectionism, Cognitive Therapy and Research, 14(5), 1990, 449--468.
- Carol S. Dweck, 2006, Mindset: The New Psychology of Success, New York: Random House.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI