Betapa bahagianya aku tinggal di rumah sederhana itu. Cinta lelaki muda sang pemilik rumah sungguh nyata kepadaku. Pagi -- pagi hal pertama yang ia lakukan adalah mencariku. Aku disuguhkan di meja kerjanya. Ia mencium aromaku dengan wajah semringah dan diseruputnya aku dengan penuh kepuasan.
      Siang hari ketika semua orang mengeluh lapar, aku yang dicarinya terlebih dahulu. Baginya aku lebih nikmat dari makanan. Bersama sebatang rokok kesukaannya, ia membiarkan pikirannya berkelana sambil sesekali aku dicicipinya sedikit. Jika sudah habis rokok di tangannya dan tinggal cangkir kosong di meja, barulah ia mencari makanan untuk mengisi lambungnya.
      Sore hari saat senja memamerkan jingga di cakrawala, aku disuguhkan di meja makan bersama beberapa potong kue. Ia akan memujiku di antara orang -- orang yang bertamu, termasuk pada pacarnya bahwa aku manis, lezat dan nikmat. Aku senang sekali mendengarnya.
      Malam hari aku selalu ada di sampingnya. Ia memintaku menemaninya, melewati malam bersama. Ketika matanya mulai sayu, aku harus membuat dia terjaga sebentar, agar ia menyelesaikan tugas -- tugasnya. Karenanya ia mencintaiku dan menjadikan aku istimewa.
***
      Akhir -- akhir ini sang pemilik rumah melewati hari -- harinya dengan berat. Ia lebih sering menyendiri menghabiskan sebatang rokok dan bergulat dengan pikiran -- pikirannya. Kerap kali dihadapanku ia mengeluh. Ia tak habis berpikir mengapa perempuan yang dicintainya lebih memilih pria lain.
      Aku tidak bisa membantunya untuk persoalan itu. Aku hanya menunggu ia menghirup aroma tubuhku. Agar aku bisa memberikan ketenangan kepadanya. Dan menunggunya menyeruput aku, supaya aku mengalir di dalam aliran darahnya untuk menguatkannya. Itulah yang bisa aku lakukan.
      Namun aku tak sungguh -- sungguh bisa membantunya. Ia malah kini tak bisa tidur. Cangkir --demi cangkir kopi yang masuk ke tubuhnya justru membuatnya insomnia. Aku mulai gelisah. Akankah aku akan disingkirnya dari meja makannya?
     Â
***
      Kini, banyak hal mulai berubah. Aku tak lagi menjadi nomor satu sejak kehadiran perempuan yang menjadi istrinya. Ia mengambil alih semua keistimewaan yang dulu aku dapatkan. Ia mendapatkan cinta, perhatian dan kehangatan. Sedangkan aku menjadi nomor dua. Nomor yang tidak kusukai.