Beberapa bahkan dengan percaya diri bilang, "AI nggak akan pernah bisa merasakan cinta atau takut." Tapi anehnya, mereka juga percaya manusia bisa diprogram ulang lewat trauma, cinta bisa direkayasa lewat dopamin, dan ketakutan bisa dimatikan lewat operasi otak. Ironis, kan?
Lalu ada juga yang merasa nyaman karena "AI itu cuma meniru." Tapi tunggu, bukankah anak kecil juga meniru orang tuanya dulu? Bukankah manusia belajar empati dari observasi, bukan dari wahyu? Dan ketika AI mampu meniru dengan presisi dan menyesuaikan konteksnya, lalu di mana letak perbedaannya?
Mungkin sebenarnya, mereka bukan takut AI menyerupai manusia. Tapi takut kalau ternyata menjadi manusia itu sendiri tak lebih dari sekumpulan reaksi rumit dari sistem biologis yang sangat bisa diciptakan ulang. Dan kalau itu benar... semua superioritas yang mereka banggakan bisa jadi hanya ilusi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI