Mohon tunggu...
Michael Timothy
Michael Timothy Mohon Tunggu... Akuntan - Writer, worker, reader, accountant

Writer, worker, reader, accountant

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lockdown Covid-19, Waspada atau Ketidaktegasan?

22 Maret 2020   22:03 Diperbarui: 22 Maret 2020   22:05 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ditengah maraknya penyebaran kasus COVID-19 atau coronavirus. Kita dihadapkan pada sebuah dilemma, apakah pencegahan dengan cara peningkatan kewaspadaan dapat membuahkan hasil? Atau lockdown yang berarti karantina massal lebih membuahkan hasil? 

Selain itu, mana yang menjadi prioritas saat ini, kesehatan masyarakat ataukah kestabilan perekonomian? Di mana batas wajar suatu tindakan atau kebijakan dapat kita anggap sebagai kewaspadaan, bukan indecisiveness (alias ketidaktegasan)?

Kasus corona yang sudah menyebar secara perlahan, kini telah juga merebak di Indonesia. Virus yang pertama kali muncul dari China di awal tahun 2020, kini sudah menyebar ke hamper seluruh penjuru dunia. 

Meskipun China telah melakukan lockdown di kota Wuhan, dan secara praktis satu negara dalam kondisi lockdown hanya beberapa Negara yang memanfaatkan momentum ini untuk melakukan persiapan. 

Indonesia sayangnya over-confident dengan tidak bersiap-siap. Dengan beragam dalih mulai dari suhu tropis, hingga ras, menjadi alasan bahwa virus ini tidak bisa masuk ke Indonesia, dan Indo dianggap kebal virus ini. Hingga pada akhirnya virus ini masuk, dan kita sekarang kacau dan panik.

Bukannya berlebihan, namun kondisi di Indo akhir-akhir ini nampak belum kondusif. Tanpa mengurangi rasa hormat pada tim medis di garis depan. Memang harus kita akui, Indo sangat tidak siap dengan virus ini. Selama bulan Februari, itu adalah waktu yang tepat untuk mempersiapkan diri. 

Namun, bahkan ditingkat pemerintah pusat saja malah mewacanakan ide agar meningkatkan sector pariwisata karena Singapore dan China sedang sepi turis. Hal ini sangat menunjukkan kurangnya rasa iba terhadap rakyat.

Wacana tersebut tidaklah salah, hanya saja sangat tidak tepat. Nampak bahwa kepentingan ekonomi (mungkin agar pasar saham tidak anjlok) menjadi prioritas nomor satu hingga saat itu, mungkin hingga saat ini. 

Padahal, prioritas nomor satu haruslah rakyat itu sendiri. Apalah arti pasar saham (yang hanya dimiliki segelintir orang), dibanding kesehatan 200 juta lebih rakyat Indonesia. Pemerintah 'galau', mungkin adalah kalimat tepat yang terjadi saat ini.

Sekarang saat kasus corona sudah menembus angka 500 pasien, dapat terlihat jelas, bahwa corona bukan hal yang boleh dianggap sepele. Oleh karena itu, sayang sekali jika pemerintah tidak menanggapi dengan serius virus ini. Mewajibkan penggunaan masker, dan menjamin ketersediaan masker dan handsanitizer pun belum dapat dilakukan oleh pemerintah. 

Yang ada, sekarang masyarakat menjadi gelisah, dan khawatir untuk keluar. Memang social distancing perlu dilakukan, tapi jika kebijakan ini tidak dijalankan dengan serius, rasanya hasilnya tidak akan maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun