Mohon tunggu...
Regen wantalangi
Regen wantalangi Mohon Tunggu... Penulis - dalam hening ada renung

si tou timou tu mou tou

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Filosofi Minahasa

27 Maret 2020   11:52 Diperbarui: 28 Mei 2020   11:15 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber mentah: flickriver.com

Setibanya di ujung perkebunan desa Eris mereka melihat orang banyak berkumpul di desa Eris, sepertinya sedang merayakan sesuatu, Sam Dam orang-orang dari pegunungan Kamintong itu pun memberanikan diri memasuki perkumpulan warga desa itu. Ternya mereka sedang merayakan kemengan akan surat perdamayan yang diberikan oleh Belanda kepada semua suku-suku yang berada di Minahasa. Akhirnya Sam pun ikut bergabung dengan semua warga yang ada, mereka disambut dengan hangat oleh warga desa bahkan setelah mendengar surat yang diberikan oleh Belanda kepada Minahasa semua orang yang keluar dari gunung Kamintong pun senang dan ikut merayakan hari perdamayan itu.

Suasana di desa Eris hari itu sulit tergambarkan, dari kegembiraan mereka akan perjanjian perdamayan dengan Belanda juga saudara-saudara se-suku mereka yang pulang ,wujud dari kebebasan hutan neraka dan dikejar-kejar hutang nyawa oleh Belanda.

"Sam apa kabar?" tanya om Mesak sambil menepuk pundak kiri Sam dari belakang.

Dengan bahasa tubuh yang gelisa Sam menoleh "eh, om Mesak kabar baik om, tapi tak sebaik hari kemarin" nada sendu layu pun terucap.

"hahaha, tidak usa kaget seperti itu juga" kata om Mesak, "kok dari tadi om perhatikan om Alo batang hidungnya tidak kelihatan? Apa mungkin dia langsung pergi melihat kuda kesayangannya itu" sambil menggaruk kepala om Mesak melanjutkan cerita "mungkin dia takut Kudanya kenapa-napa, padahal kemari om Mesak sudah memberikan kuda itu perawatan seperti kuda-kuda di kantor Gubernur Jendral trus kasih makan yang banyak dan memandikannya juga".

Jawab Sam dengan sangat sedih dan mata yang berkata-kaca "om,,, om Alo bukan mencari kuda hitam perkasanya tapi dia sedang tidur di pangkuan gunung Kamintong itu, bergabung bersama-sama dengan leluhur dan serpahan emas yang berada dalam inti bumi"

"Sam, jangan pakai bahasa puisi om tidak mengerti apa maksudnya 'bersama-sama dengan leluhur' sam?" kata om Mesak dengan raut waja yang penuh dengan tanda tanya.

"om Alo ku kuburkan di lobang bom Kamintong, om Alo mati ditembak Belanda kemari waktu kami berdua pergi ke kampung Wowo, ada sekitar tujuh tentara Belanda yang berhadapan dengan kami di gunung" jawab Sam kaku.

Dengan tidak percayanya om Mesak bahwa teman seperjuangannya telah mati, dan dengan sedi menuturkatakan "oh Alo jiwa beranimu yang berkobar-kobar itu masih terasa sampai hari ini, adakah yang hilang darimu? Tidak tidak dan tidak kamu pergi tapi semangatmu yang kau tinggalkan akan melahirkan jiwa-jiwa yang berkobar-kobar sepertimu yang siap mengguga orang-orang hidung belang itu! Tenang Alo cita-cita kita masih dalam genggaman kami yang masi berjuang ini. Slamat beristirakat teman baik" sambil menurunkan ke dua tangannya om Mesak berkata pada Sam "padahal orang itu lebih gila dari kuda hitamnya tapi dia pergi, kemarin seperti salam terakir darinya untuk menitipkan kuda itu, karena kemari dia sempat berkata 'kamu Mesak orang satu-satunya yang kupercayakan menjaga kuda ini, kasih makan ya'" sembari menangis dengan hormat, membusungkan dada menarik napas berdiri tegak, tetapi dengan mata yang berlinang air mata, om Mesak berusaha mengendalikan kesedihannya.

  • Grilia "empat kali empat"

Sampailah Sam bersama-sama dengan warga Tondano yang baru keluar dari persembunyian mereka disebelah timur gunung Kamintong. Sebelum memasuki Tondano masih dipertengahan persawahan kampung Touliang  om Utu membagi warga kampung wowo dengan empat kelompok, disetiap kelompok terdapat satu pemimpin yang memimpin jalan untuk masuk ke tondano dan anggota rata-rata berjumlah seratus anggota. Sam bersama-sama dengan kelompok terakhir yaitu kelompok yang dipimpin langsung oleh om Utu. Pembentukan kelompok ini karena mengantisipasi supaya pergerakan ini tidak tercium oleh belanda dan tentunya mengantisipasi terjadinya penyerangan.

Om Utu menemukan strategi empat kali empat itu dibalik segi persawahan yang kala itu memang berbentuk kotak. Kelompok satu dan dua berjalan lebi dulu jaraknya dua ratus meter jaunya dari kelompok tiga dan empat. Semua kelompok memiliki jarak sudut sekitar duaratus meter, dengan demikian kelompok satu dan tiga berjalan di jalan trans antara Tondano dan Eris sementara kelompok dua dan empat berjalan disebela kiri, arah utara Danau tepatnya di persawahan milik VOC.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun